Al Pov
Aku mulai tidak terkontrol, amarah ku meledak, aku menyesal kenapa harus seperti ini. Harus nya aku tidak marah disaat dia membutuhkanku, tapi apa yang aku lakukan, lagi lagi aku menyakitinya.
"Hei son kau apakan dia, aku melihatnya menangis keluar rumah ini.
Tiba-tiba tante Rosalia masuk, sudah seminggu dia di Eropa, hal rutin yang selalu ia lakukan setiap bulan menyusul kekasihnya . Aku tau yang dia maksud pasti lah Yuki. Dia keluar rumah, aku pikir dia hanya turun kebawah bukan pergi dari rumahku seperti ini. Yukiiii kenapa kau selalu membuatku tidak bisa mengontrol emosiku.
"Bersikap lah manis padanya Al!!, hati nya harus dijaga, bukan kau perlakukan sesuka hatimu. Jangan buat dirimu menyesal.
"Maksud tante apa, aku tidak menyukainya tante harus berapa kali Al katakan.
"Hei aku tidak bilang kau menyukainya Al, siapa pun dia, suka atau tidak tetap saja dia wanita yang hatinya harus dijaga", kata tante Rosali terkekeh.
Aku bergegas keluar, aku harus mengejarnya sebelum ia jauh.
"Huh kau menyukainya tapi mengejarnya.
Ku dengar teriakan tante Rosalia. Dia selalu saja sok tau, hanya aku yang tau perasaanku tante, ingin sekali aku mengatakan itu padanya, dia tidak tau bagaimana rasanya berhutang nyawa pada seseorang. Aku berlari secepat mungkin mengejar Yuki yang baru saja menaiki taxi, aku mengetok kuat jendelanya, supir itu menghentikan taxi nya. Aku menarik Yuki keluar. Yuki menolak segera saja aku memberikan tatapan membunuh padanya, ternyata itu berhasil, dengan malas dia keluar dari taxi itu. Aku menyodorkan uang pada supir taxi, dan dia menolaknya.
"Tidak usah tuan, bukankah nona cantik ini tidak jadi naik taxi ku", katanya tersenyum. Kenapa dia tersenyum seperti itu, apa dia pikir kami ini sepasang kekasih. Dan aku seperti lelaki bodoh yang mengejar wanitanya yang lagi marah. Dia pergi melajukan mobilnya. Yuki berjalan mendahuluiku, tidak mengatakan apa pun melihatku saja tidak. Baru beberapa langkah masuk gerbang rumahku, aku memeluknya dari belakang, aku tidak suka minta maaf, mungkin dengan cara ini bisa melunakkan amarahnya. Sial apa perduliku jika dia marah, selama ini aku tidak pernah perduli sikap siapun.
"Biarkan aku mengantarmu.....", aku melepaskan pelukanku menariknya lembut ke mobilku.
***********
Yuki pov"Ini rumah siapa ?", tanya Al yang baru saja memarkirkan mobilnya dihalaman.
"Rumah Risa", jawabku sekenanya.
Aku melihat perubahan diwajahnya. Rahangnya mengeras, pasti dia marah lagi.
"Al aku menumpang sementara disini, waktu itu terjadi tiba-tiba aku yang menyuruh Risa untuk tidak mengatakan padamu bahwa aku tinggal bersamanya", kataku memegang lengannya. Aku tau dia marah karena hal ini. Entah kenapa aku merasa bahwa aku mulai memahaminya. Dia sedikit melunak, kemarahan diwajahnya menghilang. Jika dengan cara seperti ini bisa meredakan amarahnya, biarlah akan aku lakukan setiap hari. Aku takut kalau dia selalu marah-marah.
"Hei sejak kapan kau mulai memanggilku Al, sopan sekali", kata Al. Aku terkekeh pelan.
"Iya maafkan aku pak Al", ucapku dengan nada yang ku buat buat.
"Jangan panggil aku pak, aku belum tua, panggil saja seperti tadi", katanya kesal.
"Baiklah, kau bisa pulang sekarang.
"Tidak, aku mau mampir dulu, kau ini tidak sopan pada bos mu.
Aku mengikuti Al turun.
"Ya ampun Al kau tidak mengenal kak Alan, kenapa buat susah sih jadinya", keluhku tentu saja dalam hati. Al dan kak Alan, mereka dua orang yang aku takuti.
"Aku pulang....", ops semua sudah berkumpul di ruang tamu.
"Kau dari mana saja?, kakak telpon tidak bisa", kak Alan angkat bicara pertama kali.
"Iya tante daddy dari tadi jalan kesana kesini nyariin tante", Rosa melanjutkan.
Aku menatap Risa, ada keterkejutan diwajahnya. Aku tau pasti karena Al yang berada dibelakangku sekarang.
"Maaf tadi aku melihatnya di supermarket, sudah seminggu dia tidak masuk kantor, jadi tadi aku menemuinya", kata Al. Tatapan kak Alan membuatku takut, kalau sudah begini dia akan mengintrogasiku nanti.
"Kau tidak cuti Yuki?", tanya kak Alan. Aku ketahuan bohong, ini semua gara gara Al.
"Aku.... aku... ingin menjaga.... Rio dan Rosa kak, jangan marah", kataku takut takut. Kak Alan mendekatiku pasti dia akan memarahiku, Al ini semua gara gara kau teriakku dalam hati. Kak Alan memelukku erat.
"Kau tidak perlu melakukan ini lagi, karena kita akan kembali ke Jakarta.
Apa kembali ke Jakarta, apa aku tidak salah dengar.
"Kita akan memulai hidup baru disana Yuki, ditempat yang seharusnya", kata kak Alan lagi.
"Benarkah?, Jadi gimana pekerjaan kakak ?
"Kau tidak yakin pada kakak?, kakak akan bekerja disana jadi
"Permisi aku pulang dulu.
Al pergi meninggalkan kami tanpa menoleh sedikitpun. Dasar kau Al tidak sopan. Bagaimana dengan kontrak kerjaku dengan Al, uh bisa-bisa dia menuntutku. Bisa tidak ya kak Alan menolongku.
************
AL POV
"Jadi bisakah kau percayakan dia padaku?", tanyaku mengakhiri cerita panjangku. Dihadapanku ada Alan, kakak Yuki. Aku nekat melakukan ini. Aku pulang dan menelponnya, untuk bertemu dan meminta adiknya. Aku tidak bisa membiarkan Yuki ikut bersamanya.
"Aku tidak yakin padamu", dia menatapku tajam.
"Aku menantinya 14 tahun, mencarinya dan memberinya pekerjaan agar tetap didekatku, tidak bisakah itu menjadi bukti bahwa aku bisa menjaganya.
"Tapi kau meninggalkannya saat dia sekarat.
"Hei bung aku tidak meninggalkannya, ibu mu membawanya dan meninggalkanku, saat itu aku masih SMP, belum bisa memutuskan sesuatu, tante ku mengajak ku pindah ke sini. Aku tidak bisa menolaknya", kataku menggebu. Ku ambil lukisan itu dan ku berikan padanya.
"Bahkan aku melukis wajahnya, tidak bisakah kau percayakan dia?, selama kau tinggal di Singapore apakah pernah kau mendengar kabar buruk dari media tentangku?", tanyaku berusaha tenang. Alan tampak sedang berfikir. Ya, harusnya dia percaya padaku, aku tidak pernah diberitakan dimedia dengan keburukan, jika pun media memberitakan aku hanya lah tentang aku yang sukses mengelola kantorku, atau tentang aku dengan segala urusan pribadiku yang mereka bilang tampan, sukses tapi tidak pernah menggandeng siapapun yang dekat denganku, sepertinya sudah jadi rahasia umum.
"Alan dengarkan aku!!, aku mengajakmu bertemu dan memintanya langsung padamu karena aku menghargai, menghormatimu. Apa kau tidak bisa lihat aku bukan lelaki pengecut, yang akan melakukan segala hal untuk membuatnya tetap berada disisiku", kataku mulai tidak sabar.
"Aku serahkan semua padanya Al, biarkan dia yang memutuskan.
"Oh ayo lah Alan, dia belum mengetahui semua in". Alan terbelalak, sejak tadi aku memang belum mengatakan ini.
"Jadi dia belum tau?
"Belum, dia terikat kontrak denganku Alan, dia menandatanganinya, jadi dia ikut denganmu pun tidak bisa, tapi aku tidak mau menjadikan kontrak itu sebagai alat, maka dari itu aku memintanya langsung padamu", kataku kesal.
"Apa kau merasa bertanggung jawab atas nya karena rasa bersalah mu itu ?.
Pertanyaan Alan telak mengenaiku. Aku tidak tau harus mengatakan apa, aku takut salah bicara, aku tidak mau melukai Alan yang statusnya kakak Yuki.
"Ya aku dihantui rasa bersalah, dan aku merasa berhutang nyawa padanya", jawaban itu keluar begitu saja dari mulutku. Alan memandangku datar, aku rasa aku melakukan kesalahan, perasaan menyesal muncul dibenakku.
"Kau tau kami bukan orang yang selalu minta imbalan. Lagi pula saat itu Yuki masih kecil, dia belum mengerti akan bahaya, dia tidak sengaja menolongmu, jadi kau tidak perlu merasa bersalah.
"Aku menginginnkannya berada disampingku, apa kau tidak bisa merasakan itu", aku frustasi.
"Baiklah Al aku mempercayakannya padamu, itu pun karena kontrak yang sudah kalian buat, tapi ingat kalau kau menyakitinya dan tidak menjaganya, jangan harap aku akan membiarkannya.
"Kau boleh membawanya jika aku menyakitinya", jawabku. Alan menganggukkan kepalanya, berdiri dari kursi dan berjalan meninggalkanku.
"Al jangan biarkan dia kehilangan sosok ku, bertanggung jawablah untuk terus menjaganya, dia permata ku yang pantas untuk kau jaga Al.
Tanpa menoleh Alan mengatakan itu, lalu melanjutkan langkahnya lagi dengan pasti.
