34

21 6 0
                                    

"Lo tahu gue baik ? Tapi gak berarti gue gak bisa jahat."

"Dan lo bisa bermuka dua kenapa gue enggak ?"

"Kata Riska sama Tia gitu. Lagian kalau ada apa-apa yang salah dengan kita kenapa gak ngomong ke kita juga dia, cuma sama Riska doang. Itu juga kalau gak sama Tia, udah pasti gak tahu keseluruhan."

"Namanya juga cewek tertutup, susah dan sombong."

"Lo tuh keterlaluan juga Win."

"Kok gue sih. Lo aja ngompor dih. Haha.."

Klek.

Sesie keluar dari bilik toilet. Membasuh tangannya pada wastafel. Mengabaikan percakapan kedua cewek itu. Ingin melenggang langkahnya di cegat oleh omongan Anissa.

"Sie lo kenapa ?"

Sesie diam lalu berucap. "Lo gak merasa bersalah ?"

"Salah di mananya? Fakta kan?" Wina menyambung. Yang padahal Sesie melontar kata pada Anissa.

Menghela nafas Sesie ingin melanjutkan langkah yang lagi di terhenti atas bicara Anissa.

"Sesie."

"Lo kenapa sih. Jadi cuekan git-"

"Validasi!"

Sesie berbalik. Ekspresi datar dan dingin menatap Anissa yang memasang ekspresi terkejut dan wajah bungkamnya. Sesie lalu tertawa agak keras. Terrenyah sesaat.

"Validasi lo..." Sesie mendesis. Jujur ia benar-benar muak melihat wajah Anissa. Lalu melanjutkan perkataannya sedikit menyimpang. Menatap lekat Anissa. "Mengutarakan fakta hidup gue,.. Apa lo di paksa Wina ?"

"Apa? Kenapa buat-buat gue. Lagian ya Sie lo itu-"

Sesie memotong bicara Wina yang baginya tidak penting. "Karena! Karena takut kalah saing gausah khawatir Niss. Muka polos aslinya munafik lo udah jadi pemenangnya."

Sesie menatap kedua cewek itu terdiam. Melebih Anissa seperti seseorang yang syok pada perkataan kasarnya.

"Gue tau hidup gue gak seberuntung lo. Tapi gue masih pengen hidup meski beban sekalipun. Di bilang aneh. Gue gila pun.." Ekspresi Sesie berubah, dengan sudut mata memanas memandang lekat Anissa.

"Lo tau kalau hidup punya keajaiban gue selalu berharap bisa lari dari kisah hidup gue sendiri."

"Gue capek. Gue capek sialan! Gue juga capek sama diri gue sendiri!"

Sesie tertawa lagi merenyah. "Gue sok puitis yaa.." Ekspresinya berubah semula tertatap dingin dengan beberapa bulir air mata yang tiba-tiba keluar. "Manusia kayak lo paling normal dari gue yang terbilang aneh dan gila. Rasanya percuma. Percuma. Harusnya gue gak lampiasin rasa kesel gue."

"Gue sadar kalau seharusnya dari awal gue gak satu sekolah sama lo. Harusnya gue nolak maupun lo nolak permintaan atas ibu gue yang minta lo harus satu sekolah sama gue."

"Dan sekarang akhirnya kayak gini. Lo juga terluka atas sikap dan perkataan gue yang kasar.."

"Maafin gue." Sesie menyeka air matanya. Melenggang dengan membuka dan menutup pintu dengan kasar.

kembali ke gazebo tempat di mana teman-teman masih ada sebagian yang belum pulang. Sesie duduk, menahan dan melawan rasa sakit atas perkataan Anissa. Karena bagaimanapun ia tak bisa asal melenggang pergi begitu saja, rasanya tak nyaman.

Jangan nangis! Tahan diri! Lo gak lemah!

"Fiannn woi !"

Sesie yang duduk senderan dengan kedua kaki di tekuk menatap Tia yang berseru pada Fian, karena merebut gitar. Dan gitar itu sodorkan ke Bani.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang