13

24 20 0
                                    

Pintu toilet di buka. Sesie sempat ingin langsung pergi saat berpapasan keempat dari circlenya yang juga berada di situ. Namun tangannya yang harus di basuh membuatnya urung ingin langsung pergi.

"Ngatain temen sendiri munafik tapi diri sendiri lebih munafik gak sadar."

"Nerima ajakan orang buat di deketin sama argi? Cih! Setelah kita malah kasar responnya."

"Dasar aneh."

"Masih pagi, Win."

Sesie mematikan kran air sembari membenarkan anak rambut. Tatapan dinginnya tertuju pada Anissa yang baru keluar dari bilik toilet.

Entahlah Sesie jadi benar-benar membenci satu cewek itu. Tak ingin berdebat Sesie memilih pergi dengan hati yang dongkol.

**

"Iya. Pake susuk apa gimana sih dia ?"

"Ngomong lo asal ah. Kalau pake susuk gak pake bedanya kelihatan emang?"

"Ya kelihatan lah bodoh! Tapi kayaknya dia gak. Cuma ya menurut gue ke sok kebangetannya sih udah kayak si paling laku gitu."

Ngeduga gak sih lo kalau dia masih perawan gak nya?"

"Mungkin. Gue sepemikiran gitu. Cowoknya banyak gitu mana mungkin masih haha.."

Ngatain temen sendiri munafik tapi diri sendiri lebih munafik gak sadar."

Riska menduduki kursi di samping Sesie, cewek itu tampak memandang kosong keluar jendela. Di kursi Dino.

"Mikirin apa ?" ujar Riska. Lamunan Sesie membuyar, menoleh ke samping dan membenarkan posisi duduknya.

"Kayaknya cuma lo yang bisa ngertiin gue sedikit." celetuk Sesie. Kedua tangannya di taruh di meja dengan wajah menghadap Riska.

"Sedikit?" ulang Riska. Pandangan Sesie mengalih ke belakang, pada kursi di barisan tengah pada perkumpulan circle di sana.

"Iya. Lo sejujurnya pengen sama mereka di banding gue yang ngebosenin. Tapi karena lo kasihan sama gue yang cuma sendiri kan? Makanya lo nyamperin gue." jawab Sesie menatap Riska lagi.

"Ada saat di mana lo bener-bener nahan diri untuk gak ngomongin orang yang udah jahatin lo tapi orang itu seenaknya ngomongin dan mutarbalik fakta seolah lo yang salah." Sesie menghembuskan nafas lirih. Kembali menyambung bicara ke topik yang agak miring. "Gue suka sama Argi."

Riska terhenyak dan tak percaya. Sesie jujur sama dirinya. Itu suatu kemustahilan yang membanggakan.

"Dan kenapa gue nerima aja ajakan Vinka. Gue sadar kalau cewek itu juga suka sama Argi."

"Niat dia. Usaha dia deketin gue."

"Gue menghargai."

"Lo pasti paham maksud gue."

Sesie tahu Riska tipikal cewek lambat berpikir. Ia melanjutkan bicaranya. "Intinya gue udah gak percaya sama siapapun. Siapapun berniat main sama gue, gue terima dan gue hanya mengikuti cara dia bermain."

Namun Riska yang mencerna semakin bingung pada setiap kalimat yang di lontar oleh Sesie. Walau paham sedikit demi sedikit.

"Tapi lo janji gak ngomong sama yang lain." Sesie meraih jemari kelingking Riska. Lalu tersenyum. "Janji oke?"

"Iya." jawab Riska mengiyakan saja. Biar cepat. Masalah paham tidak pahamnya bisa ia pikirkan nanti.

"Pegang janji lo." Ekspresi Sesie seperti mengancam dengan melepas tautan jemari mereka. Bersamaan raut wajahnya berubah lepas ucapan selanjutnya yang Sesie lontarkan ia menemukan jawaban reveting dari Riska.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang