Malam harinya, di kediaman Antariksa.
Laki-laki itu sedang makan malam bersama sang Bunda—Nyonya Mawar di ruang makan. Tak cukup banyak obrolan yang mereka mulai, saat ini hanya suara dentingan sendok lah yang mengisi suasana.
"Antariksa, Bunda dengar kamu baru saja mengikuti lomba olimpiade nasional, bagaimana hasilnya?" tanya Nyonya Mawar, seketika sesendok nasi yang hendak masuk ke dalam mulutnya pun tertunda.
"Mmm hasilnya aku belum tahu Bunda, mungkin besok," jawab Antariksa gugup, ia terpaksa berbohong kepada wanita itu. Padahal, hasil pemenang dari perlombaan tersebut sudah diumumkan, dan piagam yang telah Antariksa dapatkan harus ia buang ke tempat sampah.
"Owh, yaudah kalau begitu, Bunda yakin anak kesayangan Bunda pasti dapat juara satu," ucap Nyonya Mawar tersenyum bangga, mengingat Antariksa adalah anak yang berprestasi di sekolahnya.
"Mm i-iya Bunda," jawabnya terbata-bata.
"Bunda, apa Antariksa boleh tanya sesuatu?" sambung Antariksa nampak ragu-ragu.
"Iya?"
"Apa menjadi juara satu itu penting Bunda?" tanya Antariksa.
"Tentu saja sayang, juara satu itu sangat penting dan lebih baik daripada juara-juara yang lainnya. Namanya pemenang itu hanya ada satu Anta, juara dua dan tiga bukanlah pemenang, itu hanya bentuk apresiasi atas kerja keras mereka," balas Nyonya Mawar bagaikan ribuan duri tajam menusuk relung hatinya.
"Dan Bunda mau, kamu selalu menjadi yang pertama dalam bidang kejuaraan apapun," sambungnya, seperti batu besar yang semakin menambah beban di kedua bahunya.
Hati Antariksa sakit, begitu sakit. Kata-kata yang terlontar dari bibir Nyonya Mawar bagaikan petir besar yang menyambar seluruh tubuhnya. Ternyata, usahanya belajar giat selama ini sia-sia saja, jika juara satu lah yang selalu dijadikan patokan dalam segala hal.
Hidup Antariksa sudah bak kompetisi yang wajib ia menangkan di setiap babaknya, jadi tak heran jika anak itu selalu saja merasa frustasi kalau mendapatkan hasil yang kurang maksimal. Dia sangat terobsesi dengan nilai tinggi, dan sekarang obsesinya itu sudah menggerogoti mentalnya sendiri.
"Keputusan lo buang piagam penghargaan itu ke tempat sampah adalah pilihan yang tepat Antariksa," batinnya tersenyum smirk, kembali mengingat piagam penghargaan yang ia dapat sebagai juara ketiga itu.
"Terima kasih Bunda, akhirnya aku tahu kalau bukan juara pertama memang seburuk itu."
*********
Pukul satu dini hari.
Hamparan selimut hitam memeluk hening sang angkasa, bersama sapuan semilir angin yang terasa semakin dingin saja. Malam ini, bulan tak sendirian, ia ditemani oleh beberapa bintang yang cukup menenangkan mata.
Di tepi jalan yang sepi, seorang laki-laki mengenakan hoodie hijau berjalan sendirian sambil bernyanyi kecil.
"Udah lama gue gak setenang ini," ujar Antariksa lalu menghirup napas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan, akhir-akhir ini cukup banyak masalah yang menjadi beban pikiran anak itu.
Antariksa hampir dibuat stress dengan semua masalah yang tak kunjung habisnya, ditambah lagi ketidakpuasan nya terhadap hasil perlombaan yang ia dapatkan sebagai juara ketiga. Tidak, bukan berarti dia tidak bersyukur, pasti kalian tahu bagaimana rasanya jiwa anak yang memiliki daya saing tinggi seperti Antariksa ini. Apalagi dia juga harus dituntut oleh Nyonya Mawar agar selalu menghasilkan yang terbaik.
"Cih, dia bilang juara tiga itu cuman apresiasi, seandainya tadi gue jujur, Bunda pasti kecewa," gumam Antariksa tersenyum kecut.
"Ah!" desah Antariksa menendang sebuah kaleng minuman kosong di hadapannya, anak itu menghentakkan kakinya kesal. "Udahlah Sa! Tujuan lo keluar buat nenangin pikiran, bukan malah nambah beban! Lo bisa nggak sih sehari aja gak perlu mikirin tentang nilai!" marahnya kepada dirinya sendiri.
"Woy, siapa berani tendang kaleng minuman ini?!" tubuh Antariksa sedikit gemetar karena terkejut, setelah mendengar suara pria seperti orang mabuk, di samping tong sampah hijau yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Dengan langkah kaki gugup, Antariksa memberanikan diri untuk menghampiri sumber suara tersebut. "Sa-saya Pak, maaf!" balasnya seperti anak polos yang baru saja mengakui kesalahan.
"Owh, jadi lo," ujar pria berpakaian compang-camping itu, seraya memegang sebuah botol minuman keras di tangan kanannya. Ia tampak sedang mabuk berat, sambil menyandarkan punggungnya ke tembok.
"Iya," jawab Antariksa bisa mencium aroma alkohol yang kuat dari tubuh pria itu. "Bapak ngapain ada di sini? Bapak gak pulang?" tanyanya.
"Haha, memang saya mau pulang kemana? Ini rumah saya," jawab pria tersebut diselingi tawa, membuat Antariksa menatap heran.
"Rumah Bapak?" ulang Antariksa sekali lagi.
"Iya nak, ini rumah saya. Memangnya saya harus pulang kemana? Saya diusir dari rumah, saya habis bertengkar hebat dengan anak dan istri saya. Mereka bilang saya bajingan, hanya karena saya menghabiskan waktu untuk berjudi," ucap pria itu menceritakan, sambil mengangkat botol minuman kerasnya.
"Haha, memang apa salahnya saya bermain judi? Judi membuat saya senang, dari pada mereka yang cuman bisa menghabiskan uang ku saja!" sambungnya kembali meneguk minuman tersebut.
Antariksa menelan ludah, ia dibuat terkejut setelah mendengar dan melihat kondisi pria itu, dia tidak pernah menyangka kalau di zaman sekarang masih ada orang-orang seperti mereka yang berkeliaran di malam hari.
"Kau sendiri nak, apa yang kau lakukan di luar malam-malam begini? Kelihatannya, kau berasal dari keluarga kaya," tanya pria tersebut mengamati penampilan Antariksa dari atas sampai bawah.
"Saya.... saya cuman cari angin aja Pak," jawab Antariksa.
Sekali lagi ia tertawa, "hahaha, bohong kau bohong," balasnya. "Kau pasti sedang ada masalah kan? Dasar orang kaya, dari luar mereka terlihat bahagia, tapi ternyata sangat sengsara, hahaha."
"Hei nak, buang saja semua harta mu itu. Jadi saja orang susah seperti kami, setidaknya kebahagiaan orang miskin tidak sepalsu kalian," sambungnya lalu kembali meminum minumannya.
"Maksud Bapak apa?" tanya Antariksa mengerutkan keningnya.
"Kau sedang ditimpa masalah kan? Jujur saja, wajah mu sudah menjelaskan semuanya," perlahan pria itu mulai berdiri dan menghampiri Antariksa.
"Saya punya obatnya kalau kamu mau, saya jamin semua masalahnya langsung beres," rayunya kepada laki-laki itu.
"O... obat?" batin Antariksa sedikit merasa tertarik dengan tawaran yang ia berikan. Tanpa pikir panjang dia langsung menyetujuinya.
"I-iya saya mau Pak!" balas Antariksa tak sadar dengan apa yang barusan ia ucapkan.
"Ini," ucap pria itu sambil menyodorkan botol minuman kerasnya kepada Antariksa, mata anak itu pun membelalak.
"Mak... maksud Bapak, saya-"
"Udah minum aja, saya jamin setelah kamu minum ini semua masalah langsung beres. Gak perlu khawatir, hei nak kadang-kadang di kehidupan sekarang kita harus berani mengambil keputusan, kamu jangan mau selalu disetir sama orang lain," ucapnya berusaha merayu Antariksa.
"Ini hidup kamu, yang berhak atas diri kamu ya kamu sendiri. Kamu bebas melakukan apapun, termasuk kebahagiaan mu sendiri. Saya tahu, sekarang kamu sedang stress kan? Dan kamu mau bebas dari masalah itu?"
"Udah jangan ragu-ragu! Minum aja langsung!"
Manik mata Antariksa menatap lekat, ke arah dalam botol yang berisi cairan berwarna merah dengan aroma yang begitu menyengat. Tangannya semakin menggenggam erat botol minuman keras tersebut.
"Apa gue... harus minum? Gue mau masalah hidup gue hilang," batin Antariksa bimbang.
╚═════KING══════╝
KAMU SEDANG MEMBACA
KING
Teen Fiction[Sequel dari cerita brother konflik, pastikan baca brother konflik dulu supaya lebih paham alur ceritanya] Raja tanpa mahkota, mungkin itu adalah kata yang tepat bagi seorang Antarez Putra Kasela. Dia bukan dari kalangan bangsawan, hanya seorang rem...