Dengan langkah berat aku keluar dari kantor ini, entah sudah berapa kali lamaranku ditolak, begitupun hari ini, untuk apa mengumumkan ada lowongan kalau pada akhirnya sama saja mereka menolak, hanya karena aku tidak memiliki pengalaman bekerja, ohhh siapapun help me...batinku frustasi.
Aku Yuki kato, berusia 20 tahun masih terbilang muda kan hehe. Mengenai nama belakangku yaitu kato, itu adalah nama dari ayahku, kakakku juga memakainya Steffan alan kato. Ayahku asli berkewarga negaraan Jepang, tapi ibuku asli Indonesia. Bagaimana mereka menyatu padahal dengan asal yang jauh berbeda, ya itu menjadi rahasia tuhan. Jelas saja karena mereka berjodoh. Mereka bertemu di Indonesia, saat itu ayahku mendapat tugas dari kantornya yang membuat ia harus tinggal selama 3 bulan, dan berakhir menetap karena bertemu ibuku dan menikahinya. Aku dan kakakku lahir disana, bahkan aku tamat kuliah pun disana. Aku lulusan terbaik di salah satu universitas di Jakarta tahun ini. Dua bulan yang lalu orang tuaku meninggalkan aku dan kak Alan selama-lamanya, ya saat itu mereka kecelakaan dalam perjalanan menuju gedung tempat wisudaku diselenggarakan. Hikz hikz... sedih bukan?, itu adalah hari bahagiaku yang berganti menjadi hari terpahit dihidupku. Dan disinilah aku sekarang, Singapore. Kak alan memutuskan untuk membawaku tinggal bersamanya. Aku yang saat itu sangat terpukul dan kehilangan sebagian hidupku. Ya dua orang yang paling aku sayangi telah pergi dan tidak akan kembali, dan sekarang hanya ada kak Alan, kakakku yang paling aku sayang.
BUGH...
Lamunanku buyar, map yang aku bawa jatuh berantakan, segera saja aku mengumpulkan lagi berkas-berkasku. Dan... ternyata yang menabrakku seorang laki-laki dan dia hanya diam tidak bergeming, tidak membantu bahkan mengucapkan maaf saja tidak.
"Harusnya jalan pakai mata, jangan melamun, liat dong!, bukannya bantu, bilang maaf kek malah diam aja, gak bertanggung jawab banget sih", aku ngomel-ngomel gak jelas, mungkin karena sudah kelelahan juga, bayangkan saja cari kerja selama dua bulan disini tidak ada yang lolos, semua DITOLAK. Oh God sekian banyak kata-kata yang keluar dari mulutku dan dia hanya diam dan menatapku dengan ekspresi yang sulit kuartikan. Dia bisu atau tuli sih.
"Kau ini kenapa menatapku terus, aku cantik ?, emang iya. Kataku dengan ke PD an yang luar biasa. Hahaha biarlah aku PD hanya untuk sekali ini saja, aku rasa dia asli orang sini, jadi mana tau dia bahasa Indonesia, lagian kami tidak akan bertemu lagi.
********
Aku menatapnya cukup lama, ya lukisan ditanganku. Lukisan yang kubuat ketika usiaku 15 tahun. Lukisan seorang anak perempuan kecil yang akan aku cari sampai aku menemukannya. Wajahnya tidak berubah hanya saja sekarang dia sudah dewasa bahkan satu fakta dia terlalu cerewet dan aku membenci itu. Ku ambil benda didalam saku jasku, kupandangi dan mataku mencoba menyatukannya, memastikan bahwa benda itu sama seperti yang gadis kecil dalam lukisanku itu gunakan. Aku menarik nafasku perlahan, ya dialah gadis kecil yang aku cari.
Ku pejamkan mataku mengingat kejadian tadi. Gadis itu melamun, bahkan dia tidak menyadari bahwa aku berjalan kearahnya, aku berhentipun dia tetap dengan pikirannya. Benar saja, seketika tubuhnya yang kecil menabrak tubuhku. Dia terkejut dan menatapku, hanya sekilas karena setelahnya dia langsung mengumpulkan berkas yang keluar dari map nya. Aku tidak membantunya, ya aku terlalu terkejut dan sibuk mengembalikan memori yang aku simpan 14 tahun lalu. Bahkan ketika dia marah-marah aku hanya diam, sampai kemudian dia bertanya dan menjawabnya sendiri,"kau ini kenapa menatapku terus, aku cantik?, emang iya. Tanpa aku sadari senyumanku tanpa izin terbentuk dari sudut bibirku.
"Halo Risa tolong panggilkan Desi ke ruanganku sekarang juga. Tidak butuh waktu lama menunggu kepala HRD dikantorku itu muncul dihadapanku, well aku adalah pemilik perusahaan ini, yang mungkin jika marah akan menakuti seluruh staff disini. Wow segitu kejamkah aku, ya tapi ini lah aku dengan penilaian mereka.
"Desi sudah berapa orang yang melamar kerja hari ini?
"Baru 3 orang pak, 2 pria dan 1 wanita.
"Apa wanita itu memakai baju warna coklat?," kulihat Desi yang menatapku heran, aku tau apa yang dia pikirkan, ada angin apa seorang Al Kohler, atasan yang sangat tampan dan terkenal acuh ini bertanya seputar penerimaan karyawan baru, biasanya juga hanya terima bersih. Untuk masalah tampan aku bukannya sok ke PD an, tapi itu fakta, buktinya semua wanita bertekuk lutut dihadapanku. Dan aku juga bisa melihat tatapan-tatapan mereka yang mungkin mengaharapkan aku jadi pasangannya. Terlebih lagi semua media memberitakan aku seperti itu haha.
"Iya pak.
"Kamu menolak berkasnya?. Dia mengangguk.
"Kenapa?.
"Dia jurusan management pak, dan kita tidak lagi mencari karyawan untuk bagian itu, dan dia sama sekali tidak memiliki pengalaman bekerja.
" Oke kamu boleh keluar. Aku melihat ada rasa takut diwajahnya. Aku tidak menutupi kekecewaanku, tapi aku tau ini bukan salahnya, ini prosedur dari kantorku dan aku yang menerapkannya. Dan sekarang aku harus kembali memikirkan cara agar bisa menemukannya.
********
"Yuki dimana kalungmu ?
Aku yang masih asik menyantap makananku refleks berhenti mendengar pertanyaan kak Alan. Ku lihat kak Tasya, kakak iparku yang juga menoleh kearahku sedangkan kedua keponakanku masih dengan lahap menyantap makan malam mereka. Seakan tersadar dengan pertanyaan kak Alan segera aku meraba leherku, benar saja aku tidak merasakan ada benda disana, kalungku. Aku panik dan langsung saja berlari kekamarku. Ku lihat cermin, disana kosong, kalungku tidak ada, bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku melihatnya masih melingkari leherku. Tanpa berpikir dua kali aku menggeledah kamarku, aku harus mendapatkannya kembali, aku tidak perduli dengan keadaan kamarku yang sekarang berantakan seperti kapal pecah. Kalungkuu dimana... setetes air mata membasahi pipiku. kalung itu pemberian ibuku, dari aku kecil dia selalu berada dileherku, ibu bilang itu warisan keluarga yang harus aku jaga, karena aku anak perempuan satu-satunya sudah pasti kalung itu jadi milikku. Dan aku masih belum menemukannya.
Hikz..hikzz...aku sadar aku mulai menangis, aku akan menjadi cengeng ketika hal berharga hilang dariku, dan itu terjadi lagi sekarang setelah dua bulan aku kehilangan orang tuaku.
KREKK...
Pintu kamarku terbuka dan sekarang kak Tasya berjalan kearahku dan duduk disampingku. Tanpa aba-aba langsung saja aku memeluknya, bahkan menangis keras dipundaknya. Aku rasa dua keponakanku yang masih SD itu kalah denganku dalam urusan menangis.
"Sudah jangan menangis seperti ini," kurasakan tangan kak Tasya mengelus kepalaku lembut, setelah ibu sekarang ada kak Tasya yang selalu berada disampingku, mengambil alih tugas ibu, menyayangiku bahkan melebihi dari status adik ipar yang menyebalkan.