40

18 5 1
                                    

Duduk saling diam di kursi tunggu rumah sakit. Setelah Sesie menyodorkan minuman kaleng dari showcase freezer.

Ting!

|Karena gue baik,
|udah gue lunasin biaya administrasi.
|Tapi dengan syarat besok jalan Fian. Yaa..

Pesan itu tersampai padanya saat Viky dan Fian juga Jessi dan Gading yang kedua pasangan ini lebih dulu melenggang pergi dari loker administrasi. Tersisa Fian dan Viky yang melirik kearahnya hanya sekilas lalu pergi juga.

Saling diam tak ada obrolan Sesie melirik ke sebelah. Gina yang menatap lurus sejak tadi tak berhenti.

"Lo gak suka sama Viky?" ucap Sesie ragu. Takut-takut membuat perasaan Gina salah paham.

Gina masih sama dari gesturnya namun ada pergerakan kencang dari pernafasannya yang lalu mulutnya bergerak bicara.

"Bentar mama nguntang sama tetangga buat jajan kamu."

Sesie mengernyit. Menatap jeli pada Gina. Cewek itu berucap aneh padanya. Gina menoleh dengan senyum palsu yang manis.

"Sesalahnya ibu gue ke keluarga dia. Dia tetap ibu gue Sie."

"Dia yang lahirin gue ke dunia."

"Gue emang benci sama ibu gue sendiri tapi gue gak bisa menyangkal kalau gue.. juga tetap sayang."

Mata cewek itu berair. Sesie mengalih ranselnya ke samping kiri lalu beringsut memepatan ke Gina. Gestur tubuhnya bahkan refleks menarik Gina ke pelukannya. Cewek itu pun langsung terisak.

"Bentar mama ngutang sama tetangga buat jajan kamu."

"Itu.. ucapan ibu gue. Yang gue gak bisa lupa. Saat gue sekolah dasar."

"Sakit rasanya, Sie.."

Sesie terhenyak. Elusan tangannya di punggung belakang Gina terhenti.

"Gue membenci Viky!"

Dalam racau bicaranya flashback sesudah kepergian Viky dari kantin. Gina berniat mengirim pesan pada cowok itu. Dan teringat lagi oleh Gina.

|Kenapa lo jahat?
|Kalau lo kesal seenggaknya jangan
|lampiasin ke makanan gue !? -Gina.

|Gue gak sengaja. Ohh..
|Gue kesal dan berimbas ke lo anaknya.
|Selagi ibu lo kekeh merebut.
|Gue gak akan berhenti lakuin usaha
|membuat ibu lo di benci atau mati... -Viky.

"Gue gak tahu kalau hidup gue akan kaya gini. Gue malu sie."

"Gue malu.."

"Gue--"

"Kalau gak kuat jangan cerita." Sesie memotong di sela bicara Gina dalam pelukannya.

"Gak! Lo orang yang tepat." Gina menggeleng terasa oleh Sesie.

"Gue lahir dari seorang wanita malam, dan bokap gue pengusaha.."

"Dulu ibu gue dan gue sempat di terlantarkan. Tapi entah kenapa oma gue nyuruh tinggal lagi di rumah oma."

"Ibu gue mau tapi beberapa masalah ibu gue mutusin buat papa gue seenggaknya bikin rumah sendiri. Rumah besar yang hanya gue tinggal seorang diri.."

"Mereka sering bertengkar dan akhirnya usaha mereka percuma buat rumah sebesar itu kalau akhirnya akan terasa seperti di rumah gue yang dulu. Mereka pisah dan gue hanya seseorang yang terlahir tanpa kasih sayang yang gak bisa gue dapat dengan puas."

Gina berhenti dengan sesegukan, Sesie tahu mereka berdua sesekali menjadi pusat perhatian kalangan orang yang bermata jeli. Mengabaikan saja Sesie diam, mendengarkan lagi Gina menyambung perkataannya.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang