19

29 18 0
                                    

Fian menempatkan badan melipat kedua lutut bertumpu pada telapak kaki dengan sebelah kaki turun setengah derajat.

"Kenapa nangis?"

Tak ada respon dari sang empu yang menutup kedua tangan terisak. Fian menghela nafas sebentar. "Lo bisa membela diri sendiri kenapa gak di lawan?"

"Sukarela menerima sakitnya."

Isakan yang terdengar mereda. Fian masih menatapinya hingga kontak mata mereka bertubruk saat Sesie mengangkat wajahnya.

"Gue.. takut."

Saling terdiam beberapa saat, atas lirih bicara Sesie dengan puppy eyes sendu. Fian mendekati lalu merengkuh. Atas simpati menenangkan cewek ini.

Sesie menerima pelukan itu namun beberapa saat kemudian mendorongnya kasar, hingga Fian terjungkal. Di tatapnya Sesie agak tajam dengan perasaan campur aduk.

"Kenapa lo nolong gue?" Sesie berkeinginan kalimat lain yang ingin di lontarkan malah kalimat ini yang spontan begitu saja.

Fian tidak tahu jelas untuk sekarang. Entah memang benar bersimpati atau benar-benar dengan tulus.

"Makasih untuk bantuan lo." - 'Lain kali jangan lagi. Jangan buat perasaan gue bimbang.' Sambungnya dalam hati. Sesie tak ingin berkata banyak. Bangun lalu berkeinginan untuk pergi yang terhenti atas ucapan dari Fian.

"Gue gak lagi bersimpati."

"Gue serius atas perkataan gue."

'Jauhin yang jadi milik gue.' Pipinya memerah. Lekas-lekas menghilangkan bayangan kalimat tadi. Sesie menetralkan detak jantungnya walau percuma setelah ucapan Fian berikutnya.

"Gue sayang sama lo."

Deg.

Ah sayang sebagai teman!

Tak ingin ada kecanggungan. Sesie meralat dan memaksakan diri menghiraukan rasa kacau di pikiran dan hatinya dengan tersenyum simpul yang manis sembari berbalik badan. "Ah.. sayang sebagai teman?"

"Kenapa gak bilang dari tadi?"

Ekspresi Fian yang dingin seketika, pasti tak suka atas bicaranya. Sesie mengerjabkan mata lalu melangkah mendekati. Di raihnya lengan Fian dengan lancang, menjabat tangan itu.

"Gue juga sayang sebagai teman."

Fian menyentak tangannya. Sesie berdecak. Mengabaikan sikap Fian.

"Jadi lo gak benar-benar membenci gue atas perlakuan gue ke lo, dulu-dulu ?"

"Sebagai permintaan maaf lo kepengen temenan sama gue? Saling melupakan rasa luka di masing-masing."

"Gue ser-"

"Setuju kan lo mau gue jadi teman lo!" tandas Sesie berbicara memotong dengan gesit.

Permainan apa yang lo mainin! batin Fian berseru. Benar-benar tak habis pikir dengan cewek di depannya ini. Kadang gila kadang lebih gila seperti saat ini.

Entah.. Apa kesenangannya mempermainkan dan menggantung perasaan Fian.

"Lo diam itu tandanya lo setuju!"

"Gak."

"Ah gue tahu lo gengsi. Arti gak adalah setuju!"

"Hari kebalikan kan sekarang?"

"Gue juga sayang sama teman sesama kelas. Walau di hati gue penuh kebencian."

Sesie tersenyum begitu manis mode cewek ganjen.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang