Eps 18

645 50 46
                                    

Di tempat perpustakaan SMA Darmawangsa, bapak Saiful guru bahasa Indonesia yang sedang bertugas di kelas sebelas Bahasa 2, meminta kepada anak muridnya untuk pergi ke perpustakaan. Hari ini, materi pembelajaran mereka adalah tentang pentingnya literasi.

Jadi, setiap anak minimal harus meminjam satu buku di perpustakaan, lalu diminta untuk menyimpulkan serta memberikan sebuah tanggapan mengenai sebuah buku yang sudah mereka baca.

"Aaahh surganya gua banget nih, gua sudah hapal semua rak-rak mana yang simpan buku-buku bagus," ujar Manda sangat bersemangat, ia senang ketika indra penciumannya membau aroma-aroma buku yang begitu khas tersebut. Bahkan mengalahkan wewangian parfum mahal sekalipun, itulah pikir Manda si kutu buku.

"Lo mau pinjem buku berapa Man?" tanya Rasya saat melihat Manda sibuk memeriksa buku-buku di rak-rak besar.

"Sepuluh," balas Manda sambil sibuk membaca sebuah buku yang ia pegang.

"Bangke, yang bener aja lo? Kan kata penjaga perpustakaan maksimal cuman bisa pinjem tiga," ujar Rasya.

"Kita ajak dua anak lagi, lo pinjem tiga, gua sama mereka juga, beres kan?"

"Asem, hyper bener lo kalau soal buku, suka boleh tapi jangan ngajak-ngajak gua juga kali. Gua satu buku aja sebulan belum tentu kelar, mau tiga buku," sebal Rasya menghadapi teman kutu bukunya itu.

"Buku itu jembatan ilmu sayang," sahut Manda.

"Elah, sok asik lu neng, lo sering baca buku tapi jarang dapat bagus tuh nilai ulangan lo. Malah mata bengkak gara-gara nangis mulu yang ada," nyinyir Rasya.

"Ish, itu karena ayang fiksi gua meninggal Rasya, hati gua tuh terlalu rapuh buat baca cerita mengandung bawang," balas Manda dramatis.

"Bawang-bawang, lo kata telor dadar dikasih bawang. Eh, lo kan demen banget tuh baca buku, gua mau dong beberapa rekomendasi."

"Pasti ada dong, gua punya buanyak banget i-"

"Sad ending, gua mau yang sad ending," ujar Rasya membuat perkataan Manda berhenti seketika.

"WHAAT!!!" teriak Manda terkejut bukan main. "Kenapa harus sad ending Rasya, kenapa? Kenapa harus memilih penderitaan kalau ada pilihan kebahagiaan, jangan buat mata mu sakit Rasya. Mending kayak gua aja yah, tim happy ending oke?" sambung Manda setelah menggoyang-goyangkan bahu gadis tersebut.

"Gak asik happy ending, lebih seru sad ending, lebih kena rasanya," balas Rasya menolak, untuk saat ini dia tidak bisa sefrekuensi dengan Manda.

//PAK//

"Gua tampol lagi lu ye!" geram Manda seusai menampar pipi mulus Rasya.

"Kalian berdua yang ada di sana! Jangan berisik! Ini perpustakaan bukan lapangan!" tegur si penjaga perpustakaan.

********

Bagian belakang perpustakaan dekat rak yang berisi buku-buku komik, serta buku-buku sejarah yang sangat super tebalnya. Di sana, ada Antarez, Garuda, juga Sean yang sibuk memilih-milih buku untuk diri mereka masing-masing.

"Kira-kira buku yang cocok buat gua apa yah?" ucap Garuda masih belum bisa menemukan pilihannya.

"Buku tentang kisah neraka dan siksaannya, kayaknya cocok deh buat lo Da, biar tobat," sahut Sean cengengesan.

"Enak aja mulut lo kalau ngomong, main asal ceplos!" sebal Garuda, "gini-gini gua juga anak alim yah, lo gak tahu aja setiap malam gua selalu sholat tahajud."

"Masya Allah, sungkem suhu," Sean menyatukan kedua telapak tangannya, sembari sedikit menundukkan kepala kepada Garuda.

"Iyah, alhamdulilah. Nih Sean, gua nemu buku cara cepat bisa bahasa Korea, katanya cita-cita lo mau kuliah di sana, pinjem buku ini aja," ujar Garuda sembari menunjukkan kamus bahasa Korea di antara himpitan buku di rak.

"Gak perlu Da, gua sudah hafal bahasa Korea, fasih banget gua," balas Sean membusung dada.

"Halah, yang bener lo? Coba-coba gua mau denger, sekalian ngetes lo juga."

"Oke," jawab Sean mantap, dan tak sabar ingin menunjukkan kebolehannya.

"Ohayou onee-chan, ara-ara dattebayo," ujar Sean langsung mendapatkan stempel jari lima dari Garuda. //PLAK//

"Itu Jepang goblok! Bukan Korea!" timpalnya marah.

"Korea tuh kayak gini nih, sawadikap."

//BUGH// sekarang bergantian, punggung Garuda terasa panas setelah mendapatkan pukulan maut dari Sean. "Itu Thailand Bambang, sok-sokan mau ngajarin gua padahal diri sendiri juga tolol!" balas maki Sean.

"Kampret, perasaan gua nabok pipi lo gak kenceng-kenceng amat," Garuda meringis seraya menggosok-gosok punggungnya yang masih terasa sakit.

Berjarak dua rak buku saja dari tempat Sean dan Garuda berada, Antarez berdiri sendirian, tangannya bolak-balik mengambil serta menaruh, masih belum ada buku yang bisa membuat anak itu tertarik.

"Ck berisik banget sih," decak Antarez karena sedari tadi kedua telinganya diributkan oleh suara Garuda dan Sean yang tiada hentinya.

"Haah," menghela napas panjang, "gua harus baca buku apa, lagian, ada-ada aja tugas beginian," sebal Antarez. Dia adalah tipe anak yang lebih suka menonton film daripada membaca buku, kalaupun terpaksa dia akan mencari jenis buku yang gak terlalu ribet juga halamannya dikit. Tapi hingga sekarang, jenis buku yang ia inginkan itu, belum juga ditemukan.

"Eh," manik mata Antarez merasa tertarik kepada salah satu buku yang berjudul belajar bahasa isyarat, tangan Antarez terangkat untuk mengambil buku tersebut dari dalam rak.

"Ini," secara bersamaan seketika pikiran Antarez langsung tertuju kepada seorang gadis, dan membuat pikirannya kembali terseret pada ingatan waktu itu.

-Flash back-

Aqila merasa terkejut dengan posisi tubuhnya masih dipeluk hangat oleh Antarez, di tengah derasnya air hujan Aqila tidak tahu lagi harus berbuat apa. Payung hitam sebagai tempat berteduh mereka berdua, laki-laki itu menyandarkan kepalanya pada bahu sebelah leher Aqila.

Semesta seakan berhenti, jarum detik waktu membeku.

Aqila menepuk pundak Antarez, dan mulai melonggarkan pelukannya. Gadis itu lalu menarik lengan Antarez, mengajak dirinya untuk duduk di sebuah kursi halte bus.

"Kamu kenapa? Kamu ada masalah?" tanya Aqila yang ia tulis di sebuah buku catatan.

Antarez memilih tidak menjawab, remaja tersebut tetap diam dengan senyum kecutnya.

"Kalau ada masalah, sini cerita aja sama Aqila. Jangan hujan-hujanan gitu nanti sakit," tulisnya sekali lagi, sekarang wajah murung itu terlihat kembali tersenyum manis.

Jari-jemari Aqila meraih telapak tangan Antarez, dan menaruh sebuah coklat di atasnya. "Dimakan yah coklatnya, kata Mama kalau lagi sedih makan coklat moodnya bisa senang lagi," tulis Aqila.

"Kalau begitu, aku pulang dulu yah, semangat Antarez, jangan sedih lagi yah!" ucap gadis tersebut menggunakan bahasa isyarat, dan diakhiri dengan lambaian tangan. Ia pun pergi dari hadapan laki-laki itu karena langit sudah kembali cerah.

Antarez melihat punggung Aqila yang mulai menjauh, cukup lama ia memperhatikan gadis tersebut. Juga tak lupa dengan sebuah coklat yang masih berada di atas telapak tangannya, "hm, thanks Aqila," ucap Antarez tersenyum simpul.

-Flash back off-

"Mungkin gua akan pinjam buku ini," ujar Antarez seusai mengingat kembali peristiwa manis tersebut, sekarang hatinya telah memilih untuk mengambil buku tersebut.

*********

"Kalau bukan dari ucapan, izinkan gua membuktikan melalui perbuatan. Untuk menunjukkan kesungguhan gua dalam benar-benar memperjuangkan lo."

-Antarez Putra Kasela-

°•••[KING]•••°

KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang