30

12.1K 860 11
                                    

Aku terbangun dan terkejut mendapati sebuah lengan yang memeluk ku dari belakang, saat menegok aku mendapati mas Zahid yang sedang pulas tertidur. Aku menyingkirkan lengan mas Zahid dan mengendap keluar dari kamar ini. Saat menegok kamar Ara, tak ku dapati anak tersebuy dikamarnya dan aku bergegas turun ke bawah. Aku mendapati mami dan bunda yang tengah sibuk memakan kacang goreng sembari menonton drama korea.

"Mi, bund." Panggil ku pelan saat mereka tak juga menyadari kehadiran ku.

"Ih ya ampun sayang, kok nggak istirahat aja sih malah turun kesini." Panik mami saat melihat ku kini beraa didepannya.

"Nih bunda bawain baju ganti, mau bunda bantu seka sekalian?" Aku menggelang sembari menerima paperbag pemberian bunda.

"Ara mana? Kok nggak ada dikamarnya?"

"Oh itu didepan lagi dijengukin dosen nya." Ucap mami yang membuat ku bingung.

"Perasaan dulu waktu Nana sakit pas kuliah nggak ada dosen yang jengukin. Mami yakin itu cuma dosen biasa?" Tanya ku yang langsung dibalas pelototan mata mami.

"Omaygat bener juga, aduh mana bentar lagi papinya mau dateng. Nggak mungkin kan mami usir, duh gimana nih?"

Bunda sama paniknya dengan mami & aku meninggalkan kedua ibu-bu itu menuju kamar bang Zahid. Saat masuk aku mendapati mas Zahid yang masih tertidur. Aku menahan perih saat aku tak sengaja menyeka bagian yang terdapat luka. Setelah perjuangan yang panjang dan menyakitkan, aku kekuar dari kamar mandi lengkap dengan pakaian ganti yang mami berikan.

Aku tersenyum ke arah mas Zahid yang sudah terbangun dan sedang menatap ku intens, "Kenapa mas? Gih buruan mandi, ada bunda dibawah."

Aku menatap tampilan wajah ku dicermin dan menghela nafas berat saat melihat salah satu bagian kening ku yang diperban & beberapa bagian wajah ku yang tergores oleh kaca. Sudah bisa dipastikan aku akan menjalani perawatan yang tidak sedikit biayanya serta aku yang tidak akan dapat menggunakan make up seperti biasanya.

Aku merasakan pelukan dari belakang dan nafas hangat dicerukan leher ku, aku tersenyum melihat pelaku dari hal tersebut.

"Maaf ya sayang, mas nggak becus jagain kamu."

"Apaan sih mas, ini salah aku. Maaf ya mas, aku keluar malem-malem nggak izin kamu."

Mas Zahid mengangkat kepalanya dari cerukan leher ku dan kami saling menatap dari pantulan kaca, "Gih buruan mandi, Ara kayaknya bentar lagi mau dilamar."

Mendengar ucapan ku, mas Zahid seketika berdiri tegap dan bersiap keluar dari kamar. Ku tahan kepergiannya dan ku bilang bahwa ucaoan tersebut hanya sebuah candaan saja. Dengan cemberut mas Zahid pergi mandi & aku yang sudah mengoleskan salep yang diberikan dokter dilokasi tadi segera bergegas turun.

Baru saja memasuki ruang keluarga, aku mendapati mami, bunda, serta Ara yang seperti mengintip ke ruang tamu.
"Ada apaan sih?" Tanya ku ikut mengintip yang kontan mengagetkan mereka semua.

"Astagfirullah kakak! Ngagetin bunda aja ah."

"Ya lagian nonton apaan sih?"

"Itu si calonnya Ara lagi disidang sama papi mu." Ucap mami yang dijawab dengusan kesal Ara.

"Ih udah dibilang itu cuma dosen Ara, papi aja tu yang nggak percayaan."

Aku hanya tertawa pelan melihat perdebatan Ara & mami. Ku hidupkan televisi yang menampilkan berita perceraian dari seorang penyanyi dangdut dengan seorang pejabat disuatu daerah. Sedang asyik menonton sambil mengupas baby orange, aku dikagetkan dengan bentakan papi serta suara barang yang dibanting.

"Ada apa sih, yang? Rame amat." Tanya mas Zahid yang ku balas gelengan tak mengerti.

"Abang abang, buruan ke ruang tamu! Aduh kalo nggak dipegangin bisa abis itu calonnya Ara sama papi mu." Seru mami yang membuat Ara menggeram marah & mas Zahid yang bergegas keruang tamu.

Kini hanya tersisa aku sendirian diruang keluarga ini. Eh sama si Cio deh, fennex fox peliharaan bang Mada yang diurus mami. Karena merasa tak enak disini sendiri, aku menuju ruang tamu sembari menggendong Cio. Kini suasana ruang tamu begitu mencekam, ku turunkan Cio dan duduk disamping mas Zahid yang memandang laki-laki didepan kami dengan sengit seperti papi.

Pandangannya semakin sengit saat laki-laki tersebut secara terang-terangan memandangi ku, "Tolong matanya dijaga ya, ini istri saya." Ucap mas Zahid emosi sambil mengenggam tangan kiri ku.

"Oh maaf pak, soalnya mbak ini terlihat tidak asing." Jawab pria tersebut yabg masih saja memandangi ku.

"Mbak nya cucu eyang Rahayu, bukan?" Tanya nya lagi yang membuat ku & bunda saling bertatapan.

"Loh, mas nya kenal sama eyang Rahayu? Kok bisa?" Tanya bunda heran yang membuat semua orang diruangan ini ikut penasaran juga.

"Saya cucunya oma Tatik bu." Jawabnya yang membuat ku bibgung karena tidak mengenal siapa itu oma Tatik.

"Oh ya ampun, akhirnya ketemu juga sama cucunya oma Tatik. Ih kak, ini loh yang kemaren mau dijodohin eyang sama kamu." Ucap bunda yang kemudian ku rasakan remasan ditangan kiri ku yang semakin menguat.

~~
Aku sebisa mungkin mengatur emosi ku tatkala bunda Luna terlihat akrab dengan pria yang ada didepan ku ini. Ku lihat lagi penampilannya dari atas hingga bawah, masih gantengan aku.

"Ehm, bund." Ucap Nana pelan saat bunda Luna masih asyik mengobrol dengan pria tersebut.

"Eh maaf maaf, malah keasyikan sendiri. Duh maklum lah, udah nggak ketemu lama."

Tak lama ayah Satria datang dengan Zayn digandengannya, "Mana yang udah ngelukain artis ayah?! Oh ini orangnya?!" Ayah Satria melepaskan genggamannya dari Zayn dan bersiap mencengkram pria tersebut.

"Eh salah yah, ini mah calonnya Ara. Yang ngelukain artis ayah dikantor polisi." Panik Nana saat melihat hal tersebut & ku balas dengan tatapan tak suka.

"Oh maaf, kebawa emosi." Ucap ayah yang dibalas dengusan papi.

"Lah beneran ini calonnya Ara? Yah lembur lo ngawinin anak, Ga."

"Enak aja mau nikahin Ara sekarang, bibit bebet bobot aja belum jelas. Ditanya sumber penghasilan daritadi njelimet." Jawab papi menatap pria tersebut kesal.

Aku menatap tak suka saat Nana mencoba untuk melepaskan genggaman tangan kami, namun ternyata Nana melepaskan genggaman tangan kami karena mau memangku Cio.

"Nggak jelas gimana, Rei kan cucu pemilik Utomo Group & pewaris tunggal." Ucap bunda Luna yang mengagetkan ayah Satria yang temgah menyeruput teh nya.

"Hah ini Reinaldo Utomo?! Yang kemaren mau dijodohin sama Nana?" Bunda Luna mengangguk sebagai jawaban dan membuat ku gamang mendengar Utomo Group disebutkan.

Setelah acara interogasi serta makan malam, Nana kembali kekamar & aku mengikutinya.
"Kamu pasti nyesel ya nikah sama aku? Padahal udah enak mau dijodohin sama pewaris Utomo Group."

Nana menatap ku heran dan menangkup wajah ku, "Mas, kamu kenapa sih? Kamu kan tau sendiri aku secinta apa ke kamu."

"Tapi aku nggak ada apa-apanya dibandingkan pewaris tunggal Utomo Group." Nana mendengus kesal & melepaskan tangannya dari wajah ku.

"Mas aku udah sakit dan capek karena kejadian hari ini, udah ya aku nggak mau berdebat masalah ginian." Ucapan Nana seakan tak menjawab pertanyaan ku & kini ia terlihat sudah berbaring memunggungi ku.

Aku kembali merenungkan perjodohan antara Nana dan pria tadi. Seandainya aku tak bergerak cepat, pasti pria tadi sudah menjadi suami Nana. Aku memeluk Nana dari belakang dan mencoba meredakan kekhawatiran konyol ku & ikut memejamkan mata untuk tertidur.

~~~
Maafkan kalau ada typo!
-R

SunflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang