"Sedikit terkejut, ternyata akhirnya sama saja. Kita menjadi seasing ini sekarang, obrolan waktu itu hanya angin lalu tak berharga."
********
Sepulangnya dari sekolah, Antarez telah mempersiapkan semuanya tentang rencana apa saja yang akan dia lakukan nanti bersama Aqila. Padahal sebelumnya ia tidak pernah seperduli ini kepada seseorang, terutama perempuan. Dia mengkhawatirkan segala hal yang bahkan belum terjadi, anak itu dibuat overthingking dengan pikirannya sendiri.
Seisi kamar yang semula rapi sekarang berantakan bak kapal pecah, baju berserakan dimana-mana memenuhi tempat tidur serta lantai.
"Sial, padahal gue nggak pernah seribet ini soal penampilan!" kesal Antarez mengacak rambutnya gusar, ini sudah yang ke lima kalinya ia berganti pakaian. Namun belum ada yang dirasa cocok hingga sekarang, lemarinya benar-benar hampir kosong.
"Ck, kenapa gue harus khawatir? Lagipula ini cuman jalan biasa kan, nggak ada yang istimewa juga," gumam Antarez menatap pantulan wajahnya pada cermin, lalu mengedarkan pandangannya ke seluruh bagian kamar.
Sudut bibir Antarez menyungging smirk, dan memilih untuk merebahkan tubuhnya ke atas kasur dengan lengan kanannya menutupi kening, serta tatapan yang menerawang jauh ke langit-langit atap.
Kepingan-kepingan memori, tentang bagaimana paniknya dirinya tadi ketika berusaha memilih pakaian apa yang pantas untuk ia kenakan nanti. Berputar seperti video bergilir dalam otak Antarez, mereka tidak memiliki hubungan spesial, bahkan pertemuan pertama mereka pun bisa dibilang sangatlah buruk.
Antarez tertawa renyah, suaranya menggema memenuhi seisi ruangan. Ini lucu, sangat lucu. "Lo sudah buat gue gila Aqila, ya gue gila karena lo," jujur Antarez tidak bisa melepaskan wajah manis gadis itu sedetik pun dari pikirannya, bahkan sekarang ia dibuat haus akan senyumnya.
"Obat apa yang harus gue minum sekarang? Kalau solusinya hanya harus bertemu dan bertatap muka langsung sama lo."
Antarez kembali bangkit dari tempat tidurnya, memutuskan mengenakan setelan baju yang biasa ia kenakan. Manik mata elang menghunus datar pada cermin, lalu perlahan digantikan oleh lengkungan senyum manis.
"Apa lo tahu, apa resikonya membuat orang seperti gue jatuh cinta Aqila?" ucap Antarez bertanya pada bayang cermin panjang tersebut.
Antarez tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung, benar kaya namun miskin dalam kasih sayang. Ketika anak broken home seperti dirinya yang masih membutuhkan bahkan mengemis belaian kasih dari seseorang, sekarang berani menaruh perasaan pada gadis?
Memang apa yang akan perempuan itu dapatkan, dari lelaki yang bahkan belum berdamai dengan masa lalunya sendiri? Andai kalian tahu, sehitam apapun langit ketika hujan, pelangi bersama hangatnya sinar matahari pasti akan menyambut setelahnya.
Sekelam apapun masa lalu yang dimilikinya, Antarez akan berusaha membuat kebahagiaan sebanyak mungkin, hingga purnama dibuat iri karena senyum abadi yang berhasil laki-laki itu ukir pada bibir wanita tercintanya.
********
Setelah selesai bersiap-siap, ia bergegas keluar dari dalam kamar menuju pintu rumah.
"Den Antarez, tumben rapi banget pakaiannya," ujar Bi Rina menyaksikan anak majikannya itu yang hendak keluar, berdiri di depan pintu.
"Mau ketemu temen Bi," balas Antarez menoleh kepada Bi Rina.
"Owalah temen, tapi wangi bener ya Den. Hehe, temennya pasti cewek nih," tebak Bi Rina sempat melihat rona merah pada pipi Antarez.
"Santai aja Den, nggak perlu malu-malu begitu. Bi Rina dulu waktu di kampung juga pernah begini sama suami, cuman suasananya agak beda sedikit. Bukan ke mall, cafe atau tempat-tempat mewah begitu macam orang kota, dia mah mana ada duit," ucap wanita paruh baya tersebut mulai menceritakan pengalamannya.
"Saya dulu diajak jalan-jalan keliling kampung, lewatin sawah sambil lihat sunlight."
"Sunset kali Bi, sunlight mah sabun cuci piring," celetuk Antarez membenarkan lalu tertawa kecil.
"Oh iya, itu maksud saya! Maklum Den bukan orang Inggris," balas Bi Rina.
"Saya pergi dulu ya Bi, assalamualaikum!" pamit Antarez dan membuka pintu rumah.
"Iya Den, hati-hati!" balas Bi Rina menyaksikan pintu tersebut kembali tertutup.
Di luar kediaman, Antarez segera masuk ke dalam mobilnya yang sudah disiapkan di teras rumah, lalu bergegas berangkat menuju tempat asuhan menemui Aqila.
*********
Di tempat panti asuhan.
"Aduh anak gadis Mama cantik banget hari ini," ucap Ibu panti asuhan menggunakan bahasa isyarat, kepada seorang gadis yang tengah duduk di depan rumah. Penampilannya sederhana namun menawan, make up tipis yang ia kenakan semakin menambah aura kecantikannya.
"Mama bisa aja," balas Aqila dengan bahasa isyarat, bahkan matanya pun ikut tersenyum karena malu.
"Haha, iya. Eh itu, kayaknya orangnya udah dateng," ucap Ibu panti sembari menunjuk ke arah seberang jalan, terlihat mobil putih berhenti di sana dan disusul dengan kemunculan seorang remaja.
Pupil mata Aqila membesar, ketika sosok itu muncul di hadapannya. Sudah lumayan lama mereka tidak bertegur sapa, dan sekalinya bertemu langsung dalam keadaan seperti ini.
Aqila berjalan beberapa langkah, menghampiri Antarez yang sudah sampai di depan pintu panti asuhan. Ia bisa menyaksikan tatapan Antarez yang sedikit terkejut ketika melihat penampilannya.
"Kenapa? Aku kelihatan jelek ya?" tanya Aqila menggunakan bahasa isyarat, ia merasa takut kalau Antarez tidak menyukainya. Bahkan ia memeriksa pakaiannya beberapa kali, mencoba mencari tahu dimana yang salah.
"Nggak kok," geleng Antarez tersenyum, semakin mengikis jarak di antara mereka berdua. Tanpa menuliskannya di kertas pun, Antarez bisa paham sedikit-sedikit tentang apa yang baru saja Aqila katakan.
"Lo cantik," sambungnya seraya menyelipkan sehelai rambut ke belakang telinga Aqila.
KAMU SEDANG MEMBACA
KING
Teen Fiction[Sequel dari cerita brother konflik, pastikan baca brother konflik dulu supaya lebih paham alur ceritanya] Raja tanpa mahkota, mungkin itu adalah kata yang tepat bagi seorang Antarez Putra Kasela. Dia bukan dari kalangan bangsawan, hanya seorang rem...