"Sekarang aku percaya, ada melodi yang jauh lebih indah setelah dentingan piano di ujung samudera, yakni suara mu, Nona."
-Antarez Putra Kasela-
********
Antarez berpamitan kepada Ibu pengasuh panti untuk mengajak Aqila pergi bersamanya. Ia membukakan pintu mobil untuk Aqila, dan mereka berdua pun segera berangkat menuju tempat tujuan.
Cuaca hari ini sangat cerah, seolah-olah alam pun memberi restu kepada dua remaja untuk bersenang-senang. Langit berwarna biru disertai goresan awan putih dan kicauan burung-burung kecil. Namun sayangnya, keramaian di luar tak sama dengan kondisi dalam mobil. Antarez tidak tahu bagaimana cara memulai sebuah pembicaraan terutama kepada perempuan, untuk pertama kalinya seorang Antarez Putra Kasela dibuat gugup!
Sesekali Antarez mencuri pandang melalui kaca spion tengah mobil, seperti ada lem super yang membungkam mulut laki-laki itu. Perasaan ini aneh! Kenapa jantungnya tidak bisa berhenti berdetak kencang? Apa dia punya penyakit?
"A," baru saja Antarez mengeluarkan suara, bersamaan Aqila juga mengangkat tangannya, tanpa sengaja mereka berbarengan ingin mengatakan sesuatu. "Lo dulu," ucap Antarez langsung mengalihkan pandangannya ke depan jalan, hal ini membuat pipinya merona merah.
"Sialan, jantung gue kenapa sih? Pulang nanti gue harus periksa ke dokter," batin Antarez berdecak kesal.
"Kamu sakit?" tanya Aqila menuliskan sesuatu di catatan kecilnya, lalu menunjukkannya kepada Antarez.
"Nggak," balas Antarez sembari menyetir.
"Tapi wajah kamu merah," tulis Aqila sekali lagi, sekarang memegang kening Antarez. Ketika punggung tangan lembut itu bersentuhan dengan dahinya, rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu terbang dalam perut Antarez. Ia ingin berada di posisi ini lebih lama.
"Nggak demam," Aqila kembali menurunkan tangannya, ada sedikit rasa kecewa pada diri Antarez.
"Lo belum pernah punya pacar ya?" tanya Antarez membuat pupil mata Aqila membesar, pertanyaan ini sama sekali tidak terpikirkan oleh dirinya. Perempuan itu menggeleng sebagai jawaban tidak.
"Nggak, memang cowok mana yang mau pacaran sama cewek bisu seperti Aqila?" sedih Aqila menuliskan kata-kata tersebut di catatan kecilnya, dan menunjukkannya kepada Antarez.
Antarez tersenyum simpul, "kalau gue mau?" balasnya, bagaikan meteor besar menghantam hati Aqila, perkataan manis itu mampu memporak porandakan perasaannya. Sekarang, jantung anak itu lah yang berdegup kencang, Aqila bingung bagaimana harus mengekspresikan wajahnya sekarang, ia lebih memilih membuang muka ke jendela samping mobil.
"Kenapa? Omongan gue salah ya?" bingung Antarez namun juga senang, ia suka melihat ekspresi malu perempuan tersebut.
Aqila mengambil napas panjang dan mengeluarkannya dengan perlahan, situasi ini membuat pikirannya gila. Sebisa mungkin Aqila berusaha untuk tetap tenang, Antarez pasti mengatakan itu kepada semua wanita bukan? Benar, ditambah lagi dia tampan.
"Oh ya, ngomong-ngomong gue habis ketemu sama cewek, dia manis banget," ujar Antarez tersenyum menggoda, sedangkan di sisi lain Aqila semakin dibuat kesal. Apa tujuan dia mengatakan hal seperti itu? Apa dia mau membuatnya cemburu?
"Lo nggak penasaran dia siapa?" tanya Antarez dan mendapat lirikan tajam dari Aqila, dengan posisi tangan bersedekap dada.
"Nggak," tolak Aqila menggunakan bahasa isyarat, Antarez tertawa kecil melihatnya.
"Gue punya fotonya kalau lo mau tahu," goda Antarez sekali lagi, helaan napas berat keluar dari mulut perempuan itu. Huft, kenapa hari ini dia sangat menyebalkan?
Kalau ditanya penasaran apa tidak, tentu saja jawabannya iya. Walaupun Aqila tidak punya hak untuk turut campur dalam kehidupan Antarez, terutama tentang perasaannya kepada orang lain. Tapi untuk ini, ia tidak bisa menahan rasa gatal di hatinya untuk mengetahui siapa perempuan itu.
Aqila memberanikan diri membuka telapak tangan kanannya lebar-lebar kepada Antarez, menunggu laki-laki itu menaruh foto gadis yang ia maksud ke atas telapak tangannya.
Melihat itu, Antarez membuka laci mobil untuk mengambil sesuatu dan memberikannya kepada Aqila. "Lihat, manis kan?" ujar Antarez setelah memberikan sesuatu itu kepada perempuan tersebut.
"I-ini kan...." batin Aqila terkejut, bukannya foto yang laki-laki itu berikan, melainkan sebuah cermin kecil. Aqila tidak dapat melihat apapun selain pantulan wajahnya sendiri di sana.
Antarez diam, dia tidak mau memberikan penjelasan dengan apa yang sudah dia lakukan sekarang. Ia mau Aqila menebaknya sendiri, Antarez yakin, gadis itu pasti mengerti apa maksud dari sikapnya ini.
Setelah beberapa menit kemudian, akhirnya mereka sudah tiba di sebuah festival makanan di balai kota. Antarez memutuskan untuk memarkirkan mobilnya terlebih dahulu, sebelum turun menuju festival tersebut.
"Aqila," panggil Antarez berjalan berdampingan bersamanya, kepala Aqila pun menoleh kepada laki-laki itu.
"Lo nggak suka ya, jalan bareng sama gue?" tanya Antarez tiba-tiba, dengan pandangan lurus ke depan.
Sebelum menjawab pertanyaan dari Antarez, seperti biasa Aqila harus menuliskannya di catatan kecil. "Suka kok," tulis Aqila lalu ditunjukkan kepada Antarez.
"Bohong," balas Antarez memasang muka kesal.
"Bohong apa? Aku gak bohong," tulis Aqila lagi.
"Lo bohong, dimana-mana kalau suka pasti seneng wajahnya, nggak kayak lo, mulai awal kita berangkat sampai sekarang gue nggak lihat lo senyum sama sekali," jawab Antarez.
"Boleh gak sih, kalau kita jalan bareng lo sering senyum, karena itu bikin gue lega, artinya lo bahagia di sisi gue," sambung Antarez membuat pipi Aqila merona merah.
Kepala gadis itu mengangguk beberapa kali, lalu kembali menuliskan sesuatu. "Kayak gini gak senyumnya?" tulis Aqila lalu tersenyum lebar, hingga matanya pun ikut menyipit. Sangat menggemaskan.
Seketika Antarez terpesona, wajahnya merona seperti tomat merah, dengan segera ia langsung memalingkan mukanya dari Aqila. "Khu-khusus yang itu, cuman buat gue," ucapnya malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KING
Teen Fiction[Sequel dari cerita brother konflik, pastikan baca brother konflik dulu supaya lebih paham alur ceritanya] Raja tanpa mahkota, mungkin itu adalah kata yang tepat bagi seorang Antarez Putra Kasela. Dia bukan dari kalangan bangsawan, hanya seorang rem...