part 14

6.6K 422 14
                                        

"AUTHOR POV"

Air mata luna menetes, Revan langsung melepas Luna dan menjauh dari tunangannya.

"Kamu tau, aku tidak pernah sekalipun berniat untuk menyakitimu, karena aku tulus menyukaimu"

"Itu hanya obsesimu, kamu menyukai wajahmu yang mirip dengan kekasihmu yang sudah mati.. kamu bahkan tidak tau bagaimana caranya mencintai"

Revan tidak bisa menerima tuduhan yang dilontarkan Luna.

"Aku melakukan semua yang diinginkan ayahmu untuk mendapatkanmu, aku berusaha keras melakukan berbagai hal agar aku pantas menjadi pasanganmu, aku bahkan menyelamatkanmu diambang kematian, walaupun tak sekalipun kamu menghargai keberadaanku"

"Semua yang kamu sebutkan tadi, bukankah itu untuk dirimu sendiri?"

"Apa katamu?"

"Kau berusaha menyenangkan ayah agar kamu bisa mendapatkanku, kamu juga menyelamatkanku demi dirimu sendiri yang tidak ingin perjuanganmu sia-sia.. lalu.. apa yang kamu lakukan untukku?"

"Jika bukan karena aku, kamu pasti sudah tidak ada di dunia ini"

"Aku tidak pernah ingin hidup" tanpa rasa takut.

"Kamu sungguh tidak tau bagaimana cara berterimakasih"

"Untuk apa berterimakasih? Bukankah kamu sudah mendapatkan imbalannya?"

"Imbalan apa?"

"Tubuhku...." dengan mata berkaca-kaca. "Tidakkah itu lebih dari cukup?"

"Kamu tau, aku mabuk malam itu"

"Itu adalah satu-satunya hal berharga yang kumiliki" dengan terisak.

Luna kembali menangis, setiap dia teringat kejadian akan malam itu.

Dia meraih sebuah garpu kemudian menusuk pahanya dengan kuat.

"Luna.. apa yang kamu lakukan?"

"Mundur, jika kamu tidak ingin tubuh yang kamu cintai ini memiliki luka lebih banyak"

Revan mundur, dia fikir Luna sudah sudah sembuh, karena itu dia tidak pernah memaksa Luna untuk menemui dokter psikolog.

Mereka menyebutnya Self injury, dilakukan sebagai cara untuk Luna bertahan dari rasa sakit emosional, dia tidak melakukannya untuk bunuh diri, dia hanya merasa tenang setelah menyakiti dirinya.

Revan akhirnya menyerah dan pergi, setelah mendapatkan ancaman dari Luna.

"Hhhh" luna menghembuskan nafas perlahan.

Darah mengalir diatas kulit putihnya, luna masih duduk dengan tatapan yang mulai tenang.

"Tok tok"

Terdebgar kembali suara ketukan dari luar.

"Jika kamu mencoba kembali, aku akan melakukannya lebih patah lagi"

Klekk!!

Pintu terbuka, namun prediksi Luna salah, bukan Revan tapi keysa yang muncul di balik pintu.

Luna refleks menutup lukanya dengan bantal sofa.

"Apa yang tejadi?" Melihat ceceran darah di lantai.

"Kamu tidak memberitahuku akan datang"

"Aku mengirim pesan di Wa"

Luna melihat hpnya berada diatas kulkas, sehingga dia belum sempat membaca pesan dari keysa.

Keysa langsung mendekati Luna, dia mencoba mengangkat bantal sofa yang di pegang erat oleh Luna.

"Luna.. apa yang terjadi"

Luna tidak tau harus menjawab apa, tapi Keysa sudah lebih dulu melihat garpu berdarah yang berada tepat di samping Luna.

"Luna, kamu tidak mempercayaiku?"

Luna akhirnya menyerah, bagaimanapun pada akhirnya keysa akan tetap tau.

Keysa menganga melihat 4 tusukan luka kecil tapi cukup dalam untuk mengeluarkan darah cukup banyak.

Keysa langsung melihat sekekilingnya, dia melihat sebuah kitak p3k yang berada di atas rak buku, tanpa mengatakan apapun Keysa langsung melipat celana pendek keysa agar tidak menyentuh luka itu.

Dia meneteskan Alkohol, yang mungkin akan membuat luka itu terasa dingin dan perih disaat bersamaan, kemudian mengoleskan betadine dengan kapas secara perlahan.

Luna tidak merintih atau meringis kesakitan, dia hanya menatap keysa yang mencoba mengobati lukanya.

Tapi tidak hanya disitu, keysa baru sadar bahwa ada bekas luka lain yang tidak hanya ada di laha kiri Luna, semakin dia memingkis celana pendek luna ke atas semakin dia menemukan jejak lainnya.

Luka-luka itu tidak akan terlihat siapapun kecuali Luna menggunakan celana yang sangat pendek.

Tanpa sadar Keysa meneteskan air mata.

"Kenapa kamu menangis?" Tanya Luna.

Girl love Girl (GXG) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang