25

24 15 0
                                    

"Mah Vinka pulang."

"Hem." Wanita paruh baya itu yang awalnya terkonsentrasi pada buku di hadapannya juga sesekali ke televisi, konsentrasi buyar dan terkunci pada pergelangan anaknya yang memar kemerahbiruan.

"Kamu kenapa?"

Vinka terhenti dari langkah menuju kamar. Ibunya menyentuh dan melekati tatap si memar itu.

"Ini kenapa?"

"Kamu kenapa juga kayak orang gemetar?"

Vinka meneguk salivanya susah payah. Namun tetap mengungkapkan kejadian tadi. "Aku di begal."

Ekspresi mamanya tentu saja kaget. "Ya ampun."

"Terus kamunya gak apa-apa?"

Vinka mengangguk. Namun sedetik kemudian..

Plak!

Pipinya di tampar. Vinka memegangi tak kaget lagi. Ini seperti hadiah yang ia terima setiap tubuhnya mendapatkan secuil saja luka.

"Makanya kalau di jalan itu hati-hati!"

"Kalau kenapa-kenapa dengan badan kamu gimana?! mama juga yang repot!?"

"Sudah di bilang kalau mau hadiah dari papa jangan yang berlebihan. Mobil mobil makan ini sakit.."

"Arssshh.." Vinka meringis sakit memarnya di cubit keras. Lalu di pukul lagi dan lagi.

Vinka ingin membentak balik tapi tidak ada keberanian kental selain pada orang lain yang ia berani. "Maaf mah."

"Lain kali kamu bareng Aksa! Mobil mama sita!"

"Tapi mah-" Vinka menggantung kalimatnya saat di beri tatapan setajam silet. Ucapnya penurut. "Iyaa mah."

**

"Malam-malam gini kenapa baru pulang?"

"Mampir ke minimarket."

"Waktu itu kenapa kamu ke rumah sakit?"

"Kenapa bahas yang itu lagi!?" ucap Sesie agak kesal. "Kan udah Sesie bilang gak ada apa-apa mah."

"Tante saya pamit."

Sesie berdecih. Ia berlari keluar mengejar cowok itu.

"Apaan sih lo!?"

"Apa?"

"Lo ngompor mama gue ?"

"Mama lo cuma nanya kenapa lo gak pulang."

"Cuma nanya lo sampe ke sini jauh-jauh malam gini buat ngasih jawaban ?"

"Gue tadi di luar karena dekat yaudah ke rumah."

Sesie menghela nafas panjang. "Terus lo cerita apa?"

"Mama lo nanya kenapa lo belum pulang jam segini. Gue jawab mungkin masih di jalan."

"Kenapa mama gue kalo gue di rumah sakit? Pasti lo kan yang ember?"

"Lagian pertanyaan gue dahulu gak lo jawab. Gue juga penasaran. Ngapain lo di luar rumah sakit? Kalau gak ada apa-apanya, mustahil Sie."

"Temen juga gak ada yang sakit-"

"Gina. Lo mikir gimana kalau Gina juga di rum-"

"Sejak kapan lo akrab dengan dia? Gue gak percaya."

Sesie mendecakkan lidahnya. Kedua tangannya sudah tergenggam erat ingin menghajar wajah Dino. Benar-benar geregetan sekaligus bikin emosi.

Kalau bukan punya tetangga yang penasarannya tinggi sudah pasti Sesie berbicara nada keras.

"Udah deh pulang sana lo!" pungkas Sesie selembut mungkin dengan emosi tertahan melenggang masuk.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang