Eps 4

896 80 6
                                    

Antarez menyusuri jalan dengan mengendarai sepeda motor ninja warna hitam, berkecepatan sedang seraya menikmati semilir angin sepoi-sepoi membelai lembut wajah tampannya.

Tetapi seketika, Antarez terpaksa mengerem mendadak saat ada seorang perempuan tiba-tiba saja berhenti tepat di depan motornya. "Lo lagi lo lagi," marah Antarez untuk yang kesekian kalinya harus bertemu lagi, dengan perempuan berhoodie merah muda itu.

Laki-laki tersebut sudah tak kuasa menahan amarah, ia langsung turun dari atas joke motor, berjalan menghampiri gadis itu yang tengah menunduk ketakutan.

"Mau lo apa sih hah! Demen banget ganggu hidup orang! Kalau mau bunuh diri jangan di jalan, loncat sana ke jurang!" bentak Antarez naik pitam, kata-kata kasar terlontar begitu saja dari dalam mulutnya.

Tidak terdengar jawaban apapun dari perempuan itu, selain linang air mata serta kepala yang tertunduk. Ia merasa begitu takut, dengan bentakan serta raut wajah mengerikan yang Antarez tunjukkan.

"Mbak!" panggil seseorang yang berlari menghampiri mereka berdua, pria tua yang mengenakan baju biru dongker, serta bawahan celana hitam. Tangan kanannya nampak sedang membawa sesuatu.

"Barangnya lupa dibawa," ujar pria tua tersebut memberikan sebuah alat BTE atau behind the ear, sebuah alat yang digunakan untuk membantu pendengaran, yang biasanya digunakan oleh penderita tuna rungu.

Gadis tersebut hanya tersenyum manis seraya menerima benda tersebut, sepertinya, ia telah lupa dan meninggalkan barang yang baru saja dia beli di apotik dekat sana.

Iris mata Antarez sama sekali tidak bisa berhenti menatap sebuah alat khusus yang dipegang oleh perempuan itu, lalu dengan perlahan tatapannya beralih menatap wajah si gadis. Tangan mungilnya begitu fasih memasang alat tersebut pada telinga kanannya.

"Itu punya lo?" tanya Antarez.

Anak itu mengangguk sebagai bentuk jawaban 'ya' dari pertanyaan Antarez.

"Jadi itu alasan lo kenapa selalu menulis di sesuatu kertas, dan nggak mengerti apa yang gua ucap?" tanya Antarez sekali lagi, dan dibalas anggukkan olehnya.

"Cih," decak Antarez mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, dia merasa kesal terhadap dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia memarahi seorang anak yang ternyata tidak bisa berbicara maupun mendengar.

"Gu-gua, gua minta maaf," pinta Antarez sedikit malu saat mengatakan tiga kalimat itu.

Kening perempuan itu berkerut, "untuk apa?" tanyanya menggunakan bahasa isyarat.

"Gua minta maaf sudah berlaku buruk sama lo."

"Iyah nggak kenapa-kenapa kok," balasnya dengan bahasa isyarat menggunakan kedua tangannya. Mata gadis itu menyipit karena tersenyum.

"Hm," batin Antarez merasakan sedikit rasa senang di dalam hatinya, kalau boleh jujur, senyuman dari perempuan itu ternyata manis juga.

Sebuah buku catatan kecil ia keluarkan dari dalam tas selempang nya yang terdapat gantungan anak ayam, sekali lagi dia harus menuliskan sesuatu di atas selembar kertas putih itu, agar bisa berinteraksi dengan orang lain.

"Perkenalkan, nama aku Aqila Ardelia Putri, panggil aja Aqila, salam kenal :)," tulisnya dan diakhiri emot senyum pada akhir kalimat.

"Hm, gua Antarez," balas Antarez.

"Lo ngapain masih berkeliaran di sini? Gak pulang?" tanya Antarez.

Kepala Aqila menggeleng-geleng beberapa kali, "aku nunggu angkot," tulisnya.

"Gak ada angkot jam segini, gua anterin lo pulang aja yah?" tawar Antarez.

"Enggak, kata Mama Aqila, Aqila gak boleh ikut sama orang yang gak aku kenal," tulis Aqila menolak.

"Gak lo kenal? Lah, kita kan baru aja kenalan barusan, kalau lo emang takut sama gua, ngapain lo sampai bela-belain datang ke sekolah gua cuman mau kasih coklat?"

Aqila termenung sesaat, sebelum pada akhirnya tangan gadis itu langsung digandeng oleh Antarez menuju motor. "Lo gua anterin pulang, gua gak suka ditolak orangnya," ucap Antarez.

"Nih, pakai jaket gua, motor gua tinggi," sambung Antarez memberikan jaket LEOPARD kepada Aqila, untuk menutupi tubuh area bawahnya, Antarez tidak mau kalau sampai nanti bagian tubuh Aqila dilihat orang lain, karena joke motornya yang tinggi.

Akhirnya, Antarez pun mengantarkan Aqila menuju rumahnya, dengan berbekal alamat yang sudah gadis itu tulis di sebuah kertas.

Sesampainya di sana, Antarez cukup dibuat terkejut dan juga bingung. "Panti asuhan?" batin Antarez membaca sebuah tulisan yang terdapat di dekat pagar.

"Aqila, ini rumah lo?" tanya Antarez masih dengan perasaan terkejut, dan dibalas anggukan kepala olehnya.

"Dia tinggal di panti asuhan?"

"Aqila sayang kamu sudah pulang, Mama khawatir banget sama kamu, katanya cuman main sebentar," seorang wanita sedikit tua, berjalan ke arah Aqila dan memeluknya.

"Maaf Ma, sudah bikin Mama khawatir," balas Aqila menggunakan bahasa isyarat.

"Iyah sayang, tidak apa-apa," ujar wanita tersebut juga menggunakan bahasa isyarat untuk menanggapi jawaban Aqila.

"Eh ini?" sambungnya baru menyadari keberadaan Antarez disisinya.

"Saya Antarez Bu," balas Antarez sopan, mencium punggung tangan wanita tersebut.

"Owh, kamu yang sudah nganterin Aqila pulang yah? Makasih banyak yah nak."

"Iyah Bu sama-sama," jawab Antarez.

"Ma, Aqila mau pergi ke dalam sebentar yah!" ucap Aqila dengan bahasa isyarat.

"Iyah," angguk wanita tersebut mengelus lembut kepala Aqila.

"Permisi Bu, apa boleh saya bertanya sesuatu?" tanya Antarez selepas kepergian Aqila dari sana.

"Iyah nak mau tanya apa?"

"Aqila, ini beneran tempat tinggal dia Bu? Dan kalau boleh saya tahu, kenapa anda dipanggil Mama sama Aqila?"

"Ah iyah, ini memang benar tempat tinggal Aqila. Dia panggil saya Mama, karena saya yang sudah membesarkan Aqila dari kecil di panti asuhan ini," balas wanita itu.

"Aqila adalah anak yang malang nak, dahulu saya menemukan dia sewaktu bayi, terletak di dalam kardus yang ditaruh di depan gerbang panti asuhan. Sejak saat itu saya bertemu dengan Aqila, entah siapa yang tega meninggalkan seorang bayi sendirian malam-malam."

"Ketika Aqila mulai tumbuh menjadi anak-anak, saya mulai paham kenapa orang tuanya menelantarkan dia, Aqila tumbuh tidak sama seperti teman-teman dia yang lain. Aqila adalah anak yang spesial, dia tidak bisa mendengar ataupun berbicara," pungkasnya setelah selesai menjelaskan semuanya.

"Ternyata takdir gua dan dia tidak jauh berbeda," batin Antarez tersenyum smirk, mereka berdua sama-sama anak broken home yang disakiti oleh orang-orang terdekat. Hanya bedanya, Antarez masih bisa bertemu dengan sesosok pria yang kerap dia sebut Papa. Tidak, mungkin monster lebih tepatnya.

"Owh begitu yah Bu, mmm kalau begitu saya pamit pulang dulu yah Bu," ucap Antarez.

"Iyah nak silahkan, sekali lagi makasih banyak yah sudah mau nganterin Aqila pulang."

"Iyah Bu sama-sama, saya permisi assalamualaikum!" salam Antarez.

°•••[KING]•••°

KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang