Semalaman suntuk Aurora hanya menangis ditemani oleh Hannah disebelahnya. Mata Aurora bahkan telah bengkak karena terlalu banyak mengeluarkan air mata. Ia tak tidur, tubuhnya lemas, hingga tanpa ia sadari dia menyakiti dirinya sendiri.
Di pagi harinya Aurora mengigau dalam tidurnya. Dia meracau tidak jelas sehingga Hannah yang baru keluar dari kamar mandi langsung menghampiri Aurora yang tertidur di ranjang dengan mengigau.
"Aurora bangun, Aurora!" Ucap Hannah khawatir.
Dia bahkan harus mengguncang tubuh Aurora agar gadis itu bangun.
Aurora membuka matanya, matanya terasa berat sekali. Seakan-akan dia tidak tidur selama berhari-hari lamanya.
"Air.." ucap Aurora pelan.
"Ini, minumlah" kata Hannah, ia mengambil gelas berisi air diatas nakas lalu memberikannya pada Aurora. Gadis itu meminumnya hingga airnya sedikit tumpah ke selimut.
"Tubuhmu panas Aurora. Kau demam tinggi" kata Hannah.
"Aku baik-baik saja, Hannah..." kata Aurora terengah-engah.
"Tapi kau demam tinggi" ujar Hannah.
"KU BILANG AKU BAIK-BAIK SAJA!!"
Prang!... Piring porselen yang sangat cantik di rak buku pecah seketika ketika Aurora berteriak pada Hannah. Hannah memekik terkejut menatap kearah piring porselen itu. Lalu tatapannya menatap ke arah Aurora.
Bisa Hannah lihat, Aurora tengah menatap tajam kearah bekas piring porselen yang hancur di lantai. Mata Aurora merah Semerah darah. Rambutnya juga berubah putih seputih salju dan mengkilap. Kulitnya pucat layaknya mayat hidup dengan kantung mata hitam, tatapannya tajam dan mengerikan.
Hannah benar-benar tidak bisa berkata apa-apa. Ia baru pertama kali melihat Aurora seperti ini.
"B-baiklah... ku-kubiarkan kau dengan pikiran mu, sendiri" kata Hannah, lalu dia yang nampak masih syok dan takut langsung beranjak dari kamar Aurora dan keluar dari sana. Meninggalkan Aurora yang masih menatap tajam kearah piring porselen itu dengan mata merahnya.
Seharian itu, Aurora hanya termenung di kamarnya. Ia mengurung dirinya sendiri disana. Mata, rambut dan kulitnya mulai normal. Aurora kembali menitikkan air mata ketika mengingat kejadian semalam.
Sementara itu di lain sisi, Hannah menceritakan kejadian tadi pagi pada Ernie dan Justin. Tentu kedua pemuda itu tidak percaya begitu saja. Mereka ingin masuk kamar Aurora, tapi sayang mereka masih tidak tau kata sandinya.
Di sisi lain, Draco, Pemuda itu masih terus menyalahkan pansy atas semua kejadian ini, tentu saja. Draco bahkan membuat surat pengaduan pada ibunya sendiri 'Narcisa' dan ibu Draco membalas surat draco itu dengan :
"Akan ku tangani parkinson, dan kau urus Aurora, jangan pernah kehilangan dia Draco. Keberuntungan tidak akan datang dua kali, seorang Rotsfield mau menerima Malfoy"
Draco tentu saja setuju akan hal itu, gadis yang ia cinta dan ia perjuangkan selama ini, ia tidak akan bisa melepaskan wanita itu begitu saja.
Draco menghampiri lorong dapur, menuju pintu asrama hufflepuff. Dia menggedor-gedor pintunya. Berusaha masuk secara paksa, walau hingga pada akhirnya dia harus terkena air keras dari tong-tong kayu disisi pintu.
Seorang wanita pirang jangkung. Datang dari arah lorong dapur. Draco menatap wanita itu.
"Aku mau bertemu dengan Aurora." Kata Draco pada Leanne yang seorang anak Hufflepuff.
"Untuk apa ?, Menyakitinya lagi ?" Kata Leanne ketus lalu ia berjalan masuk ke asrama.
"Hei!, Beritahu Aurora aku disini!" Kata Draco tapi pintu tertutup kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐮𝐫𝐨𝐫𝐚 : 𝐀𝐧𝐝 𝐭𝐡𝐞 𝐄𝐧𝐝𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐨𝐟 𝐋𝐨𝐯𝐞 [𝕯.𝕸]
Fiksi PenggemarSeorang gadis Informan. Ditugaskan untuk memata-matai pemuda troublemaker, yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya sendiri. Kesetiaan Aurora pada Orde of Phoenix dan Laskar Dumbledore membuat dirinya menjadi incaran sang pangeran kegelapan. ...