Eps 6

802 61 14
                                    

°•••Flash back•••°

-Di sekolah dasar Mutiara Ilmu.

Seorang anak kecil mengenakan baju seragam merah putih itu menangis tersedu-sedu, kedua tangannya menutup rapat-rapat kedua telinganya. Dia sudah merasa tidak kuat, dengan anak-anak yang sekarang sedang mengelilingi dirinya seraya memberikan cemoohan.

"Antarez gak punya Ibu! Hahaha."

"Nyenyenye kasihan deh."

"Mampus! Kayak kita dong punya Mama, gak seperti kamu!" sarkas mereka semua terdengar begitu jelas, walaupun Antarez sudah berusaha menutupi telinganya rapat-rapat. Itu semua sama sekali tidak berguna, batin Antarez semakin menjerit keras.

"Diam! Aku masih punya Bunda! Bunda gak pergi ninggalin aku," bentak Antarez mencoba membela diri.

"Ah yang bener? Kok setiap ambil rapot, atau pemanggilan wali kelas Bunda kamu gak pernah dateng? Selalu Papa kamu yang ke sekolah," balas murid perempuan.

"Iyah nih, aku juga gak pernah ketemu tuh sama Bunda kamu. Malahan kata Mama aku orang tua kamu sudah pisah," sahut temannya.

"Yeee kasihan, Antarez gak punya Ibu! Antarez gak punya Ibu!" mereka kembali mengulang-ulang kata-kata yang sangat Antarez benci itu.

"Berhenti! Hiks, Antarez masih punya Bunda, keluarga aku masih lengkap! Stop bully aku!" bentak Antarez, namun semua anak tersebut malah semakin mengeraskan suaranya, ingin sekali Antarez melepaskan telinganya dan menyobek mulut-mulut mereka. Antarez merasa sangat tersiksa.

"Bunda sayang Antarez, Bunda gak pergi ninggalin Antarez," suara Antarez semakin mengecil, kepalanya tertunduk lemas menghadap ke arah meja yang dipenuhi oleh banyak sekali coretan bolpoin serat tipe x, semuanya bertuliskan makian kepada Antarez. "Hiks, siapapun tolong!" batinnya.

Bel pulang sekolah telah berbunyi, siswa-siswi berhamburan keluar dari dalam kelas mereka masing-masing. Begitupun juga dengan Antarez, ia menjadi anak paling akhir keluar dari dalam kelasnya, langkah kakinya begitu lemas, bahkan matanya masih sembab.

Di depan pintu gerbang, sudah ada mobil Tuan Agral di sana, beliau menunggu kepulangan putranya. Antarez masuk ke dalam mobil, duduk di kursi depan samping Papa.

"Kau habis menangis lagi? Kenapa?" tanya Tuan Agral sambil menyetir mobil.

"Teman-teman bully Antarez lagi," balas Antarez dengan kepala menunduk.

"Kenapa kau tidak melawan mereka? Kau laki-laki Antarez, jangan takut, jangan sampai dirimu dipandang lemah oleh teman-temanmu itu. Saya tidak mau lagi kau pulang, dengan kondisi seperti ini," ucap Tuan Agral.

"Tapi mereka terlalu banyak Pa, aku takut," jawab Antarez.

"Takut? Cobalah untuk menghilangkan kata itu dari dalam dirimu, anak laki-laki tidak mengenal kata takut," perkataan dari Tuan Agral semakin menekan mental Antarez, pria itu sama sekali tidak bisa membantu menenangkan dirinya.

"Pa, apa boleh Antarez tanya sesuatu?"

"Hm, apa?"

"Bu-Bunda, Bunda gak pergi ninggalin kita kan? Papa sama Bunda tidak pisah kan?" tanya Antarez yang telah lama ingin dia ketahui.

"Itu urusan orang dewasa, kau tidak perlu ikut campur. Tugasmu hanya fokus belajar. Jangan mencoba melewati batas Antarez," balas Tuan Agral tegas.

"Ba-baik Pa," jawab Antarez kecewa, ia menggigit bibir dalamnya kuat-kuat. Antarez tidak mendapatkan jawaban yang ia harapkan, ujung-ujungnya anak itu hanya diminta untuk diam dan menuruti apa kemauan Papanya. Tidak perduli, apakah mental serat fisiknya tersiksa.

°•••Flash back off•••°

Antarez berhasil ditangkap, dan dibawa ke kantor polisi. Kedua tangan Antarez diborgol, ia tidak bisa berkutik, beberapa polisi mulai melakukan interogasi.

"Dimana anggota kamu yang lainnya?" tanya polisi tersebut kepada Antarez.

"Hey! Saya sedang bicara sama kamu," sambung polisi itu tersulut emosi, sebab Antarez malah mendiamkan pertanyaannya.

"Gak ada Pak, cuman saya sendiri," jawab Antarez.

"Tidak mungkin, saya mendapatkan laporan kalau ada banyak sekali anak yang ikut menonton balapan liar, dimana mereka sekarang?"

"Yah gak tahu lah Pak, kok tanya saya. Bapak cari sendiri aja, katanya polisi harus bisa dong kerja sendiri."

"Lagi pula kami ini korban Pak, orang yang melaporkan kepada Bapak itu pelaku sebenarnya," sambung Antarez.

"Gua berjanji, sepulang dari kantor polisi, gua bakal bantai semua anak BLACK DRAGON. Tunggu aja," batin Antarez dengan rahang wajah mengeras.

"Hah," desah polisi itu membuang napas kasar. "Sekarang saya minta nomor orang tua kamu!"

"Saya tidak punya orang tua," jawab Antarez memalingkan wajahnya, sejujurnya dia sama sekali merasa seperti tidak memiliki keluarga. Mereka masih ada, namun peran di dalam hidupnya telah hilang.

"Ada apa ini ribut-ribut?" terdengar sahutan suara dari arah pintu masuk, polisi yang berada di hadapan Antarez langsung berdiri memberi hormat kepada atasannya tersebut.

"Malam Pak, saya sedang mengintrogasi pelaku balap liar. Tapi dia sangat sulit untuk diajak kerja sama," balasnya.

"Owh begitu," pria yang berpangkat sebagai kepala polisi tersebut, berjalan mendekati Antarez.

"Eh, Antarez!" kejutnya melihat seorang anak yang ternyata ia kenal.

"Paman Sam," jawab Antarez sama terkejutnya, mendapati sang Paman berada di hadapannya sekarang. Keluarga Antarez kebanyakan adalah para orang penting di negara, salah satunya ialah Paman Sam sebagai polisi.

"Ternyata kamu nak," ucap Paman Sam, dahulu anak kecil yang selalu ia gendong sekarang sudah tumbuh sebesar ini.

"Mohon maaf Pak, Bapak kenal dengan dia?"

"Iyah, dia keponakan saya," jawab Paman Sam. "Oh yah, kamu boleh keluar, biar saya saja yang mengurusnya."

"Baik Pak, kalau begitu saya permisi," balasnya lalu pergi meninggalkan ruangan.

"Antarez, boleh ceritakan semua awal mula kejadian ini kepada Paman?" pinta Paman Sam dan dipenuhi oleh Antarez.

"Jadi sebenarnya kamu dijebak?" ujar Paman Sam setelah mendengar keseluruhan cerita dari Antarez.

"Iyah Paman," balas Antarez.

"Sudah Paman duga, ponakan Paman tidak mungkin otak dari ini semua," Paman Sam mengacak-ngacak gemas rambut Antarez.

"Kenapa?" tanya Antarez.

"Paman mengerti sifat kamu Antarez, kamu tidak akan melakukan sesuatu jika tidak ada yang memancing dirimu untuk melakukannya, ingat aku adalah Paman mu," jawab Paman Sam.

"Sekarang pulanglah, ini sudah larut malam."

"Tapi Paman, bukannya aku harus diberi hukuman?"

"Hm tidak, kau bebas. Tapi hanya untuk kali ini saja, Papa mu pasti sudah khawatir sekarang," balasnya.

"Dia bukan Papa ku Paman," ujar Antarez menolak.

"Antarez, Paman tahu sifatnya memang keras, tapi percayalah itu pasti cara dia untuk mendidik kamu dengan baik."

"Dengan memukul ku setiap hari?" sahut Antarez. "Itu yang Paman sebut cara mendidik dengan baik? Jangan bercanda Paman, aku sudah muak dengan itu semua."

"Bahkan Paman sendiri juga tahu bagaimana cara dia memukuli anaknya sendiri." Mulut Paman Sam seketika terbungkam, ia tidak tahu lagi harus berkata apa.

"Kau harus pulang, aku akan mengantarmu."

"Tidak perlu Paman, terima kasih, aku bisa pulang sendiri," balas Antarez dan diangguki oleh Paman Sam.

"Baiklah, hati-hati!"

°•••[KING]•••°


KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang