Wreda

5.8K 392 8
                                    

Anin POV

Gelenyar aneh di pipi ku sukses membangunkan ku dari tidur. Aku sudah siap meninju kalau-kalau hal tersebut merupakan ulah jail Aby. Namun ketika aku membuka mata yang ku temukan adalah anak lelaki berusia 7 tahun yang sedang mencoba menarik hewan berbulu dari atas kasur ku.

"Mika, ngapain?" Tanya ku dengan suara serak serta kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya.

"Maaf kak. Aku tadi lagi main kejar-kejaran sama Apo, terus dia malah lari ke kamar kak Anin." Sahut anak lelaki tersebut pelan.

Ananda Mikaila Putra Zana. Seorang bocah laki-laki yang tanpa di rencanakan ayah & mamah lahir ke dunia ini ketika aku menginjak bangku sekolah dasar. Jarak usia yang terpaut lumayan jauh membuat Mika dan aku tak begitu dekat.

Apo, makhluk berbulu orange dengan bulunya yang lebat merupakan kucing kesayangan Mika.

"Ayo Apo, nanti kak Anin marah." Cicit suara tersebut yang menyadarkanku dari lamunan.

"Meow." Bukannya pergi, Apo malah semakin masuk ke dalam selimut ku.

Mika makin terlihat panik kala Apo tak mendengarkan titahnya.

"Apo, ayo." Cicitnya lagi hampir menangis.

Sebenarnya aku tak marah, hanya saja sidang semalam yang baru selesai dini hari membuat ku masih mengantuk. Ku lirik jam dinding yang menunjukkan pukul 09.30. Sehabis shalat subuh tadi, aku memilih untuk melanjutkan tidur alih-alih yoga seperti biasanya.

"Biarin aja Apo disini. Nanti kalo dia udah bosen bakal pergi kok." Ucap ku sembari mengelus Apo.

"Maaf ya kak Anin, lain kali aku ajak Apo nya main di taman aja biar nggak masuk kamar sembarangan."

Selepas kepergian Mika, aku kembali berbaring menatap plafon kamar ku. Entah apa yang akan diputuskan ayah & mamah untuk kesalahan ku kali ini. Memutuskan lamunan, aku memilih untuk segera merapikan tempat tidur & turun ke lantai bawah.

Suasana dilantai bawah cukup sepi, mengingat ini hari minggu. Semua orang dirumah ini pasti sibuk bercengkrama di halaman belakang, hanya beberapa pembantu rumah tangga saja yang ku lihag berlalu lalang.

"Diingat ya bang, mamah kasih uang jajan itu dipake buat jajan di kantin bukan malah buat modif motor." Suara mamah terdengar mengomeli Aby.

"Tapi mending modif motor nggak sih mah, daripada abang main cewe atau make yang nggak-nggak." Sahut Aby yang pastinya membuat mamah mengomel lebih panjang.

Mamah & Aby sibuk berdebat kala aku semakin dekat menuju mereka. Ayah yang sedang membaca koran yang pertama notice aku sedang menuju ke mereka.

"Udah sarapan kak?" Tanya ayah yang ku jawab dengan gelengan.

Ayah & sikap perhatiannya. Selama 17 tahun aku hidup sebagai anaknya, tak pernah sekalipun ayah tak menunjukkan sikap seperti itu. Walaupun semalam ayah sempat marah, tapi sifat itu akan selalu ada.

"Sarapan dulu sana, habis sarapan temuin ayah di perpustakaan."

Sesuai titahnya, aku memutar balikkan badan ku untuk sarapan sebelum menemui ayah di perpustakaan. Hanya butuh waktu 15 menit untuk menghabiskan sarapan yang diselingi lamunan, aku bergegas menemui ayah.

"Jadi kamu udah tau kan tindakan mu semalam salah?"

"Iya yah, kakak minta maaf. Kakak janji nggak bakal ikut begituan sama pulang malam lagi."

Jika boleh jujur, aku sedih karena berkata tidak akan mengikuti kegiatan itu lagi. Semalam aku benar-benar tertampar saat melihat anak-anak punk yang selalu dipandang sebelah mata oleh orang-orang sangat bersemangat mengikuti giat belajar. Aku yang berkecukupan bahkan sslalu berpikir untuk bolos ketika ada jam pelajaran tambahan di sekolah. Aku merasa malu dengan hal tersebut.

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang