Eps 8

775 71 58
                                    

"Manusia bisa bermimpi, tapi hanya sedikit yang mampu mewujudkannya, lalu sisanya? Hanyalah omong besar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Manusia bisa bermimpi, tapi hanya sedikit yang mampu mewujudkannya, lalu sisanya? Hanyalah omong besar."

-Garuda-

********

Matahari terbit dari ufuk timur, cahaya terangnya perlahan merambat menerangi seisi langit. Mata anak itu memicing, sinar matahari masuk melewati sela-sela jendela, dia menguap lebar seraya merenggangkan otot-otot tubuhnya.

"Sudah pagi," ucap Antarez setengah sadar, melirik ke arah jam dinding yang telah menunjukkan pukul enam pagi.

Sebelum beranjak pergi ke kamar mandi, Antarez duduk sebentar di tepi kasur, ia ingin mengumpulkan seluruh nyawanya terlebih dahulu. Setelah selesai, dia mengambil langkah dan melakukan rutinitas paginya seperti biasa.

"Pagi Den!" sapa Bi Rina yang tengah memasak di dapur.

"Iyah Bi, ini kopi punya Antarez kan Bi?" jawab Antarez lalu menunjuk ke arah secangkir kopi hitam di atas meja.

"Iyah," balas Bi Rina yang sibuk menggoreng makanan.

"Nak Antarez cepetan pergi ke ruang makan sana, ini makanannya sudah mau siap. Bi Rina masakin sarapan kesukaannya kamu," ujar Bi Rina.

"Baik Bi, Antarez sarapan sendiri Bi? Papa belum pulang?" tanya Antarez.

"Bapak sudah ada di ruang makan daritadi Den, kemarin pulangnya malam banget, sekitar jam dua an, saya kasihan sama bapak pasti kecapean," jawab Bi Rina.

"Haha, orang gila materi macam dia untuk apa dikasihani Bi? Aku kira Papa gak bakal pulang, ternyata masih inget rumah juga dia," ketus Antarez dengan menyunggingkan senyum.

"Den, dia itu orang-"

"Udahlah Bi jangan terus-terusan ceramahi Antarez, aku tahu dia orang tua aku, dan kewajiban kita sebagai anak adalah menghormati mereka," kesal Antarez memotong perkataan Bi Rina, dirinya dibuat jengkel dengan sikap wanita tersebut yang selalu saja membela Papanya.

"Tapi sebagai anak, aku juga berhak mendapatkan hak bukan? Tapi mana? Dari kecil aku tidak pernah merasakan kasih sayang apapun dari dia. Terkadang yang dewasa, juga perlu memahami perasaan yang lebih muda."

"Antarez tidak memerlukan seluruh kekayaan di rumah ini, yang aku butuhkan hanyalah sebuah pengertian dari Papa, karena aku paham untuk sekarang hanya dia orang tua satu-satunya yang aku punya. Bunda, adik? Siapa mereka?" lirih Antarez merasakan sesak di dalam dada.

Awal harinya terasa kurang lengkap jika tidak disambut dengan kesedihan, selalu saja ada yang bisa mengobrak-abrik emosinya. "Terima kasih kopinya Bi," pungkas Antarez kembali berwajah dingin, lalu berjalan menuju ruang makan dengan membawa secangkir kopi tersebut.

********

-Kelas sebelas MIPA 1.

"WOYYY BAYAR KASSS!!!! CEPETAN!!!" teriak seorang siswi menagih layaknya rentenir, satu kelas langsung kompak mengeluarkan selembar uang seribu rupiah dan ditaruh di atas meja mereka masing-masing.

"Cakep, Zelda, Mela, Keyla, udah lunas yak. Gini dong kan enak. WOY UDIN KAS LO NUNGGAK SEPULUH, KAPAN MAU BAYAR?!" ucapnya tiba-tiba saja merubah nada bicara, murid-murid yang kebetulan berada di sekitar anak tersebut dibuat terkejut. Memang agak lain ini anak.

"Besok!" jawab Udin tengah sibuk bermain game online bersama ketiga temannya.

"Besok-besok, gak ada kata besok! Gua tiap hari pulang sekolah lihat lo pergi ke cafe, makan enak, suruh keluarin uang seribu aja susah amat," marah perempuan itu berkacak pinggang.

"Gua lagi lupa bawa uang," balas Udin lagi, tidak menghiraukan singa betina mengamuk yang siap menerkam dia kapan saja.

"Ck elah, jajanin ayang elit, bayar kas sulit, ups," sindirnya, dan dibalas tepukan tangan serta sorakan meriah oleh satu kelas.

"Udin Udin, banyak gaya lo, sok-sokan kasih anak orang makan. Nanti istirahat gua datengin kelas pacar lo itu, biar tahu gimana kelakuan cowoknya di kelas."

"Gua heran, itu cewek juga mau-maunya sama dia, muka modelan keset supermarket kok bisa."

"Kan banyak duitnya neng," sahut Zelda.

"Oh bener juga yah."

********

Bel istirahat sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, Antariksa bersama kedua temannya yakni Hans dan Bams, sedang bersama-sama berjalan menuju kantin sekolah. Juga sambil mengobrol santai, untuk mengisi waktu perjalanan menuju ke sana.

"Antariksa! Lo anak PMR kan?" tanya siswa dengan napas ngos-ngosan.

"Kampret, lo udah kayak setan aja Bambang! Main muncul," kaget Bams dengan kedatangan siswa tersebut.

"I-iyah tapi itu dulu, emang kenapa?" balas Antariksa.

"Ada anak cedera di UKS, lo bantuin obati dia yah! Semua anak PMR sekarang lagi keluar ada lomba," balasnya.

"Lah kok Antariksa sih! Enak aja lo, kita mau pergi ke kantin nih, perut lagi laper main nyelonong aja suruh bantuin anak orang. Entar kalau temen gua butuh makan gimana? Suruh minum betadine sama ngunyah tisu basah di UKS? Melayang dong," sahut Hans dan dibalas tamparan punggung oleh Bams.

"Lo kalau ngomong yang logis dikit ke otak, gua tahu lo bercanda Hans, tapi jangan dibodoh-bodohin juga," sebal Bams. "Antariksa gak segoblok itu yang mau minum betadine sama ngunyah tisu basah."

"Yaudah deh nggak apa-apa, bentar lagi gua ke sana," ujar Antariksa.

"Oke thanks yah Sa, anaknya sudah di UKS kok," balas siswa itu lalu berpamitan pergi.

"Gua pergi ke UKS dulu yah, nih! Gua nitip kayak biasanya," ujarnya memberikan selembar uang kepada Hans.

"Siap!" jawab Hans, dan mereka berdua pun melanjutkan perjalanannya menuju ke kantin, sedangkan Antariksa, ia harus berbelok arah ke UKS.

Sesampainya di depan pintu UKS, Antariksa sedikit merasa gugup, walaupun dia pernah menjadi anggota PMR tapi itu sudah lama sekali. Semoga saja luka anak tersebut tidak terlalu parah, sehingga Antariksa bisa membantu mengobatinya.

Perlahan pintu mulai terbuka, anak yang terbaring di atas brankar UKS sedikit demi sedikit terlihat, seketika mata Antariksa membulat. "Ka-kakak," kejutnya, ternyata siswa yang terluka tersebut adalah Antarez kakak kandung Antariksa.

°•••[KING]•••°

KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang