"Saya sudah tau, itulah mengapa saya sedikit cemburu tadi." ucap Chef Jonathan
Aku terdiam, "Tapi fotonya baru dipublikasi beberapa menit yang lalu, bagaimana Chef Jonathan tau?" tanyaku
"Saya tau jika kalian berada di acara yang sama akan ada foto yang membuat media sosial ramai, saya memperhatikan kamu tidak hanya secara langsung tapi di media sosial juga Sa. Setiap kali namamu ada, saya pasti tau." ucap Chef Jonathan
"Saat aku masih di FAC?" tanyaku
Chef Jonathan mengangguk, "Itulah kenapa saya takut kehilangan kamu, tidak hanya Ken namun banyak laki-laki yang menginginkan kamu Sa. Kamu milik saya, saya bisa kesal membaca cuitan laki-laki yang halu bisa berpacaran denganmu apalagi Ken yang bertemu langsung." ucap Chef Jonathan
Oh my boy, tidakkah seharusnya dia berpikir bahwa akulah yang harusnya khawatir perihal itu? Jika dibandingkan, mungkin lebih banyak orang yang menyukainya daripada orang yang menyukaiku.
🥞
Saat tengah sarapan aku menerima telpon, terpaksa aku harus menghentikan makanku dan segera mengangkatnya. Awalnya aku bingung dengan telpon yang masuk karena nomornya tidak tertera dalam kontakku namun aku tidak berpikiran negatif, aku mengangkatnya dan hening tidak ada suara apapun. Aku memutus sambungan telpon tersebut dengan cepat, kemudian kembali berbincang dengan ibu di meja makan seraya menikmati sarapan.
"Sa, ada yang mengirimu bunga." ucap Ibuku yang baru saja selesai sarapan dan hendak keluar rumah.
Lily putih di amerika melambangkan bunga untuk orang mati, aku tidak berpikir bahwa bunga ini dari Chef Jonathan karena biasanya dia memberikanku mawar dan lainnya selain Lily putih. Aku meraih bunga Lily dari tangan ibu, kemudian aku mengambil sebuah kartu ucapan yang terselip di bunganya.
You deserve a white Lily, Mona Lisa.
Aku meronggoh saku celanaku untuk mengambil ponsel, saat aku mendapatkannya aku dengan cepat menghubungi Chef Jonathan. "Apakah kamu mengirimiku bunga?" tanyaku begitu sambungan telpon tersambung
"Tenanglah Chef Jonathan, akupun tidak tahu siapa yang mengirimkanku bunga Lily putih ini. Aku tahu, aku tahu, tenanglah..." ucapku, Chef Jonathan sangat panik karena berpikir bahwa ada laki-laki lain yang mengirimiku bunga dan ia lebih panik saat bunga yang dikirimkan adalah bunga Lily putih
Berarti bukan hanya aku yang berpikir negatif perihal bunga ini, aku melihat kearah ibuku yang tengah membereskan meja makan. "Baiklah Chef Jonathan, jangan mengebut." ucapku, dia bersikeras untuk menemuiku.
"Pikirkan hal yang lain Sa, kita harus fokus terhadap hal-hal baik agar apa yang terjadi pada kehidupan kita berjalan dengan baik." ucap ibuku, aku tahu sebenarnya ibu khawatir terhadapku namun ia mencoba untuk menguatkanku.
"Aku tidak takut bu, tolong untuk selalu berada didekatku karena yang membuatku takut adalah kehilanganmu." ucapku
Ibu menghampiriku kemudian memelukku, "Ibu yakin jika anak ibu akan menjadi anak yang kuat, banyak yang menyayangimu nak jangan biarkan mereka yang tidak menyukaimu mengganggumu." ucap ibuku
Aku memeluknya erat, kami saling menguatkan diri kita masing-masing. Entah kesedihan apa yang akan terjadi kedepannya, namun aku bisa melewatinya asalkan bersama ibuku.
"Sebenarnya Miss Margaretha memberitahuku bahwa ada tawaran kontrak lagi untukmu, kali ini bukan hanya sebagai bintang tamu namun sebagai partner tetap." ucap ibuku, aku melepaskan pelukan kami dan mencoba mencerna apa yang baru saja ibuku katakan.
"Di acara sebelumnya?" tanyaku, ibuku mengangguk.
"Bersama siapa namanya? Oh, Ken ya? Kamu akan menjadi partner kerjanya jika kamu menerima tawaran ini, dia tidak menelponmu ya? Miss Margaretha takut jika mengganggu waktu istirahatmu setelah syuting." ucap ibuku
Tawaran yang bagus sebenarnya, namun aku sepertinya tidak akan menerima tawaran itu karena Chef Jonathan dan aku pastinya akan sering bertengkar perihal Ken. Di sisi lain, meskipun Olivia dan Chef Jonathan tidak bertemu setelah kejadian kemarin namun mereka berada di dalam kontrak yang sama.
"Masih ada waktu beberapa hari untuk menjawab tawaran itu Sa, ibu mendukung apapun keputusan kamu." ucap ibuku seraya mengelus bahuku untuk menenangkanku sekaligus menyemangatiku.
Wajah ibu terlihat gelisah, tatapannya penuh arti padaku dan aku tidak dapat berlama lama melihatnya seperti itu. Aku bergegas pergi ke kamarku karena jika terlalu banyak melihat ibu, aku bisa saja menangis.
Dalam gelap aku merasa wajahku diusap dengan lembut, aku membuka mataku dan menemukan Chef Jonathan persis dihadapanku. Aku tersenyum, mimpi macam apa ini? Apakah aku sudah merindukannya. Lalu suara kekehan terdengar di telingaku, mimpi ini terasa sangat nyata sehingga aku tidak ingin bangun.
Aku membuka mataku perlahan setelah aku merasakan kecupan di kedua mataku, "Chef Jonathan berada di mimpiku, apakah kamu benar-benar menyayangiku?" tanyaku purau
Bukannya menjawab, dia malah tertawa membuatku ingin mencubitnya karena kesal. "Sa, kamu tertidur saat menunggu saya ya?" tanya Chef Jonathan
Aku kembali menutup mataku namun kemudian terkejut saat bibirku terasa dilumat, kali ini kesadaranku penuh dengan sempurna. Tanganku bergerak mendorongnya pelan, "Chef Jonathan?" tanyaku memastikan.
"Bangun Sa, saya terlalu lama menunggu kamu bangun." ucapnya, aku kemudian menarik selimutku dan menutupi wajahku.
"Aku malu, tunggu saja di ruang tamu." ucapku, dia benar-benar menungguku bangun? Aku tidak sedang bermimpi?
"Kamu cantik Sa." ucap Chef Jonathan semakin membuatku salah tingkah.
Chef Jonathan menarik pelan selimutku, ia duduk di pinggiran kasur lalu kembali menciumku. "Saya sudah menyiapkan makan siang, ibumu pergi semenjak saya sampai jadi saya memasakkannya untukmu." ucap Chef Jonathan, aku sangat bersemangat ketika mendengarnya karena aku merindukan masakannya.
Aku beranjak dari kasurku lalu kami keluar dari kamar, Chef Jonathan menyiapkan peralatan makanku. Aku meninggalkannya sebentar untuk membersihkan area wajahku, kemudian aku sedikit mengoleskan cream wajah agar setidaknya aku terlihat fresh.
"White Lily." ucapku seraya duduk, topik yang akan kami bicarakan selama beberapa menit kedepan.
"Menurut cctv yang saya lihat, pengirimnya kurir yang memang bekerja untuk mengirimkan barang. Pemilik toko bunga mengatakan bahwa pemesan menggunakan nomor kosong, setelah menerima uang ia segera mengirimkannya padamu. Namun saya berharap kamu bisa tenang Sa, saya sudah memperketat penjagaan di sekitar rumahmu." ucap Chef Jonathan, kali ini entah mengapa ada perasaan emosi di dalam diriku mendengar penuturan Chef Jonathan.
"Solusi terbaik adalah menghentikan gangguan itu, bukan memperketat penjagaan untukku." ucapku, aku tau ini bukan salahnya namun hidupku sebelum bersamanya tidaklah seperti ini.
Tanganku digenggam olehnya, "Saya akan mengusahakan yang terbaik untukmu untuk memastikan kamu bahagia dan baik-baik saja Sa, tidak ada yang ingin melihatmu terus-terusan diganggu seperti ini." ucapnya, aku mengangguk mengerti.
Jauh di lubuk hatiku, aku merasa bahwa mungkin memang aku tidak pantas bersamanya karna banyaknya gangguan yang aku terima.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Favorite Chef
Fanfictioncreate in [6 mei 2022] #1 agency [30 mei 2022] #1 disappointed [22 aug 2022] #1 model [17 sept 2022] #1 audition [1 july 2022] #1 Jonathan [27 januari 2023] #1 televisi [26 februari 2023] DISCLAIMER Karena cerita ini terinspirasi dari mci 5 dan den...