36

12.5K 816 24
                                    

Nana POV

Mas Zahid tidak dapat menemani ku saat pagi, jadi setiap pagi bunda dan mami bergantian menemani ku. Mengetahui bahwa tiap pagi mas Zahid absen menunggui ku, maka Icha selalu merusuhi ruang rawat inap ku.

"Ih lo harus tau gimana gemeterannya anak kantor, apalagi gue pas laki lo ke kantor sambil marah-marah."

Ya, itulah alasan mengapa Icha menghindari mas Zahid saat ini.

"Ya lagian ngapain gemeteran sih, tinggal bilang aja kali kalo lo gatau gue kemana." Ucap ku santai sembari menerima suapan buah-buahan yang diberikan bunda.

"Ya Allah ren. Gue ampe bebusa ngomong begitu, tapi laki lo malah marahin gue karna nggak bisa jagain lo."

"Harusnya kemaren marahin balik dong cha si Zahid, tumben kamu kalah galak." Sahut bunda ikut menimbrung.

Icha melongo sebentar mendengar ucapan bunda & menjawabnya dengan wajah cemberut, "Mana sempet bund, aku keburu keder duluan denger teriakan menggelegar bang Zahid. Kasian bener itu bawahannya."

Aku terkekeh pelan membayangkan Icha yang galak dapat dikalahkan oleh mas Zahid yang tampak kalem. Sebenarnya setelah seminggu aku dirawat, dua hari yang lalu aku sudah diperbolehkan dokter untuk pulang dengan catatan dilanjutkan bedrest selama sebulan. Namun, dengan keposesifan kedua belah keluarga, maka aku masih tertahan disini.

Handphone yang ku pegang hampir terjatuh mengenai wajah ku saat sebuah teriakan mengagetkan kami, "Surprise! Halo twins, uncle ganteng disini."

"Astagfirullah Mada! Jangan teriak-teriak ah, rumah sakit ini bukan hutan."

Si pelaku yang diomeli bunda hanya cengengesan tanpa merasa bersalah, "hehe maap ya bunda, terlalu excited ketemu ponakan."

"Gue cabut deh ren, bang. Udah masuk jam makan siang ntar anak kantir bingung gue nggak ada. Bunda, aku pamit balik dulu ya."

"Oke tiati lo baliknya, inget ya tentang yang tadi kita omongin."

"Iya-iya, udah lo tenang aja jangan banyak pikiran."

Selepas kepergian Icha, ku lihat bang Mada yang tengah mengobrol serius dengan bunda.

"Hmm menurut bunda sih sabar aja kamu nya, pokoknya sama yang ini harus jadi ya. Denger cerita kamu bunda jadi penasaran sama orangnya."

"Pasti jadi bunda, bakal Mada usahain sampai titik darah penghabisan."

Aku memutar mata malas mendengar ucapan lebay bang Mada, "ngomongin masalah Kalla lagi?"

"Hooh, gatau apalagi kesalahan abang kali ini sampe dicuekin lagi padahal kemaren-kemaren udah so sweet bangeg kita bedua." Ucap bang Mada lesu.

"Coba diinget-inget bang, siapa tau abang ada ngucapin sesuatu yang nyinggung dia."

"Nggak mungkin lah, ni coba liat chat abang sama dia." Handphone dengan logo buah apel digigit itu disodorkan padaku.

Terlihat normal, bahkan aku terkesan geli saat membacanya. Memang terlihat bahwa bang Mada yang lebih mendominasi dalam setiap percakapan mereka.

"Baca apa serius banget?" Aku mendongakkan kepala ku saat mendengar suara mas Zahid.

"Ini lagi evaluasi permasalahan bang Mada sama Kalla. Mas udah makan siang?"

"Saya kesini cepat-cepat biar bisa makan bareng kamu."

Entah mengapa aku masih suka tersipu saat mas Zahid sedang menunjukkan sisi romantisnya.

"Siyi kisini cipit-cipit biir bisi mikin biring kimu, heleh."

Aku & mas Zahid sama-sama menatap nyalang bang Mada yang kini bersiul santai seakan tidak memiliki kesalahan.

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang