8

10.8K 790 3
                                    

"Karen bakal sah jadi istri orang dalam waktu 9 bulan men, buset itu mo nikahan apa lagi bunting dah." ucap Reza seusai kami melaksanakan apel pagi.

"Hahaha. Eh bentar, gue juga nggak liat ujang bawa-bawa bunga lagi tiap sabtu." ujar Zion yamg membuat Reza berhenti untuk berpikir sejenak dan menganggukkan kepalanya semangat.

"Eh iya juga! Tapi ya wajar sih, masa udah mau jadi bini orang tetep kirim bunga ke si kulkas ini."

Tak ku hiraukan ocehan dua orang tersebut dan memilih untuk bergegas keruangan ku daripada ikut mereka ke kantin. Belum ada 1 menit aku duduk, handphone yang ku biarkan berada diatas meja ku bergetar yang menandakan ada pesan masuk.

Mada
Kunci rumah dimana?
Kunci yang gue pegang ilang gatau kemana.

Muhammad Laksamana Zahid
Ditempat biasa.
Kebiasaan, nggak heran lagi.

Mada
Ehehehe, sorry ngab^^

Sengaja tak balas pesan terakhir Mada, namun belum 5 menit ada video call dari Mada yang membuatku menghembuakan nafas panjang.

"Kenapa? Kamu tau kan saya lagi kerja?" tanya ku mencoba sabar saat melihat tampilan wajah Mada yang menyengir tanpa rasa bersalahnya.

"Hehe, tau kok. Mau nanya aja, ini sekarang rumah berubah jadi toko bunga apa gimana?" jawabnya sambil menyoroti depan rumahku yang kini dipenuhi oleh berbagai macam bunga hingga menutupi jalan.

"Itu dari siapa?"

"Mboh, gue dateng-dateng dah rame aja ni rumah. Untung Ara gaada." jawab Mada sambil menyingkirkan bunga tersebut satu persatu.

"Nggak mungkin kerjaan Nana, kan." ujar ku pelan namun sepertinya masih dapat didengar Mada.

"Hah Nana? Ngigo lo. Orang doi aja udah dilamar orang, masa tiba-tiba ngirim ginian kerumah kita. Lagian ini bunganya rame gini bukan matahari doang."

"Yaudah sih disingkirin aja sebelum Ara dateng." perintah ku pada Mada yang langsung dilaksanakannya.

Perlu diketahui, Ara mengidap alergi terhadap serbuk sari yang ada pada bunga. Dulu saat Nana selalu menitipkan bunga matahari pada Ara, setelahnya Ara pasti bersin-bersin, mengeluhkan wajahnya yang terasa gatal serta matanya yang berair. Namun ketika Nana tak lagi melakukan kebiasaan itu, Ara tak pernah lagi merasakan hal tersebut.

Karena satu-satunya anak perempuan kesayangan papi, maka saat itu mami & papi bahkan membawa Ara ke Singapore untuk melakukan tes alergi. Terkesan lebay memang, tapi aku & Mada saat itu memakluminya sebab Ara adalah satu-satunya anak perempuan mami & papi.

"Udah nih, mesti gue semprot disenfektan ga?" ujar Mada sambil memperlihatkan depan rumahku yang kini sudah bersih dari bunga-bungaan tadi

"Boleh, walaupun jadwal pulang Ara masih lama tapi kita jaga-jaga aja siapa tau dia pulang lebih cepat."

"Okedeh, gue tutup ya."

-
"Jadi gimana ren, mau kan jadi BA butik kakak?" tanya kak Clara saat aku mampir sebentar ke butiknya untuk fitting dress yang akan ku gunakan lusa kesebuah acara amal.

"Ehm, aku nggak bisa mutusin sendiri kak. Soalnya agensi ku yang ngatur semuanya." jawab ku canggung sambil melirik Ica, meminta bantuan untuk keluar dari suasana ini.

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang