"Jangan menekan dirimu terlalu sering."
-Zavian Narendran Adhi-
*******
"Diputusin Bapak mu, ditinggalin Bapak mu jangan curhat dengan ku no komen aku. No komen itu sih derita lo, masa bodoh gak mau tahu," senandung Garuda berjalan beriringan bersama Zavian di koridor sekolah.
"Perasaan liriknya gak gitu deh Da," heran Zavian, seperti merasa ada yang aneh dengan lagu yang Garuda nyanyikan.
"Betul Za, lo nya aja yang gak tahu," balas Garuda.
Zavian merespon malas jawaban dari Garuda, ia tahu kalau lirik yang anak itu nyanyikan tidak benar. Hanya saja dia sudah salah menanyakan hal tersebut kepada manusia otak separuh seperti Garuda, bukannya bener malah makin sesat.
Garuda dan Zavian yang semula hanya berdua saja berjalan di koridor sekolah yang sepi, sekarang tidak sendirian lagi selepas kedatangan tiga orang siswa laki-laki kelas sepuluh dari arah berlawanan.
"Eh bro ada adik kelas," bisik Zavian kepada Garuda.
"Hm, sok cool dulu gak sih," balas Garuda sudah siap dengan aura jual mahalnya, remaja itu nampak percaya diri setelah merapikan kerah bajunya.
Selangkah demi selangkah mulai mengikis jarak di antara mereka, dan akhirnya kelima anak itu berdiri berhadapan.
"Eh lo yang namanya Garuda kan?" celetuk salah satu siswa kelas sepuluh yang memiliki proporsi tubuh tinggi, bahkan sedikit lebih tinggi dari Garuda dan Zavian.
Sontak mendengar namanya disebut seperti itu oleh adik kelas, Garuda dengan cepat-cepat memeriksa bet kelas mereka. Sebuah angka romawi 'X' yang mengartikan kelas sepuluh.
"Woy asu, cangkem mu iku loh jogoen!" umpat Garuda merasa marah.
Artinya: woy dasar, punya mulut itu dijaga!
"Asu apaan Jer?" bisik anak yang memiliki tubuh sedikit lebih pendek, bertanya kepada Jefri—temannya.
Info: Asu artinya cari sendiri di google.
"Mana gue tahu," balas Jefri mengangkat kedua bahunya.
"Asu itu kucing," sahut Zavian sempat mendengar pertanyaan antar dua anak tersebut.
"Owh kucing," respon kedua siswa kelas sepuluh itu bersamaan.
"Lah kok Reo dipanggil kucing sih sama dia? Emang Reo binatang?" bingung mereka sembari melihat ke arah temannya yang bertubuh tinggi tersebut.
"Mungkin karena Reo cute, makanya dipanggil asu sama Bang Garuda," pikir Jefri.
"Kalau iyah, gue juga mau dipanggil asu, gue kan anaknya cute," ujar siswa bernama Dava.
Mendengar reaksi tak terduga dari mereka berdua, sempat ada rasa bersalah muncul dibenak Zavian. "Gue sudah menodai kepolosan anak orang," batin Zavian.
"Gue mau gabung di klub sepak bola SMA Darmawangsa," ujar Reo ditujukan kepada Garuda, ia mendapat informasi kalau Garuda adalah teman dekat Antarez sekaligus anggota inti tim sepak bola.
"Haa? Raimu iku loh nggateli, minimal sama kakel yang sopan, emang bapak lo yang punya sekolah?" balas Garuda masih dengan perasaan kesal.
Artinya: wajah mu itu loh menjengkelkan.
"Bukannya Papa Reo emang kepala sekolah sini yah?" bisik lagi Jefri kepada Dava.
"Udahlah Da jangan diladenin, eh lo! Kalau emang butuh sesuatu sama Kakak kelas yang baik ngomongnya, Garuda kenal lo aja nggak main panggil namanya. Ngerasa keren lo begitu?" sahut Zavian.
"Gue cuman mau gabung di klub sepak bola kalian, emang gue salah? Gue mau tahu sehebat apa skill juara nasional tim anak Darmawangsa," balas Reo remeh.
"Ck, lo nantang?" geram Garuda.
"Iyah, kalau tim gue menang, lo harus terima kita sebagai anggota baru. Dan kalau kita kalah, hukumannya terserah kalian," ucap Reo.
"Oke, gue terima tantangan songong lo, kumpulin tim lo di lapangan sekarang, kita bakal nyusul," jawab Garuda lalu segera pergi sembari menarik lengan Zavian.
"Reo! Yang bener aja lo, kalau nanti kita kalah gimana?" cemas Dava.
"Hah tenang aja, tim kita pasti menang," jawab Reo enteng. "Hanya ini satu-satunya cara kita, bisa melawan kapten tim mereka, jangan buat gue malu."
"O-oke," balas Jefri dan Dava.
"Kumpulin anak-anak sekarang! Sebentar lagi mau tanding," titah Reo dan segera dilaksanakan oleh mereka.
*********
Garuda bersama Zavian berjalan dengan langkah kaki cepat menuju ke kelas sebelas bahasa dua, untuk menemui Antarez.
"ANTAREEEEZZZ!!!!" teriak Garuda menggelegar sembari masuk ke dalam ruangan, melihat laki-laki yang tengah dia cari sedang sibuk bermain game online sambil memakai headphone yang menutup kedua telinganya.
Antarez duduk santai di kursi dekat jendela kelas yang terbuka, merasakan silir angin sepoi-sepoi.
"Antarez!" panggil Garuda sekali lagi sembari menggebrak meja di depan anak itu, ia paham kalau sekali pakai headphone mau lo teriak kenceng-kenceng sampai pita suara putus gak bakal denger.
"Ck, apa?" risih Antarez melepaskan headphone abu-abu tersebut dari kepala, dan mengalungkannya di leher.
"Gue tahu lo lagi sibuk main game, tapi ini jauh lebih penting daripada game," ujar Garuda.
"Hah?" bingung Antarez menautkan kedua alisnya, sama sekali tidak mengerti perkataan Garuda. "Lo ngomong apa sih?"
"Kita di tantang adik kelas Rez, kita harus lawan mereka, sebagai kakak kelas kita mesti tunjukkan kemampuan kita!"
"Bener kan Za!" pungkas Garuda menoleh ke arah Zavian.
"Yah bener! Kita gak boleh kalah sama mereka Rez," tambah Zavian.
"Males ah, buang-buang waktu gue aja. Mainan gak jelas," malas Antarez hendak memasang kembali headphone tersebut di kepalanya.
"Mereka nantang kita tanding sepak bola," namun, setelah mendengar kata-kata dari Garuda, seketika tangan Antarez berhenti.
"Gue tahu lo suka sepak bola, lo gak akan biarkan mereka remehin tim kita kan Rez? Apalagi lawan kita adik kelas sendiri," sambung Garuda.
"Ayo!" ucap Antarez terdengar dingin, lalu berjalan pergi keluar kelas mendahului Garuda dan Zavian. Antarez memang tidak menyukai siapapun yang berani mengusik ketenangannya, apalagi soal hal-hal yang ia sukai, sepak bola salah satunya.
"Yess, ayo Za kita susul dia!" senang Garuda akhirnya bisa membujuk Antarez.
"Tapi Da, tim kita gimana? Masa cuman tiga anak? Anak-anak futsal jam segini sudah pada pulang semua," tanya Zavian mencemaskan soal jumlah anggota timnya nanti.
"Santai aja Za, tiga sudah lebih dari cukup, lagipula kita punya Antarez. Nanti juga bakalan dia yang bantai habis kroco-kroco songong itu, kita pemain figuran mah nyantai aja," balas Garuda tidak masalah.
"Oke," balas Zavian dan bergegas menyusul Antarez menuju lapangan sepak bola.
╚═════KING══════╝
KAMU SEDANG MEMBACA
KING
Teen Fiction[Sequel dari cerita brother konflik, pastikan baca brother konflik dulu supaya lebih paham alur ceritanya] Raja tanpa mahkota, mungkin itu adalah kata yang tepat bagi seorang Antarez Putra Kasela. Dia bukan dari kalangan bangsawan, hanya seorang rem...