Al pov
Aku berdiri menatap kosong kedua orang dihadapanku. Tidak merespon ucapan mereka yang pamit pulang terlebih dahulu. Pasalnya selama mereka disini aku selalu menghindari mereka, kurasa mereka tidak nyaman dengan tindakanku ini.
Yuki menyenggol pelan bahuku, membuatku kembali sadar dari lamunanku.
"Baiklah nak Alan, Yuki, dan... ... Al kami pamit pulang terlebih dahulu", kata tante Rosalia dengan suara bergetar. Ada jeda sebelum ia menyebutkan namaku. Aku begitu sakit mendapatinya yang menahan tangis, tapi sebagian hati ini membeku untuk merengkuh orang yang melahirkanku itu. Ibu.
Aku diam tidak bergeming, aku tau Yuki menatapku dengan mata yang melotot, mengisyaratkan kalau aku harus memberikan reaksi pada kedua orang dihadapanku, tapi tetap saja tubuhku seperti kehilangan syaraf syarafnya hingga tidak bisa digerakkan. Sampai mereka pergi meninggalkan kami didepan pintu, sekilas ku lihat ada air mata yang menggantung dipelupuk mata lelaki tinggi tegap itu, lelaki yang jauh dilubuk hatiku menimbulkan rasa kagum akibat wibawa yang terpancar dari wajahnya saat pertama kali pertemuan kami, ya sebelum dia menceritakan tentang kejujuran yang ada antara kami. Sedangkan tante Rosalia, air mata sudah mengalir dipelupuk matanya.
"Belajarlah untuk menyingkirkan ego Al, coba cerna semua yang terjadi agar kau bisa mengambil sisi baik dan buruknya, jangan hanya melihat sisi buruk yang membuatmu terluka, lihat lah sisi baik yang kau terima dari pengorbanan mereka", kata Alan, pasti Yuki sudah menceritakan semuanya.
"Baiklah kakak pergi dulu, kalian jangan macam macam dirumahku oke...
Alan mencubit pelan pipi Yuki dan menepuk pelan bahuku, sebelum benar benar hilang dari hadapan kami.
Yuki menghadapku dengan tangan yang disilangkan didada, matanya menatapku tajam, dengan mulut yang manyun. Huftt apa lagi ini.
"Aku marah padamu, kau itu terbuat dari apa sih, tidak sopan. Kami saja menyalami orang tuamu, dan kau dasar anak tidak berbakti", omelnya. Ia berbalik dan pergi meninggalkanku, hei sejak kapan orang jujur kalau dia marah.
Aku berlari kecil, memegang erat bahu Yuki. Ia berbalik dan menatapku sengit.
"Sayang ayolah jangan marah, kita harus mengurus pernikahan kita, bagaimana bisa sharing kalau kau seperti ini", bujukku. Yuki dia memalingkan wajahnya masih tetap pada posisi ngambek, dasar wanita.
"Yuki kau percaya padaku kan?, aku akan menepati janjiku padamu, memaafkan mereka, tapi biarkan aku menyusun kepingan hati yang telah hancur ini, agar bisa berlapang dada menerima mereka", kataku serius dengan nada memelas, berharap ia luluh dari aksi ngambeknya.
Benar saja, sedetik kemudian ia tersenyum dan mengelus lembut pipiku.
"Aku percaya padamu", katanya tersenyum. Aku menariknya mendekat memeluknya untuk mendapatkan kenyamananku.**********
Yuki pov"Al kau benar tidak papa jika pernikahan itu diselenggarakan disini?", tanyaku memastikan keputusan Al menerima permintaanku. Bagaimanapun sudah terlalu banyak hal yang aku minta, dan Al sama sekali tidak pernah menolaknya.
Al menepikan mobilnya, lalu menatapku lembut, saat ini kami dalam perjalanan untuk fitting baju pengantin.
"Sweetheart aku tidak papa, jangan berfikir yang aneh aneh, rumah itu akan menjadi saksi pernikahan kita sayang, rumah yang membesarkanmu dengan Alan, rumah orang tuamu. Aku benar benar setuju dengan permintaanmu selama itu tidak merugikan pernikahan kita, aku percaya orang tua mu akan bahagia diatas sana karena anaknya menyelenggarakan pernikahan dirumah yang mereka bangun untuk membesarkan kalian", katanya menyeringai nakal.