Eps 21

574 41 32
                                    

"Hancurnya Atma"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hancurnya Atma"

********

Nastabala menangis, rintikan hujan turun mencumbui tanah tandus bercampur darah. Pertempuran besar telah usai, dibayar dengan ratusan mayat gugur di medan perang. Harsa Elara hancur, tubuh letih nya masih saja memeluk, raga Kana sahabatnya itu.

"Kana."

°•••[KING]•••°

Dua hari kemudian, setelah kematian Kana. Mobil putih milik Antarez berhenti di depan pintu gerbang rumah Elara. Nyonya Miranda yang memintanya untuk datang, sejak peristiwa tersebut Elara menjadi gadis yang pendiam, sepanjang harinya hanya dia habiskan mengunci diri di dalam kamar.

"Antarez, kamu sudah datang," sambut Nyonya Miranda pada remaja bertubuh tinggi itu, Antarez tersenyum sambil mencium punggung tangan wanita tersebut.

Kelopak mata Nyonya Miranda menghitam, juga terdapat kerutan di sekitar area pipi serta dahinya, itu pasti diakibatkan karena sangat mengkhawatirkan tentang keadaan Elara. "Tolong bujuk Elara keluar dari kamarnya yah nak, saya khawatir," pinta Nyonya Miranda memohon.

"Baik Bu, Ibu tidak perlu khawatir," balas Antarez.

"Iyah, saya percaya sama kamu, kalau begitu saya tinggal pergi sebentar yah, ada urusan yang harus saya tangani di kantor," ucap Nyonya Miranda, beliau segera pergi sambil menenteng tas kecilnya menuju ke arah mobil yang sudah disiapkan oleh Pak sopir.

Kendaraan itu pun berlalu, kini waktunya Antarez berbalik badan memasuki rumah tersebut.

Setibanya di depan pintu kamar Elara, tidak terdengar suara apapun dari balik ruangan tersebut. "Elara, lo ada di dalam?" panggil Antarez sesekali mengetuk pintu.

"Gak ada suara, apa dia tidur yah?" gumam Antarez tidak mendengar sahutan suara apapun.

"Elara, buka pintunya! Gua tahu lo ada di dalam," titah Antarez menggedor pintu sekali lagi, sekarang lebih keras. Namun, masih saja tidak ada jawaban lain dari dalam kamar.

"Ck," decaknya kesal, hati Antarez menjadi gelisah, bagaimana kalau Elara sedang tidak baik-baik saja sekarang. Membuang napas panjang membuat Antarez sedikit lebih tenang, tangan kanannya terulur memegang gagang pintu.

Anak itu baru menyadari jikalau pintu kamar Elara tidak terkunci, dengan segera ia masuk untuk memeriksa kondisi gadis tersebut.

Sesampainya di dalam sana, keadaan kamar Elara baik-baik saja, tidak ditemukan adanya hal yang mencurigakan. Perempuan jelita bersurai coklat itu, sedang duduk di sebuah kursi dengan kanvas yang diletakkan pada easel stand.

"Elara," panggil Antarez pada Elara, yang sedang sibuk melukis sesuatu pada kanvas putihnya.

"Antarez," balas Elara memutar kepala, menoleh pada Antarez yang masih berdiri di depan pintu kamarnya. "Lo ada di sini," senyumnya dengan kondisi tangan kanan memegang kuas cat.

"I-iyah," Antarez bingung, Nyonya Miranda mengatakan kalau ia amat khawatir dengan kondisi Elara, namun kenyataannya sekarang anak itu terlihat baik-baik saja, bahkan dia tersenyum saat ini.

"Lo lagi apa?" tanya Antarez berjalan sedikit mendekat.

"Gua lagi lukis bunga mawar, lihat bagus gak?" jawab Elara menunjukkan hasil karyanya itu, sebuah bunga mawar merah yang baru saja ia selesaikan di kanvas lukis.

"Bagus," setuju Antarez, tidak bisa dipungkiri hasil karya Elara memang seindah itu.

"Lo mau coba ngelukis juga?"

"Boleh," angguk Antarez menerima tawaran dari Elara. Dia mengambil sebuah kuas cat yang tergeletak di atas tempat tidur. "Cat nya mana?" tanyanya sebab tidak menemukan cat air di sana.

"Gua gak punya cat air," balas Elara membuat dahi Antarez mengerut keheranan.

"Lo gak punya cat air? Terus lo lukis bunga mawar pakai apa?" tanya Antarez.

"Ini, pakai darah gua," jawab Elara dengan entengnya menunjukkan pergelangan tangan kirinya yang sudah tersayat bersimbah darah.

Antarez terkejut bukan main, ia segera mengambil sebuah kain dan digunakan untuk membalut luka Elara itu. "Ini maksud lo apa Ra!" belungsang Antarez tidak habis pikir, bisa-bisanya ia melukis sesuatu menggunakan darahnya sendiri.

"Lepasin! Gua harus selesaikan lukisan ini untuk Kana, jangan hapus darah gua Rez!" ronta Elara memaksa Antarez untuk melepaskan kain itu dari pergelangan tangannya. "Gua bilang lepasin!"

"Lo sudah gila Ra!" sahut Antarez tidak mau menuruti kemauan Elara, ia tetap membalut luka Elara menggunakan kain tersebut. "Kana sudah meninggal, lo harus terima itu!"

"Sahabat gua masih hidup! Gak ada yang boleh bilang Kana meninggal. Kana belum mati Rez, dia masih hidup," teriak Elara menangis, lalu melempar segala sesuatu yang berada di sekitarnya. Emosi Elara saat ini, benar-benar telah diluar kendali.

"Lo jahat Rez, kalian semua jahat, Kana masih hidup, dia belum meninggal hiks." Tatapan mata Antarez berubah menjadi sayu, dia merasa sedih melihat kondisi Elara. Gadis itu benar-benar sudah kacau, Kana diibaratkan separuh jiwa dari seorang Elara, yah Elara sangat menyayangi sahabatnya.

"Ada sesuatu yang mau gua kasih tahu ke lo," ucap Antarez memberikan sebuah surat pada Elara. "Surat itu ditulis sendiri oleh Kana sebelum dia meninggal, dia mau gua kasih itu ke lo saat dia sudah tiada," sambung Antarez.

Dengan segera Elara langsung membuka surat itu, untuk mengetahui isinya.

-For my Queen-

Hy Elara, gimana kabar lo sekarang? Semoga setelah kepergian gua lo masih sehat-sehat aja yah, gua gak mau lihat senyuman di bibir lo memudar.

Sorry, gua masih belum bisa jujur sama lo selama ini. El, sebenarnya gua mengidap sebuah penyakit, dokter bilang umur gua sudah gak lama lagi. Dan gua mau, disaat-saat terakhir nanti gua meninggal, dengan melindungi sesosok sahabat yang paling gua sayangi. Elara Queen Maharani.
Jangan sedih lagi yah El, gua sudah bahagia sekarang.

See you, love Kana.

Setelah membaca kalimat terakhir dari selembar kertas itu, senyuman kecil terbit di wajah Elara, lalu memeluk tulus surat tersebut. "Gua juga sayang lo Kan," batinnya.

"Lihat, Kana mau lo bahagia, dia gak mau melihat sahabat nya sedih, bahkan sampai melukai dirinya sendiri," ujar Antarez.

"Iyah," angguk Elara menghapus air mata menggunakan punggung tangan, "terima kasih."

"Sekarang," dengan tiba-tiba Antarez menggendong tubuh Elara ala bridal style, lalu meletakkan tubuh gadis itu di tepi kasur dengan posisi duduk.

"Tunggu di sini gua mau ambil obat merah."

"Buat apa?" tanya Elara.

"Obati luka lo lah," balas Antarez.

"Lo bukannya harus sekolah yah hari ini?" tanya Elara mengingat kalau sekarang adalah hari Rabu.

"Rencananya sih gitu, tapi karena lihat kondisi lo seperti ini, jadi gua mau bolos dulu sampai luka lo sembuh," balas Antarez.

"What bolos? Yang bener aja lo, gak! Lo harus sekolah sekarang, sana berangkat!"

"Enggak," tolak Antarez. "Lo suruh gua pergi setelah apa yang lo lakukan tadi? Mama lo sendiri yang minta sama gua untuk jagain lo, jadi mending lo nurut, jangan keras kepala jadi orang," pungkasnya lalu menghampiri kotak obat, mengambil sebuah perban serta beberapa obat dari dalam sana.

°•••[KING]•••°





KINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang