04

37 25 0
                                    

|Fian jemput Fani.
|Di rumah gak ada orang. Gue lembur.

Melihat pesan tersebut mau tidak mau merefreshing diri harus ia tunda dan pergi lebih dulu.

"Gue duluan." ucapnya menghampiri motor vario hitam miliknya.

"Lah gak jadi ikut Yan?"

"Lain kali aja gue." jawab Fian setelah memasang helm dan melesatkan motornya begitu saja.

Dalam perjalanan itu Fian terfokus pada seseorang seperti berkeinginan bunuh diri di pinggiran jembatan. Ia tipikal kurang peduli namun melihat sekilas seseorang itu yang familiar di ujung matanya Fian malah menepikan motor dan bersimpati pada cewek itu.

Keesokan harinya berlalu karena motor si wanita kantoran itu masuk bengkel, sebagai adik harus mengalah pastinya. Ini seperti biasa bukan paksaan, tapi gantinya wanita itulah yang mengantar dan menjemputnya nanti.

"Sampai sini aja ?"

"Lo gak bolos kan Yan?"

"Gak lah. Gara-gara lo juga kan kelamaan dandan pagernya udah di tutup."

Wanita itu hanya diam, memutar motor dan melesat pergi. Untuk memasuki wilayah sekolah karena ia memilih jalan lain di waktu ini lah ia kembali bertemu cewek itu lagi dengan kepribadian gandanya.

Fian jadi berpikir. Kalau saja dia tidak bersimpati dan membiarkan cewek itu benar-benar terjun bebas ke sungai ia pasti tidak akan berurusan dan malah sampai sekarang harus kembali berurusan. Yang setidaknya cewek itu tidak kentara memaksanya dan membuat keadaan menjadi menjengkelkan.

"Fian." panggil Sesie dengan tersenyum.
"Tangkap gue oke!"

"Apa?" belum siap diri Fian memang refleks menangkap Sesie namun keseimbangan yang melimbung membuat mereka langsung terhempas ke semak-semak yang lembab.

Bug.

Plag.

Sakitnya nyata. Tapi mungkin tak sebanding dengan rasa kesal yang luar biasa dan paling parahnya hanya dapat Fian tahan dengan wajah dingin.

Sesie dapat merasakan sesuatu yang kenyal dan hangat itu menempel di bibirnya, membuka mata ia langsung ingin bangkit karena tidak percaya pada posisi mereka seperti itu. Namun karena salah menginjak sesuatu yang licin Sesie terjerembab dan diam menghadapi posisi yang sama sedialagi tetapi anehnya jantungnya berdegup tak karuan tiba-tiba.

"Kenapa jantung gue-" belum selesai membantin kepala Sesie sudah di tepis tangan cowok ini.

"Menyingkir dari tubuh gue." ucap Fian memang pelan namun terdengar bengis.

Sadar dari pikiran yang membawanya berpikir tidak masuk akal Sesie kembali bangun dari posisi itu. Dan berucap agak grogi. "Maaf."

Situasi yang menjadi awkward Sesie berusaha melupakan perasaan mengganjalnya dan mencairkan suasana dengan mendekat lalu berniat membantu Fian mengibas seragam cowok itu yang kotor. "Ah maaf gue-"

Fian menepis lengan Sesie. Menatap setajam silet. "Lo bisa gak usah pegang-pegang?"

Sesie menarik tangannya dengan menggenggam. Diam menunduk merenung kesalahan. Sesie berusaha melawan rasa takut atas tatapan itu. Menghiraukan ia melawan sikap Fian yang enggan di sentuh. Membantu cowok itu mengibas seragamnya.

Muak. Fian meraih dan mencengkeram lengan Sesie dan menghempasnya. Agak kasar.

"Sudah gue bilang jangan sentuh gue.. Oh atau lo emang sengaja jadi cewe perangsang ke gue?"

Sesie meringis dan tak mengerti maksud Fian. Menatap ekspresi Fian yang berubah jadi aneh Sesie menelan saliva susah payah memundurkan dirinya saat Fian berusaha mendekati. Ekspresi itu terlihat jelas seperti seseorang yang entah ingin mencekik atau bagaimana.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang