Al pov
Aku menunggu dengan gelisah, bagaimana pun aku harus tau dia pergi kemana.
"Astaga tuan Al....
Tirta terkejut mendapati aku yang berada dikamarnya, sama sepertinya aku pun terkejut melihat penampilannya yang berantakan saat ini, wajahnya lebam.
"Apa yang terjadi denganmu?", tanyaku sinis.
"Aku... hampir dirampok tuan", katanya takut.
Oh shit dia hampir dirampok, aku tidak perduli jika ada yang dirampok darinya, sekalipun mobilku yang hilang, tapi Yuki?, mana dia?, bukankah Yuki diantar Tirta tadi.
"Apa yang terjadi dengan Yuki?, mana dia?", tanyaku menyelidik pada Tirta.
"non..non Yuki saya antar kebandara tuan...Aku menaikkan sebelah alisku, sedikit ragu mendengar jawabannya, tapi Tirta adalah orang kepercayaanku, tidak mungkin dia berbohong.
"Jadi kau dirampok setelah mengantarnya?
"Ii... iya tuan...Yuki ke bandara, berarti dia kembali ke Indonesia, itu tanda bahwa aku tidak akan mungkin bisa melihatnya lagi, pasti ada Alan yang akan menentang, atau mungkin sebentar lagi Alan akan datang sesuai ancamannya, ia akan menyakitiku lebih dari aku menyakiti Yuki....
***********
"Anda tidak bisa memutuskan kerja sama ini tanpa alasan pak Al, seharusnya anda bisa lebih bijaksana dalam mengambil keputusan.
Aku menatap pria tua dihadapanku, ini memang bukan sepenuhnya kesalahannya, tapi tetap saja dia ikut andil dalam kesalahan putrinya.
"Maafkan saya pak Bram, ini sudah menjadi keputusan saya dan tidak akan pernah saya tarik lagi. Saya sangat membenci putri anda yang sudah mengusik hidup saya. Harusnya anda tidak pernah menyuruh putri anda untuk masuk kekantor saya", jawabku masih tenang.
Aku pun tidak mengerti dengan jalan yang aku ambil ini, tapi setidaknya aku tidak akan berurusan lagi sama orang yang sudah terlalu lancang memasuki hidupku, termasuk keluarganya, dia sudah membuat gadisku pergi meninggalkanku, akh.... kenapa denganku, seakan tidak ingin ditinggalkan.
"Jika saya memutuskan kerja sama kita, bukan kah anda akan mengalami kerugian besar pak Bram ?, jadi silahkan anda beritahu putri anda kalau dia tidak bisa hidup terlalu senang lagi, belajar untuk prihatin.
"Saya tidak akan biarkan itu terjadi pak Al, ternyata anda bukan orang yang profesional.
Tanpa mengucapkan salam pam Bram meninggalkan ruanganku. Aku tau aku ini tidak profesional, tapi menyakiti Angel saat ini adalah proritasku, ia juga yang membuatku jadi menyakiti gadisku.
Aku mengambil dompetku, ya wajah itu sangat aku rindukan, ntah kenapa saat ini wajah itu ingin aku lihat, wajah lugu, polos tak berdosa, I miss you....
Aku tidak menemukan lukisanku didalam dompet, astaga kemana gambar itu, kenapa tidak ada didompetku, aku mecoba mengingat. Gambar itu tidak pernah sekalipun berada diluar dompetku, jadi dimana?. Aku mengobrak abrik laci kantor, walau tidak yakin, apa salahnya mencari, bisa saja aku lupa. Aku tetap tidak menemukannya, tidak gambar itu tidak boleh hilang. Aku menyambar tas kantorku, aku akan pulang dan mencarinya dirumah. Aku menghampiri meja Risa yang bingung melihatku buru buru.
"Risa bersihkan ruanganku sekarang, jika aku ada jadwal lagi batalkan saja, ganti kan di waktu yang kosong.
Segera saja aku ngeloyor pergi, bahkan sebelum Risa menjawab. Saat ini gambar itu yang sangat penting bagiku.
Aku memutar kunci mobil berniat menghidupka mesin tapi aku urungkan.
"Untuk apa mencari gambar itu lagi?, semua sudah terbongkar, harusnya aku tidak perlu merasa bersalah lagi, lagipula Yuki tidak menghargai rasa bersalah ini.
"It's oke Al, aku tidak marah atas pengakuanmu, ini semua salahku yang jatuh pada pesonamu. Terima kasih atas semua pertolonganmu dan simpatimu", kata Yuki tersenyum dan berbalik meninggalkanku yang masih diam membeku.
"Kau tidak perlu merasa bersalah, aku masih kecil saat itu tidak mengerti bahaya, mungkin jika itu terjadi sekarang, aku tidak akan pernah melakukannya...Kata kata itu menari dikepalaku, jadi kau hanya menganggap semua itu hal yang tidak berarti Yuki, aku bertahun tahun mencarimu dan kau hanya menganggap semua itu hal konyol yang pernah kau lakukan, sial... sial.... sial....
Hp ku bergetar dengan cepat aku mengambilnya dari kantong celanaku, sebuah nomor tanpa nama tertera disana, dengan malas aku pun mengangkatnya.
"Halo....
"Al apa kabar denganmu?Suara ini, suara yang sangat aku harap tidak akan pernah mengangguku lagi, kenapa disaat aku membenci hidupku dia muncul.
"Untuk apa kau bertanya kabarku?", tanyaku sinis.
"Berbicara sopanlah nak, aku ini ayahmu, apa tantemu yang mengajarkanmu untuk tidak sopan pada orang tuamu?Tante?, SIAL dia membawa bawa nama tanteku, bahkan menyalahkan tanteku, jika kau disini mungkin semua kemarahanku akan aku beri padamu dengan menghajarmu sampai babak belur.
"Aku tidak punya orang tua, mereka sudah mati saat aku lahir ke dunia ini, jadi anda tidak perlu lagi menghubungi saya.
Klik.. aku mematikan sambungan telepon itu. Sejujurnya aku sangat bahagia mendengar suara orang tua ku, tapi hal itu tidak bisa aku ungkapkan, karena tidak sebanding dengan rasa sakit yang aku rasakan seumur hidupku. Untuk apa aku dilahirkan jika orang tuaku saja memutuskan untuk membuangku. Akh aku menangis lagi, tanpa bisa kucegah aku membenturkan keras kepalaku ke stir mobilku.
"Yuki i need you for stay on my side.......