Pagi ini Reksa dan Egan sama sama bersiap untuk pergi ke sekolah.
Reksa menatap penampilan Egan yang sama sekali jauh dari kata rapi.
Reksa mendekat, mengambil dasi yang Egan simpan di saku baju seragamnya lalu ia pasangkan pada kerah seragam Egan.
"Lo mau sekolah bukan tawuran, yang rapi dikit gitu bisa kan?"
Egan hanya memutar bola matanya malas, ia lupa jika orang yang menjadi pacarnya ini adalah wakil ketua osis di sekolahnya.
"Tapi kan style gue gini"
Reksa hanya menggelengkan kepalanya tidak habis pikir, pemuda itu juga merapihkan baju seragam Egan yang terlihat keluar kemana mana.
"Kan lo sekolah bukan mau jadi model, iya kan?"
Egan hanya menghela nafas lelah, jika tau Reksa akan seperti ini mungkin Egan akan menolak ajakan Reksa untuk menjadi pacarnya.
"Nah dah rapi, yuk berangkat" ucap Reksa setelah selesai merapikan seragam Egan.
Reksa menggandeng lengan Egan membawa pemuda itu keluar dari apartemennya.
"Sa" panggil Egan saat mereka sudah duduk di atas motor Reksa.
"Hm?"
Egan mengulurkan lengannya kearah Reksa membuat kerutan di dahi pemuda itu muncul karena kebingungan.
"Kenapa?" Tanya Reksa bingung.
Egan hanya diam, ia menatap Reksa penuh arti.
Sampai akhirnya Reksa mengerti kode keras yang ditunjukkan Egan, ia menarik lengan Egan melingkarkan kedua tangan pemuda itu di perutnya.
Sedangkan Egan sendiri hanya tersenyum sumringah sambil menyenderkan kepalanya di punggung Reksa.
Dengan segera Reksa menghidupkan motornya lalu melaju menuju arah sekolah, tak lupa dengan senyuman yang mengembang dibalik helm full face yang ia kenakan.
.
.
.
.
.
.Jam menunjukkan pukul 6 lebih 50 menit pagi, Dani dengan terburu buru mengeluarkan motornya dari garasi rumah.
"Ck anjing! Tai lah!" Umpat Dani ketika melihat ban motornya yang bocor.
Susan yang mendengar umpatan putranya keluar mengecek keadaan Dani dan detik berikutnya hanya omelan yang terdengar jelas.
"Lagian Mami kan udah bilang beberapa kali, jangan begadang kamu besok sekolah! Ga paham paham sih jadi anak!"
"Ya kan ini bukan salah Dani yang begadang Mi! Ini kan salah motornya"
"Ngejawab mulu kalau orang tua ngasih tau!"
"Mami ngomel mulu bukannya anterin Dani berangkat sekolah"
"Ck! Ngerepotin aja deh kerjaan kamu tuh!"
"Ya kan sebagai anak emang berkewajiban menjadi beban"
"Ngejawab mulu! Ga Mami anterin nangis kamu!"
"Ngapain nangis? Mending Dani ga sekolah aja"
Susan sudah akan kembali mengomel jika saja netranya tak sengaja melihat Hesa keluar dari garasi rumahnya sambil menuntun motor kesayangannya.
"Hesa!!" Panggil Susan.
Hesa menoleh menatap kedua pasangan ibu dan anak itu yang sama sama menatapnya.
Tapi beberapa detik berikutnya Dani memilih mengalihkan pandangan kearah lain.
"Iya tan?"
"Dani nebeng kamu ya, ban motornya kempes"
Hesa menatap Dani lalu mengangguk mengiyakan permintaan Susan.
"Udah sana berangkat"
"Ga usah, Dani sama Bumi aja bentar lagi dia jemput"
"Ni anak emang ya! Udah sana bareng Hesa aja! Kalau sama Bumi nanti tambah telat loh!"
"Ga usah Mi, Dani-"
Belum sempat menyelesaikan ucapannya Susan sudah mendorong Dani untuk duduk di atas motor Hesa.
"Kamu bawa helm lagi ga Sa?"
Hesa mengangguk, ia mengambil helm yang ia bawa khusus untuk dedek pacar.
"Cepetan pakek! Nanti telat lagi kamu!"
Karena geram dengan perilaku Dani yang tak kunjung memakai helm, Susan memilih untuk memakaikan helm Hesa di kepala Dani secara brutal.
"Mi sakit!!"
"Kelamaan kamu tuh kayak cewek!"
Dani menggerutu sedangkan Hesa memilih untuk menahan tawanya melihat tingkah ibu dan anak ini.
"Udah sana berangkat!"
"Kalau gitu Hesa berangkat dulu ya tan" pamit Hesa.
Susan tersenyum melihat tingkah laku Hesa yang 360 derajat lebih sopan dari pada putranya.
"Iya, hati hati ya" ucapnya lembut membuat gejolak api cemburu membara dalam benak Dani yang tersiksa.
Dalam perjalanan tak ada satu kata pun terlontar di antara keduanya, Dani memilih diam begitu pula Hesa yang juga enggan memulai pembicaraan.
Apalagi jika mengingat bagaimana terakhir kali mereka berbicara, pada saat itu secara tidak sengaja Hesa menanyakan orientasi seksual Dani membuat pemuda itu merasa tersinggung dan berakhir marah marah.
Butuh waktu sekitar kurang lebih 10 menit untuk sampai ke sekolah, dan mereka datang tepat ketika bel berbunyi.
Dani melepas helm yang tadi ia pakai, memberikannya pada Hesa lalu berjalan pergi meninggalkan empunya tanpa mengucapkan terima kasih.
Alhasil hanya helaan nafas yang terlontar dari belah bibir Hesa.
Saat sudah selesai memarkirkan motor, Hesa hendak pergi untuk bersiap menuju lapangan tapi netranya malah menemukan sang wakil bersama seseorang yang kurang ia kenal.
Hesa menyipitkan kedua netranya memperjelas sekali lagi siapakah manusia dengan seragam rapi yang tengah berjalan beriringan disamping Reksa.
Pemuda itu mendekat lalu menepuk pundak Reksa membuat orang yang berada disampingnya menoleh juga.
"Woi lah! Siapa nih?! Anjir!" Teriak Hesa terkejut.
Reksa menatap Hesa bingung sambil mengeluarkan aura tajamnya.
"Ini Egan?! Astaga!!"
Egan menatap Hesa julid.
"Apaan sih lo babi! Ga jelas banget!"
Hesa terkekeh melihat penampilan Egan yang berubah menjadi lebih baik dan sopan, tidak seperti biasanya yang urakan dan tidak tau adat berbusana yang baik.
"Kenapa ketawa?" Tanya Reksa, auranya yang menyeramkan membuat kekehan Hesa berhenti secara tiba tiba.
"Karna lo dia ketawa!" Ucap Egan jengkel, ia berjalan kesal sambil mengeluarkan seragam yang sudah tertata rapi tadi.
Sedangkan Reksa berdecak tak suka, sebelum menyusul Egan pemuda itu memberi tatapan kurang suka untuk rekannya itu.
Hesa hanya terdiam, antara takut dan merasa bersalah.
Memang segala sesuatu yang ia lakukan selalu salah dimata manusia.
______________________________Tbc...
Bentar lagi gue lulus sma, bukannya seneng malah takut hahaha.
Vote+komen+follow!
KAMU SEDANG MEMBACA
WAKETOS||ONGOING
Teen FictionEgan si bad boy brutal jebolan ajang pencarian dosa tiba tiba dipertemukan dengan Reksa waketos kul spek kulkas 7 pintu. warn! cerita bl/gay/homo!