÷! permainan takdir ¡÷
⁰⁰
^*^
Dokter memeriksa keadaan Gama setelah sebulan cowok itu memejamkan matanya dan kini ia sudah siuman, membuka kembali matanya dengan tatapan yang dingin dan kosong yang ia suguhkan saat pertama kali ia membuka matanya malah iris matanya bertubrukan dengan iris sang ibu yang menatapnya senang sekaligus terharu karena akhirnya anak semata wayangnya membuka matanya kembali.
"Gimana keadaan anak saya dok?" tanya Adinza Tri Kenannda ibunda Gama dengan tidak sabaran karena antusias melihat anaknya siuman.
"Anak ibu sudah membaik dan tidak ada penyakit lainnya yang ada ditubuhnya, tapi ada satu hal yang ingin saya bicarakan dengan ibu Adin, mari ikut keruangan saya bu," ujarnya lalu menunjukan jalan dan berjalan terlebih dahulu.
"Baik dok, Gama ibu ketemu dokter dulu ya, kamu istirahat disini ya nak, ibu cuman sebentar kok," ucap Adin sambil membelai rambut Gama lembut lalu pergi menyusul dokter untuk membicarakan sesuatu hal.
Seperginya Adin, Gama yang sedari tadi menatap kosong langit langit ruangan tanpa memperdulikan omongan Ibunya sampai Adin pergi ia menghela nafasnya panjang "Hah....," lalu memejamkan matanya kembali.
Diruangan dokter, Adin duduk setelah dipersilahkan duduk oleh pemilik ruangan.
"Silahkan bu," ujar dokter Ren yang sudah masuk kepala tiga itu mempersilahkan Adin duduk.
"Iya, ada hal apa ya dok yang mau dibicarakan?" tanya Adin langsung.
"Jadi begini bu, apa anak ibu dua tahun yang lalu pernah mengalami amnesia dan belum sembuh sampai sekarang?" tanya dokter Ren sambil menatap iris mata Adin serius.
Yang ditanya seketika diam dan mencerna kalimat dokter Ren yang seakan terngiang diotaknya. Ingatannya kembali dibuka untuk mengingat kejadian 1 tahun silam.
"Bu Adin?" ujar dokter Ren menyadarkan Adin yang melamun.
"Eh iya dok maaf, em....iya dua tahun silam Gama pernah tertabrak mobil dan cedera dikepalanya jadi itu menyebabkan Gama amnesia, kalau boleh tau memang kenapa ya dok? Apa ini ada hubungannya dengan koma Gama yang sekarang?" jelas Adin diakhiri pertanyaannya yang disertai nada khawatir.
"Bisa dibilang iya bu, tapi amnesia yang diderita anak ibu malah membaik dan sembuh, tetapi ada satu kemungkinan bahwa ia melupakan ingatan yang pernah ia ingat saat ia Amnesia, memori yang ia jalin atau yang ia bangun itu akan dilupakan Karena saat ini 50% ia juga menderita Amnesia jadi untuk ingatan baru-baru ini ia tidak akan mengingatnya," jelasnya setelah menarik nafasnya.
"Oh b-begitu yah," Adin lemas mendengar itu, ia takut jika Gama akan membencinya, seperti dulu.
"Dan, apa anak ibu mempunyai fobia?"
Deg
Jantung Andin rasanya seperti berhenti berdetak saat mendengar tebakan Dokter Ren.
"Tadi saat saya ingin memeriksanya, Gama terlihat menghindar dan merasa tak nyaman saat disentuh, dulu anak perempuan saya juga pernah mengalami Haphephobia, ketakuan yang berlebihan terhadap sentuhan dari orang lain, fobia ini termasuk jenis fobia spesifik dan tergolong jarang terjadi. Jika tidak ditangani dengan tepat, haphephobia dapat mengganggu kualitas hidup penderitanya, jadi saran saya lebih baik anda membawa Gama kepsikiater agar diobati secepatnya," jelas dokter Ren diselipi nada khawatir.
"B-baik dok, terimakasih, s-saya permisi," Adin secepatnya pergi dari ruangan dengan keringat dingin, ia duduk dibangku tidak jauh dari ruangan dokter Ren sambil mengatur nafasnya.
Satu menit berlalu dan ia merasa tenang memutuskan untuk kembali keruangan Gama, dibukanya pintu itu dan memperlihatkan Gama yang sedang tiduran setengah duduk memejamkan matanya.
"Gama, mama..."
"Pergi." suruh Gama setelah mendengar suara Adin.
"Kamu belum makan, mama suapin dulu yah," Adin berusaha mendekat namun tertahan oleh bentakan Gama dengan nada dinginnya.
"Silahkan anda keluar dari ruangan ini sendiri sebelum saya berbuat nekat!"
"Maaf Gama," Adin menyesal, akan perbuatannya dulu.
"Maaf anda tidak akan membuat nenek hidup kembali. Tolong anda pergi dari sini dan jika anda tidak sudih membayar biaya rumah sakit tidak usah! Karena saya bisa bayar sendiri." Gama membuka matanya dan menatap tajam Adin yang berdiri didekat pintu.
"Ma-mama akan bayar..., istirahatlah mama pe-pergi dulu," satu tetes air mata Adin dan terus berlomba keluar dari kedua matanya karena tak kuasa menahan sesak didadanya, ia pergi dari ruangan Gama.
Gama menghembuskan nafas panjangnya untuk menghilangkan rasa marahnya, ia sudah ingat akan kejadian 2 tahun silam yang pernah ia lupakan, sekarang ia akan kembali membenci Adin, wanita yang melahirkan dan menghancurkan kebahagiannya.
"Nenek, maaf," gumam Gama sambil menutupi kedua matanya dengan lengan kirinya yang tidak tertusuk jarum infus, ia mengeluarkan air matanya setelah merasa sesak saat ia kembali mengingat memori yang sudah lama menghilang dari ingatannya.
Flashback on.
"Gama, cucu nenek yang hebat, suatu saat nanti kamu pasti lebih hebat dari yang sekarang, semua luka yang kamu terima ini bukan apa apa dibandingkan kebahagiaan yang akan kamu dapat nanti, nenek yakin kamu mampu bertahan sampai akhir takdir kamu nanti," ucap sang nenek sambil mengelus lembut rambut Gama kecil yang tidur dipangkuannya.
"Nek, takdir itu apa?" tanyanya dengan suara seraknya setelah berhenti menangis.
"Takdir itu adalah sesuatu yang mampu membuat hidup kita terbolak balik dalam hal apapun itu, jadi ingat pesan nenek Gama. Ingatlah orang orang yang selalu ada dan bertahan dihidupmu disaat kau ada diatas maupun dibawah, begitupun sebaliknya. Karena mereka, manusia yang waras yang akan mengingat budi dan dendam dikemudian hari pada orang yang berbeda,"
Flashback off
٬x҉
╌╌╌╼⃘۪۪❁⃘̸۪۪⃗╾╌╌╌
Thanks for 11k Nya yahhh
Dont forget to follow guys! Vitahrna_
Minggu, 01-01-23
KAMU SEDANG MEMBACA
EARPHONE 1&2
Подростковая литература"Bluetooth aja bisa nyambung, masa perasaan kita engga?" - Argama Kennanda. "Kalo lo samain gw sama Bluetooth anggep aja nama lo udah terdaftar diperangkat gw. Tapi gw engga ada minat buat sambungin itu. Sama sekali nggak!" - Gradiyna Alexa Hernama...