🌞💉

2.2K 70 2
                                    









Tiga

Siska membuka pintu rumah dengan hati-hati lalu berjalan dengan cara berjinjit, suara sekecil langkah kaki saja mamahnya tetap bisa mendengar.

"Kenapa baru pulang De?" tuhkan.

Siska berbalik arah dan memberikan senyum termanisnya, "hehehe Mamah..."

"Hehe Mamah hehe Mamah!" sang mamah menjiwir telinga Siska merasa gemas dengan putrinya ini. "Kemana dulu ayo ngaku!"

"Aduhhh Mahh sakittttttttttt..." rengeknya. Siska diminta untuk duduk di sofa, siap-siap akan diberi pertanyaan banyak.

"Kemana dulu De?"

"Aduhh duhhh, jiwiran nya lepas dulu Mah!"

"Sakit ini! kayak mau putus!"

Selama sepuluh detik Siska terdiam, alasan apa yang harus ia gunakan agar tidak kena ceramahan sang mamah. Dia benar-benar lupa menyiapkan alasan untuk berbohong.

"Tadi... gojek nya lama dateng Mah."

Kalau ada kemampuan yang ingin Siska asah, ia akan memilih untuk mengasah kemampuan berbohongnya. Bahkan jika ia bersiap sebelum berbohong, sang mamah tetap saja mengetahuinya, "jangan bohong."

"Iya iya... aku tadi mampir dulu ke panti asuhan, kangen liat anak-anak."

Dara, melirik sinis sang putri. "Anak-anak orang lain terus, cari suami dong biar bisa main sama anak sendiri."

"Mah... mereka bukan anak orang lain itu anak-anak yatim dan piatu loh..."

Merasa sudah mengucapkan sesuatu yang salah Dara menutup mulutnya terkejut. Apa yang dia ucapkan? saking bosan nya melihat sang putri selalu mengurus anak-anak orang, ia jadi mengucapkan hal-hal yang kurang pantas. "Maafin Mamah ya..." padahal sebelumnya ia tidak pernah memaksakan ini itu pada sang putri.

Bukan, bukan mamahnya orang yang jahat sampai mengatakan hal seperti itu. Ia tahu betul mamahnya sedang sangat khawatir meskipun ini belum bisa dibilang malam untuk perempuan seusia Siska sekarang.

"Aku tadinya mau ngabarin Mamah, tapi ponselnya lowbet, maafin aku ya..."

Berapapun usia anak mereka, tentu saja orang tua akan selalu mengkhawatirkannya. Terlebih lagi untuk anak perempuan, orang tua akan lebih was-was. Maka dari itu jika kedua orang tua mu selalu mempertanyakan bagaimana petemananmu, jam berapa kamu harus pulang ke rumah, atau dengan siapa kamu pergi. Percayalah kita semua harus benar-benar bersyukur.

Tidak ada orang tua yang tidak mengkhawatirkan anak-anaknya.

"Gapapa... Mamah khawatir aja. Kamu baru sembuh kemarin, harusnya istirahat dulu hari ini."

Siska tertawa lalu memeluk sang mamah. Kasih sayangnya, omelannya, nada khawatirnya, Siska selalu suka itu. "Udah ah, mandi sana kamu bau."

Mau tidak mau Siska melepas pelukan lalu bangkit dari sofa, "ah Mamah! udah tau lagi pengen di manja-manja," ucapnya sebal.

Sang mamah menepuk jidat, "hadehhhh... udah mandi sana ah!"

"Iya, iyaaaaaaa..."

🌞🌞🌞

BRUKKKK

"Eh eh eh, Farhan kenapa? capek ya?" Rita bertanya dengan panik. Farhan yang merasa terganggu lantas berbicara dengan mata tertutup, "ngantuk Bu."

"Bikin panik aja, ayo jangan tidur di lantai," tidak ada respon dari sang anak.

"Farhannnnnn, ayo bangun ihhhhhhhhhhhhhh."

Sang suami hanya bisa tersenyum seperti memahami seperti apa lelahnya menjadi seorang dokter. Ditambah Farhan sudah menjadi pemilik rumah sakit Harapan Jaya. Tentu saja itu mengingatkan kepada dirinya dimasa lalu, katakan hidup putranya lebih baik dibandingkan dirinya dahulu. Waktu itu, ia dan kakek Farhan harus berjuang untuk membesarkan nama rumah sakit Harapan Jaya.

Keringat lelah, air mata terharu, dan keluhan secara fisik dan mental sudah ia lalui semua.

Fadly mengusap kepala sang putra dengan penuh kasih sayang, "Farhan... ayo bangun nak."

Selain mewarisi ketampanan dan kecerdasan dirinya, ternyata Farhan juga mewarisi satu hal yang istrinya kesali. Yaitu sulit untuk dibangunkan tidur.

"FARHANN AYO WAKE UP!!"

Pacaran Sama... Dokter Cuek! (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang