Di ruang pribadi seorang dokter. Sesie agak bingung bukan pada ruangan ini melainkan pria ini yang langsung membawanya ke sini.
Juga sebagian perawat seperti mengenali betul pria ini. Iya seorang pria yang dulunya mengajarkannya beladiri. Sudah benar-benar lama, tapi Sesie masih ingat jelas wajah pria ini pelatihnya.
"Udah lama sejak kamu keluar dari beladiri. Gimana hari-hari kamu ?" Pria ini angkat bicara. Sesie tetap menjawab semestinya.
"Biasa aja."
"Tangan kamu ?"
"Sama."
"Rania masih suka khawatir, kamu gak berbuat yang ngerugiin diri sendiri kan sampai berkelahi-"
"Tunggu itu bapa yang nolong ?"
Eji hanya tersenyum. "Kebetulan lewat."
Kalau Sesie ingat. Ada kewajaran mengingat. Tapi pelatih sendiri darimana tahu kalau Sesie adalah anak yang dulunya dia latih? Secara kan pertumbuhan anak ke dewasa pasti banyak perubahan terutama pada wajah.
Ah kan kebetulan lewat. Dia nolong orang yang kesulitan siapapun itu. Taunya adalah Sesie. Sesie pun hanya mengangguk-angguk mengerti.
"Dia suami ibu Sie."
"Lagian kenapa kamu jalan-jalan? Sendiri lagi. Bukannya tetap di ruangan. Untung Viky ngasih tahu." ucap seorang dokter masuk setelah pintu di buka, yang tadinya ingin Sesie temui. Namun kagetnya ia bukan pada hubungan ibu dokter dengan pelatihnya saja tapi juga dengan Viky pasca nama cowok itu di sebut.
"Viky adik ibu Sie."
"Makanya kamu di bawahnya ke sini." tambah ibu dokter menjelaskan seadanya.
"Berarti dia juga tahu soal aku ?" tanya Sesie mulai panik. Bukan apa-apa Sesie hanya tak ingin permasalahan pribadi paling dasarnya di ketahui banyak orang.
"Iya. Tapi soal pribadi seseorang gak ibu beberin ke orang lain."
"Dia cuma tahu ibu, dokter psikolog pribadi kamu."
Sesie melega. Namun perasaan Sesie seperti tidak puas pada sikap Viky benar-benar lain awal kenal di beberapa hari itu dia seperti tidak suka pada Sesie. Terlihat jelas dari ekspresi. Apalagi saat meminta biodata Gina dan pergi begitu saja meninggalkannya di saat semua murid habis lebih dahulu pulang.
"Kenapa dia bisa tahu?" tanya Sesie lagi penasaran.
"Waktu malam itu kami ingat? Kamu pergi ke rumah sakit dan menghindari ibu?" jelas ibu dokter lagi. Yang juga heran dengan adiknya itu, kalau tidak ia tahan dan samperin waktu itu pasti tidak akan tahu kalau itu Viky. Yang ia kira orang jahat.
Sesie mengingat seperkian menit. Dirinya yang menangis terisak saat itu.
**
"Jadi dia milih gak pulang?" tanya Viky sebelum pergi dari rumah sakit. Maniknya yang fokus pada kakaknya kini teralih pada seorang cewek dengan tongkat kruknya juga kedua pasangan yang terlihat seperti asisten rumah tangga dan supir.
"Yaudah gue pergi dulu."
**
"Nginap di rumah teman."
Setelah beberapa respon lontar kata khawatir juga kemarahan ringan dari ibunya, Sesie mematikan telepon lebih dulu.
Berbalik badan Sesie terkesiap melihat ibu dokter yang bersedekap menatap kearahnya.
"Kamu yakin gak akan pulang?"
"Engga."
"Aku malas di rumah."
KAMU SEDANG MEMBACA
living with mentalillness
Teen Fiction"Aku menyakiti perasaannya.Tapi aku juga terluka." _______ 2021-2023finish versi modif- cerita membahas ke-stress'an hidup dn percobaan bunuh diri -byk kata kasar bertebar. harap bijak memilih bacaan-