11

28 23 0
                                    

Dengan tungkai yang di bawanya melangkah ke ruangan guru, lain. Sesie pasrah walau kepalang gelisah yang pintar ia sembunyikan. Tangannya bahkan panas dingin sejak tadi.

"Bawa santai aja," ujar Ibu Cantika menenangkan yang langsung menemaninya ke ruang lab bahasa, bapak Gajali.

"Nanti jelasin aja semestinya." Sesie hanya menoleh dengan balasan senyum kaku dari bicara ibu Cantika setelahnya.

Sesie memang sudah menghampiri dan menjelaskan pada ibu wali kelasnya itu pasca di beritahu oleh Nasya. Dan di pahami kalau Viky memang punya koneksi kuat. Si putra direktur sekolah. Ibu Cantika memahami dan tak tahu kalau sifat murid barunya itu bisa melakukan apa saja demi kepentingan diri sendiri dengan cara melibatkan orang lain.

Tok.tok..

Pintu itu di ketuk pelan oleh ibu Cantika. Lalu jemari ibu Cantika menarik gagang pintu ruangan lab bahasa itu. Seorang guru pria kisar usia 45 tahun itu terlihat seperti biasanya, duduk di depan komputer dan jemarinya yang memegang ponsel. Di sertai pula lagu sholawat ringan menemaninya.

Ruang itu memang lab bahasa tapi juga khusus ruang pribadi beliau. Ibu Cantika yang mengajaknya menghampiri si guru.

"Pak." ucap ibu Cantika menyapa. "Nih dia orangnya."

Tatapan dari bapa Gazali itu membuat Sesie semakin di limbung rasa gelisah belum lagi saat mendengar ucapan dari bapa Gazali yang seakan menekan kalimatnya tak ingin di tawar. "Biar saya yang bicara berdua sama dia bu."

Deg!

Sesie menatap ibu Cantika berharap tidak pergi dari ruangan. Bukannya wali kelasnya yang ikut nimbrung dan meringankan rasa kikuknya. Malah guru killer ini menyuruh ibu Cantika untuk out dari lab.

"Iya Pak. Ada kalanya di negosiasikan dengan baik Pak. Yah.. saya yakin, Sesie nih bukan siswi yang terlintas begitu buruk lah pak." respon ibu Cantika informal sesama guru.

"Seenggaknya ada alasan logis yang bisa bapa seleksi lah.." ucap ibu Cantika lagi sembari melempar senyum.

"Bisa aja bu."

Setelah sahutan bapak guru, ibu Cantika memberi senyum Sesie untuk bersantai dan berucap sebelum keluar. "Ibu keluar duluan."

Seperti yaudah lah. Sesie hanya membalas senyuman tipis ibu guru yang melenggang setelahnya.

"Duduk dulu nak." ucap bapak guru. Sesie menarik kursi, ia ingin menduduki kursi namun urung dan menggeser sedikit ke samping untuk melihat wajah bapak guru itu. Karena tak lain si komputer menghalangi di depannya.

"Siapa nama kamu?"

"Sesiea putri."

"Gimana cara kamu bisa masuk pas pulang sekolah?"

Sesie menghela nafas lirih. Lagi-lagi ia harus menjelaskan ke guru kejadian tempo hari. Biar tak lelah berpikir untuk berbohong Sesie memilih menjelaskan saja seperti yang ia ceritakan di awal dengan ibu Cantika. Setelahnya ia tidak peduli akan terjadi apa dengan cowok sialan itu.

"Kamu satu kelas sama Viky?"

Sesie mengangguk.

"Harusnya kamu bilang kalau di manfaatin."

"Apalagi kalau sudah tahu yang di rencanakan Viky kenapa kamu mau? Itu meja guru bukan meja murid."

"Kesalahpahaman bisa saja berdampak buruk buat kamu sendiri."

Sesie hanya diam dan menggerutu dalam hati setelah di suruh keluar dari ruangan.

Mulut sih gampang ngomong gue yang ngalamin insiden juga gak tahu bakal kaya gini akhirnya. Cape dan bingung itu bukan suatu sikap yang mudah di ungkapkan.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang