Liburan natal yang menyenangkan, walau tidak sepenuhnya begitu. Selalu ada noda hitam diatas kain putih. Aurora kini memang sudah berbaikan dengan draco, namun ia masih belum mengetahui persoalan yang kini menjadi tanda tanya besar dalam otaknya.
Ketika dirinya mengalami penglihatan dan tubuhnya yang tiba-tiba berubah. Aurora telah mencoba mencari tau itu sendiri di perpustakaan rumahnya, namun nihil, ia tidak menemukan jawaban yang berarti.
Awal Januari mulai menyambut, itu tandanya Aurora sudah harus kembali ke Hogwarts memulai semester keduanya di tahun ke lima.
Ia kembali ke sekolah sihir itu dengan menaiki bus ksatria. Ini adalah kali kedua Aurora memakai bus urakan itu. Bus ksatria memang bisa mengantarkan orang kemanapun di wilayah Inggris, Sehingga Aurora memutuskan berangkat ke sekolahnya menggunakan bus itu.
"Pemberhentian terakhir, Owarts!" Teriak seorang lelaki kurus sebagai petugas bus.
Aurora keluar dari bus ksatria, bulan Januari yang dingin dan kelabu menyambut langkahnya. Aurora memakai scarfnya dan juga jaket panjang khas musim dingin.
Tak perlu berlama-lama, ia telah sampai di kastil. Belum sempat Aurora mencapai asrama, tapi dirinya telah di hadang oleh beberapa anggota Dumbledore Army yang menanyakan apakah besok akan ada pertemuan lagi atau tidak.
Ia kembali mengingat kalau perkumpulan Dumbledore Army kali ini, Harry akan berencana mulai mencoba mengajari mantra Patronus. Aurora juga tidak sabar akan hal itu, sebuah ingatan indah dan menggembirakan dapat menjadi sumber kekuatan terbentuknya Patronus yang kuat.
"Selamat siang Aurora." Sapa anak tahun ke tiga ketika melintasi Aurora.
"Selamat siang" jawab Aurora ramah.
"Siang Aurora."
"Selamat siang Kevin." Jawab Aurora pada anak lelaki Ravenclaw tahun kelima. Kevin adalah Muggle born, dan dia adalah anak yang sering kali dibully oleh Draco waktu dulu di tahun pertama.
Kembali ke asrama Hufflepuff, bisa Aurora lihat, asrama belum terlalu ramai oleh para murid, Aurora yakin masih banyak murid yang belum sampai.
"Aurora!" Panggil seseorang ketika Aurora berada di depan pintu kamarnya. Aurora menoleh.
"Kau pulang tanpa mengabari kami terlebih dahulu?!" Kata Ernie tidak percaya. Gadis itu malah tersenyum seakan-akan merasa tidak bersalah.
"Kami sangat mengkhawatirkan mu Aurora, tidak keluar kamar seharian. Lalu menghilang dari kamar secara tiba-tiba." Ujar Justin.
"Sungguh, maafkan aku. Beberapa hal terkadang akan lebih baik menjadi rahasia. Namun walau begitu aku berterimakasih karena kalian masih mau mengkhawatirkan ku" kata Aurora.
"Apa maksudmu?, Tentu saja kami akan mengkhawatirkan mu. Terlebih Hannah.." ucap Ernie begitu serius.
Aurora kini merasa bersalah dengan teman-temannya itu, karena telah membuat mereka khawatir.
"Ngomong-ngomong dimana Hannah ?" Tanya Aurora.
"Dia masih mengambil kopernya dari Filch." Jawab Justin. Aurora mengangguk.
"Apa dia marah padaku ?" Tanya Aurora lagi.
"Tidak. Justru dia nampak jauh lebih khawatir, terlebih saat kau membentaknya dan kau mulai..." Ucap Ernie terhenti ketika dirinya menyadari apa yang ia baru ucapkan.
Justin memberi pandangan pada Ernie untuk tidak melanjutkan ucapannya.
Aurora mengerti, Hannah pasti sudah menceritakan kejadian waktu dirinya dibentak oleh Aurora dan melihat wujud Aurora yang tiba-tiba berubah dalam waktu sepersekian detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐀𝐮𝐫𝐨𝐫𝐚 : 𝐀𝐧𝐝 𝐭𝐡𝐞 𝐄𝐧𝐝𝐥𝐞𝐬𝐬 𝐨𝐟 𝐋𝐨𝐯𝐞 [𝕯.𝕸]
FanfictionSeorang gadis Informan. Ditugaskan untuk memata-matai pemuda troublemaker, yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya sendiri. Kesetiaan Aurora pada Orde of Phoenix dan Laskar Dumbledore membuat dirinya menjadi incaran sang pangeran kegelapan. ...