Eps 23

720 57 89
                                    

"Yah, aku membencinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Yah, aku membencinya."

********

Di depan gerbang hitam kediaman Kasela, manik elang Antarez dapat melihat banyak sekali mobil yang terparkir di teras rumahnya. Orang-orang berbadan kekar dengan seragam loreng-loreng melekat gagah di tubuh mereka, sepertinya Tuan Agral tengah mengadakan pertemuan antar anggota TNI di sana.

Antarez tidak perduli dengan hal itu, ia melangkah masuk dengan ekspresi datar seperti biasa. Langkahnya tetap santai, walau sepanjang perjalanan puluhan pasang mata tertuju kepada dirinya.

Hingga sampailah pada depan pintu rumah, langkahnya terhenti ketika seorang laki-laki memanggil namanya. "Hai Antarez," sapa pria bersuara berat itu.

"Iyah Om," balas Antarez kepada Pak Bara, teman dari Tuan Agral.

"Bagaimana kabarmu? Sudah lama kita tidak bertemu, dan kau sudah sebesar ini," ujar Pak Bara.

"Kabar saya baik Om," balasnya singkat, Antarez ingin cepat-cepat mengakhiri perbincangan membosankan ini, sebab ia tahu bagaimana sebenarnya sikap pria tersebut.

"Owh, oh yah bagaimana dengan sekolah mu? Saya dengar-dengar kamu berhasil meraih gelar bintang sekolah. Lumayan bagus."

"Apa kau tahu, Minggu lalu anak saya juga mendapat gelar bintang sekolah di sekolahnya, dan tadi barusan saja, saya diberi kabar kalau dia memenangkan juara satu cerdas cermat. Dia memang tahu bagaimana cara membanggakan orang tuanya," sambung Pak Bara tersenyum bangga.

Inilah sifat yang Antarez maksud, dia tidak menyukai Pak Bara yang selalu saja mencoba membandingkan-bandingkan dirinya dengan anaknya, menyebut semua gelar yang ia punya sampai-sampai Antarez dibuat muak.

"Apakah ini tujuan Om datang ke rumah saya, hanya untuk memamerkan gelar anak anda?" ucapnya.

"Saya ikut senang jika anak Om berhasil memenangkan kejuaraan, tapi alangkah baiknya jika anda menyimpan kebanggaan itu sendiri," pungkas Antarez dingin.

"Saya permisi dulu," pamit Antarez lalu berbalik badan, kaki kanannya terangkat hendak melangkah pergi.

"Apa kau iri?" sahut Pak Bara membuat anak itu mengurungkan niatnya, Antarez berdiri di tempat, kemudian berbalik arah menghadap pria tersebut.

"Saya yakin kau iri dengan prestasi anak saya, dia pintar, sopan, dan tidak bergabung dalam geng motor jalanan," pungkas Pak Bara dan diakhiri dengan senyuman sinis.

"Tama dididik sangat baik oleh saya dan Ibunya, istri saya selalu memperhatikan dia dengan penuh kasih sayang, jadi wajar kalau dia menjadi pribadi yang penurut. Bagaimana dengan mu Antarez? Apa kau sudah pernah bertemu dengan Ibu mu lagi setelah perceraian itu?"

//PAK//

Reflek tangan Antarez langsung menampar keras wajah Pak Bara, sampai membekas merah di pipi kirinya.

"Saya selalu diam karena saya menghormati anda, tapi untuk sekarang sudah terlewat batas," tekan Antarez disertai sorot mata tajam.

Dari kejauhan terdengar suara derap langkah seseorang yang tengah berlari menghampiri mereka berdua, ternyata dia adalah Tuan Agral, Papa kandung dari Antarez.

"Ada apa ini?" tanya Tuan Agral, namun kedua manusia itu hanya diam. Ia melihat raut wajah kesal Pak Bara masih memegang pipi kirinya yang membekas merah.

"Pak Bara," panggil Tuan Agral kepada pria tersebut.

"Saya pergi dulu," cetus Pak Bara dengan alis tertekuk, lalu berbalik badan dan berjalan pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun.

Selepas kepergian Pak Bara, pandangan Tuan Agral langsung berpindah pada Antarez yang berdiri di samping tubuhnya. Tuan Agral terlihat marah, tanpa pikir panjang menarik lengan anak itu dengan paksa, menyeretnya menuju ke suatu tempat. "Ikut saya!"

Di dalam kamar Antarez, Tuan Agral menghempaskan kasar genggaman tangannya, membuat tubuh Antarez sedikit terdorong ke belakang. //BRAK// pintu terbanting sangat kencang.

"Katakan kepada saya, apa yang telah kau lakukan kepada Pak Bara?" ucap Tuan Agral, pelan namun tajam.

"Dia yang memulai duluan Pa," balas Antarez tidak berani menatap wajah sang Papa. Pandangan laki-laki itu tetap menunduk, ke arah lantai.

"Saya ulangi sekali lagi, apa yang telah kau lakukan kepada Pak Bara?" tanya Tuan Agral sekali lagi, semakin menekan nada bicaranya.

"Menam-"

//BUGH//

Belum sempat Antarez menyelesaikan kalimatnya, pukulan keras langsung Tuan Agral suguhkan kepada wajah putranya. Darah segar mengalir keluar dari dalam hidung Antarez, goresan luka merah kebiruan terukir jelas pada ujung bibirnya.

"KENAPA KAU BERANI MELAKUKAN HAL ITU! SUDAH SAYA KATAKAN BERULANG KALI, JANGAN MEMBUAT SAYA MALU!!!" bentak Tuan Agral tepat pada muka Antarez.

"Tapi aku hanya membela diri Pa," jawab Antarez masih menunduk.

Kepalanya kembali terangkat dengan kondisi rambut acak-acakan, untaian senyum kaku tergambar pedih di bibir anak itu. "Dia mengatakan kalau aku tidak mempunyai Bunda, Antarez hidup tanpa adanya kasih sayang orang tua. Aku hanya tidak terima dengan kata-kata itu Pa," sambungnya.

"Tapi... dengan cara Papa memukul ku tadi, itu sudah cukup membuktikan kalau ternyata ucapan Pak Bara memang benar," pungkas Antarez.

"Kau!" sahut Tuan Agral marah, sembari mengangkat tangan kanannya.

"Pukul Antarez Pa!" lirih Antarez sebab melihat tangan sang Papa berhenti, mematung di tempat. "PUKUL!"

"PUKUL ANTAREZ SEPUAS YANG PAPA MAU!" bentaknya dengan aksa berwarna merah, bendungan air mata semakin terasa ingin jatuh saja dari dalam kelopak matanya. Entahlah, sudah berapa kali ia harus dibuat menangis oleh pria itu.

"Pukul aku sampai mati, Papa pernah mengatakan kalau aku anak pembawa sial dan selalu membuat Papa malu bukan? Lalu kenapa, tidak bunuh saja aku sekarang?"

"Pada akhirnya Papa tetap sama seperti semua orang, kalian hanya menyayangi Antariksa! Kalian hanya menyukai anak brengsek itu daripada gua!"

"Lalu kenapa kalian harus biarkan gua lahir ke dunia ini! Kenapa gak bunuh gua aja waktu gua masih kecil! KENAPA PA!"

Tuan Agral tertegun, Antarez benar-benar marah saat ini. "Saya akan urus kamu lagi nanti," dinginnya lalu membuka pintu kamar dan keluar.

"AHHHH!!!" teriak Antarez meluapkan emosi nya, menendang sebuah cermin besar sampai benda itu jatuh dan pecah. Anak itu duduk meringkuk di atas lantai, dengan ribuan pecahan kaca mengelilingi tubuhnya.

Setangkai bunga Aster ia keluarkan dari dalam saku celana, sebulir air mata jatuh mengenai salah satu kelopak bunga tersebut. "Maafkan gua Oza, gua sudah bohong sama lo," ujar Antarez menyebut nama anak kecil yang telah memberikan bunga itu pada dirinya.

"Nyatanya gua benci sama dia."

°•••[KING]•••°

KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang