"Tidak ada toilet karena tugasmu sekarang hanya menjelaskan apa yang terjadi. Kataku menarik tangannya duduk dipangkuanku. Dia hampir saja berdiri lagi tapi kutahan.
"Maaf pak ini dikantor, sangat tidak pantas jika nanti ada karyawan yang melihat tindakan bapak ini", katanya datar. Seminggu ini aku mendiamkannya, aku pikir untuk membiarkannya lupa tentang aku yang sudah membuatnya menangis. Tapi ntah kenapa aku rindu dengannya, jadi aku fikir caraku ketika berpura-pura mencari sesuatu bisa membuatnya bicara padaku. Ternyata aku salah, dia mengacuhkanku bahkan untuk bertanya pun tidak. Aku menyerah, akhirnya aku yang membuka pembicaraan, menyuruhnya mencari map hijau yang mustahil akan ia temukan, karena map hijau itu sebenarnya tidak ada.
"Kau jawab saja pertanyaanku!!
"Aku ti.. tidak mengerti maksud bapak", katanya tergagap. Aku rasa dia mulai takut. Kenapa aku selalu membuatnya takut arghhhh.
"Bagaimana bisa kau mengenal Steff ?", tanyaku dengan penekanan pada nama lelaki itu.
"Aku tidak mengenalnya. Akuu...akuu tadi satu lift dengannya. Hanyaa sajaa.. ketika dia keluar sapu tangannya terjatuh. Jadii..jadi aku mengambilnya dan mengembalikan padanya.
Baru seminggu aku mendiamkannya kenapa juga sudah ada kejadian yang tidak menyenangkan seperti ini. Aku tidak suka lelaki itu tersenyum, bahkan dia mengatakan "lain kali akan bertemu lagi" tidak akan. Itu tidak akan terjadi karena TIDAK ADA LAIN KALI. Mungkin kalian pikir aku tadi gegabah mengambil keputusan. Tapi sebenarnya aku memang masih ragu menjalin kerjasama dengan perusahaan Wijaya, karena yang info aku dapatkan perusahaan itu memiliki catatan buruk dibeberapa perusahaan. Tadinya aku pikir ingin meminta waktu untuk memikirkannya lagi, tapi semua sirna setelah melihat kelakuan lelaki itu, aku bisa lihat dari matanya bahwa dia tertarik pada Yuki dan itu tidak bisa kutolelir lagi. Tidak akan ada kerjasama antara perusahaan Al Kohler dan Wijaya.
Aku mengelus kepalanya Yuki pelan. Tidak ada penolakan darinya, mungkin dia sudah lelah.
"Maaf pak ada...
Tiba-tiba Risa masuk, aku bisa melihat keterkejutannya, apalagi wanita yang sedang ada dipangkuanku. Dia berdiri dan langsung kembali kemejanya. Pipinya merona merah, aku bisa melihatnya.
"Risa cobalah biasakan untuk mengetuk pintu terlebih dahulu mulai sekarang", kataku tenang.
"Maaf pak, saya akan membiasakannya. Ini ada file yang harus ditanda tangani pak.
"Letakkan saja disini, nanti setelah aku tanda tangani aku akan menghubungimu. Tidak butuh waktu lama untuk Risa menggapai mejaku. Sesekali ia melirik Yuki, sebelum keluar dari ruanganku. Yuki sibuk dengan hp nya, aku tau dia hanya berpura-pura sibuk, apalagi kalau bukan untuk menghindari tatapan Risa.
*********
Yuki pov"Tunggu aku didepan gerbang karena aku akan menjelaskan semuanya"
Aku mengirim pesan singkat itu pada Risa. Bagaimana pun aku harus menjelaskannya. Aku begitu malu ke gep seperti tadi, jadi aku pura-pura sibuk saja, karena pasti Risa akan melirikku ntah itu lirikan menggoda, menuduh atau mencemooh ku karena bertindak tidak sopan dengan atasan. Lagi-lagi karena Al, selalu saja dia bertindak semaunya.
"Sudah waktunya pulang....
Aku segera mengambil tas ku dan setengah berlari keluar ruangan. Al sudah mengatakannya, itu artinya aku sudah bisa pulang. Biasanya seminggu ini selalu dia yang keluar duluan tanpa kata-kata lagi setelah mengucapkan itu. Tapi tidak papa lah sekali ini aku duluan yang keluar, lagi pula aku harus cepat sebelum dia akan menyuruhku yang aneh-aneh. Aku sampai digerbang. Kulihat Risa sudah menungguku didalam mobilnya yang ia parkirkan dipinggir jalan. Cepat sekali dia mengambil mobilnya di basement.
"Kenapa harus lari-lari nona cantik?
"Karena aku ingin menyusulmu, nanti kalau aku lama pasti kau akan meninggalkanku.
"Baiklah Yuki si gadis manis yang ternyata pacar bos ku yang galak", Risa terkekeh.
"Hei gosip dari mana itu?, aku bukan pacarnya.
"Aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri.
"Risa si gadis yang sok tau aku akan menjelaskannya, tapi bawa aku makan dulu.
"Astaga kau ini bukankah tadi sudah makan dikantin, sekarang mau makan lagi.
Hehehe aku hanya nyengir memperlihatkan sederetan gigiku. Jujur saja aku hobby sekali yang namanya makan, padahal tubuhku kecil. Seminggu mengenal Risa ntah sudah berapa kali dia mengomeliku. Katanya perutku seperti perut karet, hehe mau gimana lagi dari dulu aku seperti ini.
Kami memutuskan makan di blu jaz caffe, salah satu cafe terkenal disingapore. Bisa dikatakan kami sekalian hangout lah.
"Char kway teow 1 dan jus jeruk 1", kataku pada pelayan yang melayani kami. Untuk kali ini hanya aku yang makan, kalau Risa sih minum doang. Dia takut gendut katanya.
"Eh Yuki cepat ceritakan padaku!!!
"Ya ampun Risa sabarlah sedikit pesanan kita juga belum datang.
"Ceritakan sekarang atau aku pulang.
"Aku baru tau kau suka mengancam begini, aku pikir kau gadis yang...
"Yukii ayolah jangan buat aku marah", Risa memotong ucapanku.
"Iya iya aku ceritakan. Kau ini tidak sabar sekali. Risa yang sudah aku anggap sahabat baikku, itu juga kalau kau bersedia jadi sahabatku. Kau janji tidak akan menceritakan ini pada karyawan dikantor karena aku tidak mau jadi topik untuk digosip kan mereka.
"Iya Yuki kau sudah jadi sahabatku, lagi pula aku nyaman denganmu. Jadi mana mungkin aku menceritakan aib sahabatku pada orang lain.
"Dengar!!!, karena aku tidak akan mengulanginya hehe.
Aku menceritakan segalanya pada Risa, tidak ada yang aku sembunyikan. Aku percaya padanya, karena dari awal pertemuan kami aku rasa dia orang yang baik dan ramah sekali. Dia lah teman pertamaku selama 2 bulan keberadaanku di Singapore. Aku rasa seminggu mengenalnya membuatku merasa tidak sendirian dikantor.
"Astaga suatu kehormatan jika kau dipaksa kerja dikantor dengan pak Al Yuki", Teriak Risa histeris setelah aku mengakhiri ceritaku.
"Apanya yang kehormatan sih, kau tau awalnya aku berfikir dia penolongku yang langsung memintaku kerja dikantornya, tapi ternyata aku terperangkap olehnya, aku benci kebodohanku itu Risa.
"Yuki kau tau pak Al itu terkenal orang yang tegas. Dia tidak pernah berinteraksi dengan karyawan dikantor, bahkan jika karyawan kantor tersenyum padanya dia tidak respon sama sekali. Dan kau, dia memintamu langsung kerja dikantor pakai surat perjanjian lagi. Itu lah yang aku maksud kau mendapatkan kehormatan.
"Uh sombong sekali dia", kataku memotong cerita Risa.
"Dengarkan aku dulu Yuki!!!. Pak Al itu orang yang baik walaupun terkadang menakutkan. Kau tau jika dia marah, kami semua akan ketakutan. Tapi dia juga selalu memberikan kami uang tunjangan yang besar bahkan selalu membantu kami memecahkan masalah yang sulit. Kami kira dia seorang gay. Bayangkan saja lelaki tampan, kaya, terkenal, dan jadi bahan rebutan wanita itu tidak pernah diberitakan memiliki kekasih. Diberitakan dekat dengan wanita saja tidak. Makanya kami kira dia gay. Tapi setelah melihat adegan kalian tadi, aku jadi tau kalau pak Al itu lelaki sungguhan", Risa mengakhiri ceritanya dan tertawa sangat puas.
"Jangan tertawa Risa, kau fikir aku menyukai adegan tadi. Dia itu lelaki mesum", kataku mulai kesal.
"Hai wanita yang menyedihkan...
Seorang wanita tanpa izin duduk dimeja kami. Apa kataya tadi?, wanita menyedihkan kurang ajar sekali dia. Aku menatap Risa yang terdiam melihat kehadiran wanita yang sekarang berada dihadapan kami. Aku rasa dia mengenalnya, karena wanita tidak sopan ini bebrbicara padanya.
"Kapan kau kembali?", Risa angkat bicara setelah terdiam beberapa saat.
Aku melihat sorot kebencian dimatanya, bukan hanya itu ada kesedihan yang sangat dalam yang ia simpan.
"Kapan aku kembali bukan urusanmu. Yang jelas aku kembali untuk bertemu kedua orang tuaku. Aku dengar kau kabur?, oh jangan-jangan kau diusir. Uh kasihan sekali kau anak malang. Tinggal dimana kau sekarang?, dijalanan atau jadi simpanan lelaki hidung belang?
Aku berdiri dari tempat dudukku. Cukup!! aku sudah tidak tahan dengan ucapan wanita sinting ini. Tadinya aku tidak mau ikut campur, tapi mendengar semua ucapan wanita ini membuat emosiku mendidih, apa lagi melihat Risa yang diam tidak berkutik dengar air mata yang berusaha ia tahan. Segera saja aku ambil minum ku dan minum risa yang masih bersisa, kalian tau?, aku menumpahkannya dikepala si gila ini.
"Hei perempuan tidak waras apa yang kau lakukan ?", tanyanya marah.
"Apa kau kira kau wanita yang waras, duduk tanpa izin dan seenaknya mencaci maki temanku, kau cantik tapi sayang tidak sesuai dengan tingkahmu yang tidak ada nilai sama sekali", jawabku tak kalah marah.
Aku mengeluarkan uang dan meletakkannya diatas meja.
"Hei wanita gila, coba lihat penampilanmu, aku rasa tubuhmu terekspos, kenapa sekalian saja tidak usah berpakaian, atau ternyata kau seorang simpanan yang sesungguhnya", kataku berbisik ditelinganya.
Aku menarik tangan Risa yang masih terkejut melihat sikapku barusan. Aku harus segera membawanya pergi. Dia tidak boleh menumpahkan air matanya didepan wanita gila ini. Setidaknya dia harus terlihat baik-baik saja. Lagi pula aku tidak mau jadi tontonan orang-orang dicafe ini.