Aku menangis sejak aku berbicara dengan Clara, bantalku basah dan tissue berserakan dimana-mana. Sepertinya memang benar apa yang dikatakan Clara, aku hanyalah orang yang telah disentuh dan tidak seharusnya mengharapkan seorang laki-laki.
Suara pintu kamarku terdengar dan aku membukanya, seorang wanita berseragam putih memperkenalkan dirinya sebagai seorang perawat. Aku memastikan bahwa ia tidak salah mengetuk pintu kamar, "Ini benar kamarnya nona Lisa? Tuan Jonathan mengirimkan saya kesini." ucapnya membuatku menarik nafas jengah, dia tidak memberikanku waktu untuk menyendiri,
Aku kemudian mempersilahkannya masuk, namun tanpa mengunci pintu kamarku karena takut sesuatu terjadi lagi. Sebelumnya aku juga memberikan kode kepada para penjaga bahwa aku tengah kedatangan orang asing, sehingga aku bisa lebih tenang mendapatkan pengobatan darinya.
"Suhunya tiga puluh delapan koma satu celcius, anda demam nona." ucapnya setelah melihat termometer.
"Panggil aku Lisa saja, padahal tadi pagi aku baik-baik saja." ucapku menjelaskan kepadanya, supaya ia mengetahui lebih lanjut keadaanku.
"Jam berapa pastinya?" tanyanya, aku kemudian menjawab bahwa keadaanku mulai tidak enak semenjak jam 9 pagi.
Ia menganggukkan kepalanya, "Sudah makan?" tanyanya dan aku menggelengkan kepalaku, ia tersenyum kemudian mengambil ponselnya menghubungi seseorang.
"Apakah parah? Aku harus lomba besok." ucapku khawatir.
"Kondisimu akan membaik dengan cepat setelah saya memberikan vitamin dan obat penurun demam, namun sebelum itu nona harus makan terlebih dahulu." ucapnya, aku mengangguk.
Aku memperhatikannya yang tengah memasang sarung tangan karetnya dan menyiapkan sebuah jarum suntik, "Apa harus disuntik?" tanyaku, aku baru saja lepas dari suntikan dan pengobatan setelah kejadian itu.
Ia kemudian tersenyum padaku, "Baik untuku Nona mendapatkan suntikan, tapi jika anda tidak menginginkannya saya bisa memberikan obat untuk anda minum secara rutin." ucapnya menjelaskan bahwa itu terlalu merepotkan dan aku setuju dengan pertanyaanya.
Aku mengangguk, "Terlalu merepotkan." ucapku kemudian disusul tawa kecilnya, sepertinya perawat ini masih muda dan sangat nyaman berada didekatnya.
"Ini akan terasa cukup sakit, saya harus tau apakah anda memiliki alergi obat." ucapnya, aku kemudian mengangguk dan pada saat cairan itu masuk kedalam kulitku rasa panas dan sakit menjalar.
Aku tidak mengeluarkan suara apa-apa namun air mataku keluar begitu saja, "Maaf." ucapku, aku terlihat cengeng dihadapan perawat muda itu.
"Tidak apa Nona anda hebat, Tuan Jonathan bahkan menjerit saat itu." ucapnya, aku kemudian sedikit tertawa karenanya.
"Selagi menunggu kulit nona bereaksi, saya akan mengambil sempel darah untuk saya tes." ucapnya, aku mengangguk.
Saat aku akan mengusap air mata diwajahku, seseorang di pintu menarik perhatianku dan disanalah Chef Jonathan menatapku. Dengan tangan yang memegang troli berisikan sebuah hidangan, aku mengerti kepada siapa perawat itu menghubungi seseorang.
"Apa yang membuatnya menangis? Haruskah kita membawanya ke rumah sakit?" tanya Chef Jonathan kepada perawat itu dan perawat itu terlihat tersenyum lagi dengan tatapan yang tidak bisa aku artikan namun cukup membuatku terganggu, cemburu.
"Nona Lisa demam dan telah mendapatkan suntikan untuk mengetahui alergi obat, saya tidak boleh salah memberikan obat. Bukan begitu?" tanya perawat muda itu dengan senyumnya, Chef Jonathan bisa-bisanya membalas senyuman kepadanya dan mengatakan.
"Good job." ucapnya dengan sepenuh hati, bukankah seharusnya reaksi seperti itu hanya diberikan padaku? Bahkan tante Melinda pernah mengatakan, "Jonathan jarang menunjukkan sikap manisnya, bahkan ketika ia terlihat sangat menyayangiku."
Lalu apa ini? Dia tersenyum dengan wajah manisnya itu kepada perawat muda ini? Memang bisa aku lihat bahwa perawat muda ini memiliki paras yang cantik dan baik, perempuan muda yang digemari oleh laki-laki disekolahannya. Namun bahkan Chef Jonathan yang umurnya jauh darinya juga menyukainya?
"Baiklah mari kita lihat apakah ada reaksi dari kulitmu." ucapnya kemudian memberikan tanda dan ia kembali sibuk dengan peralatannya, setelah itu tidak lama kemudian ia kembali memberikan aku suntikan di lenganku.
Aku hanya diam dan sesekali melirik Chef Jonathan yang memperhatikan tangan perawat muda itu, sebenarnya apa yang sedang Chef Jonathan lakukan disini?
SIAL! Chef Jonathan mendapati tatapan sinisku kepadanya, ia mendekatiku dan duduk disebelahku kemudian mengatakan. "Apakah saya membuat salah Sa?" tanyanya, jelas-jelas ia memperhatikan perempuan lain dihadapanku.
"Saya putri dari perawat yang menemani dan merawat Tuan Jonathan semenjak kecil Non, ibu saya telah tiada sejak dua tahun yang lalu dan ia selalu bercerita bahwa ia ingin melihat kekasih Tuan Jonathan. Maaf jika lancang, namun saya sangat senang karena hari ini mewakili ibu melihat kekasih Tuan Jonathan, keinginannya terkabul." ucapnya kemudian membuatku terkejut dan terharu, ada apa denganku? Kenapa aku berprasangka buruk terhadapnya? Kasihan dia.
Ia telah selesai memberikan beberapa perawatan kepadaku dan sedang membereskan peralatannya, ia kemudian memberikan sebuah kertas kepada Chef Jonathan dan berbisik. "Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Tuan, meskipun saya masih muda namun Tuan seharusnya tahu bahwa Nona Lisa sedang cemburu." bisikan itu terdengar ke telingaku dan membuatku secara spontan memalingkan mukaku, sungguh aku malu.
"Sa.." panggil Chef Jonathan, aku tidak siap melihat kearah mereka berdua.
Chef Jonathan memanggilku lagi dan mau tidak mau aku menoleh kearah mereka dan CUP! Chef Jonathan mengecupku saat aku akan melihatnya, kecupan yang tepat dibibirku membuatku terkejut. Aku menoleh kearah perawat muda itu dan ia tengah terkekeh geli, "Chef Jonathan!" rengekku, aku malu.
"Lihatlah Sa, dia bahkan senang melihat saya menciummu. Apakah kamu masih memiki alasan untuk cemburu kepadanya?" tanya Chef Jonathan, maluku menjadi beribu-ribu kali lipat karenanya.
"Kalau begitu saya pamit tuan, senang bertemu denganmu nona Lisa." ucapnya kemudian meninggalkan kamarku, kini yang tersisa hanyalah aku dan Chef Jonathan.
"Jangan menciumku didepan orang lain, aku malu." ucapku yang kemudian dihadiahi kecupan lainnya oleh Chef Jonathan.
"Apa masih malu?" tanyanya, aku kemudian menggelengkan kepalaku.
Setelah kepergian perawat, segerombolan peserta menghampiri kamarku dan menemukan Chef Jonathan disini. Aku sedikit lega karena pintu terbuka dan mereka tidak akan memikirkan terlalu jauh apa yang kami lakukan disini, "Lo gapapa Sa? Selalu ya abis kita ketemu gak lama kemudian lo kenapa-napa, lo seneng liat gue sedih?" tanya Kayla.
Chef Jonathan beranjak dari kasurku dan menyodorkan sepiring hidangan kepada Kayla, "Pastikan dia memakannya sampai habis, saya membuatnya dengan hati-hati." ucap Chef Jonathan, kepada Kayla.
Aku mendengarnya dan aku tersenyum karena tahu bahwa ini adalah kali kedua aku mencoba masakan Chef Jonathan, namun nyatanya para peserta tidak mendengar apa yang dikatakan Chef Jonathan sehingga mereka berseru satu sama lain karena penasaran.
Namun aku maupun Kayla tidak memberitahu mereka, Kayla sibuk untuk merawatku dan menyuapiku makanan yang dimasak oleh Chef Jonathan. Namun para peserta masih saja berseru, mereka ingin tahu dan Kayla memberitahu yang sebenarnya.
Seruan tambah keras, mereka menggila mengatakan bahwa mereka iri dan mereka ingin ikut mencicipi makanan Chef Jonathan.
-🫕-
Hope u guys like this part! Jangan lupa komen & vote ya! Happy reading all🫶🏻
with love
author A
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite Chef
Fanfictioncreate in [6 mei 2022] #1 agency [30 mei 2022] #1 disappointed [22 aug 2022] #1 model [17 sept 2022] #1 audition [1 july 2022] #1 Jonathan [27 januari 2023] #1 televisi [26 februari 2023] DISCLAIMER Karena cerita ini terinspirasi dari mci 5 dan den...