agak Toxic, gitu di bab ini hehe!!
_________
Libur sehari full 24 jam seenggaknya agak mengurangi perasaan kesal di sekolah dari 6 hari yang lalu. Apalagi kalau bukan ada aja masalah yang sering menimpanya. Namun sekarang malah kembali bersekolah lagi.
Upacara bendera berlangsung beberapa saat lalu, di bubarkan setelah dewan guru keluar dari barisan.
Semua murid berhamburan kembali ke tempat mereka mau, yang pasti tak semua langsung masuk ke kelas duduk tenang di kursi masing-masing.
Di ambang depan kelas beberapa cowok berkumpul duduk di sana. Sebagian cewek bisa masuk dengan nyaman, juga ada pula yang agak susah karena di halang. Apalagi kalau bukan di jahili.
"Jangan halangin jalan dong." kata Jessi di iringi Gina yang di bantu oleh Riri.
Sesie sendiri ingin mengikuti dari belakang terhenti yang dengan cepat di duduki Raka juga Fian. Raka berkomentar. "Sesie gak boleh lewat ya."
"Keluarin dulu jurus silatnya. Baru boleh masuk." imbuh Andre terdengar seperti mencebik. Terlihat dari ekspresinya.
"Mata lo kayak abis nangis ?" Dino menimpali bicara. Bukannya membantu dirinya masuk.
"Tangan lo? Kenapa?" Dino bangkit menyentuh lengannya, memeriksa.
Sesie menyentak terbawa suasana. Dan melewati paksa jalan sempit di antara kedua cowok itu yang duduk di ambang pintu. Namun komentar Raka membuat Sesie menyerah.
"Gak akan bisa masuk."
Ayolah. Manusia-manusia ini membuat jiwa anjingnya meronta ingin keluar! Sesie mengatur nafas berusaha tak emosi. Menetralkan perasaannya yang benar-benar tak bisa ia tahan. Dino lagi-lagi menyentuh lengannya.
"Sie tangan lo—"
"Gue cape!" Sesie berdecak. Menatap kilat pada Dino. Yang membuat sang empu melepas.
"Gue cuma nanya." cicit Dino, takut.
"Buka jalan!" tekan Sesie menatap kedua cowok si Raka dan Fian. Tak di hiraukan yang mana pandangan kedua cowok itu kearah lain. Sesie mendesis. Berseru keras. "Buka jalan gue bilang!"
"Kasar banget sih ah." Fian bangkit setelah menceletuk, Sesie masuk dengan agak gesit. Agak malu sebenarnya berteriak di hadapan cowok-cowok itu tapi mau bagaimana lagi kalau gak gitu pasti akan di diamkan sampai guru datang. Baru dirinya bisa masuk.
Melebih staminanya tidak sekuat orang lain. Pas upacara saja kalau bukan barisan paling belakang sudah pasti ia tak bisa duduk berjongkok.
'Kalau bukan ada masalah keluarga lagi malam tadi. Sesie tak semarah ini, juga penyakitnya yang kambuh agak parah.'
'Gue cape nangis, cape menangani diri sendiri. Gue gak bisa berinteraksi dengan stabil kalau udah benar-benar di luar batas gini. Pliss bisa gak sih, gak usah usik ketenangan gue!' Batin Sesie menjerit kesal. Bahkan meletakkan tasnya saja membuat Sania terkaget.
Ekspresi sewot yang di pasang Sesie. Ia menyeka air matanya yang meleleh setetes dari pelupuk mata.
"Lo nangis?"
Sesie awalnya tak menyahut mendengar decakan dari Sania membuatnya menjawab. "Lo nanya ?"
Pertanyaan balik yang di lontarkan Sesie mengundang amarah dari Sania. Yang jelas nanya! Sania mendengus. Lalu kembali mengutak-atik handphonenya. Mengabaikan pertanyaan Sesie.
Sesie sendiri bukannya mau menjahili. Tapi aneh saja cewek yang tidak suka padanya ini bertanya tiba-tiba. Kan jadi agak-agak gimana..
"Kalau bukan demi nilai ogah gue sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
living with mentalillness
Teen Fiction"Aku menyakiti perasaannya.Tapi aku juga terluka." _______ 2021-2023finish versi modif- cerita membahas ke-stress'an hidup dn percobaan bunuh diri -byk kata kasar bertebar. harap bijak memilih bacaan-