20

25 19 0
                                    

Sesie maupun Vinka menatap cowok itu. Sesie lebih dulu membuang muka, melenggang pergi.

"Sie..."

Sesie menepis.

"Apaan sih lo jadi cewek sok mahal banget. Kalau bukan gue siapa lagi yang mau temenan sama lo!"

"Kalau gini ngapain sih gue ngejar lo!"

"Gak guna banget. Buang waktu gue aja. Seenggaknya bicara jujur aja gak usah belit-belit deh. Lo sebenarnya mau gak sih jadi teman gue!?"

Dengan tampang dingin. Penuh kebencian Sesie menggerutu keras dalam benaknya. 'Yang minta di kejar siapa?'

'Yang minta di temanin juga siapa?'

'Lo sendiri bego!'

"SESIE!"

Sesie menghela nafas frustasi. Berhenti dari langkah, gara-gara seruan lantang Vinka membuat sebagian murid benar-benar menatap kearahnya. Vinka berjalan menghampiri, menggandeng lengannya.

Apa yang di kata Yuna benar? Vinka cewek seperti itu? Bahkan risikonya saja dia tidak peduli.

Dengan tatapan lurus ke depan. Sesie berucap dengan amarah tertahan. "Lo tau gak cara gue menjaga perasaan orang yang buat gue sedih dan marah ?"

Vinka diam tak menjawab.

"Gue diam."

"Karena kalau sudah melawan bicaranya. Gue gak bisa ngontrol dengan baik bicara yang benar-benar gak lukain parah ke dia sama seperti dia lukain perasaan gue."

"Karena gue cewek kasar. Sebenarnya. Vinka." Sesie berterus terang. Dengan sekelebat ingatan dia sering berbicara kasar dengan orangtua. Tapi dengan orang lain dia berusaha begitu baik.

Itu benar-benar perasaan sakit luar biasa. Yang Sesie rasakan..

"Hari ini aja Vin."

"Jangan ngobrol dan ganggu gue."

"Gue lagi gak mau bicara apa-apa sama lo." Sesie menatap begitu dingin. Menyentak kasar lengan Vinka. Melenggang pergi.

Vinka bungkam. Dengan perasaan geram dan sedih tangannya mengepal. Tak senang hati.

**

Vania lo kenapa sih?" Dino terus-terusan membujuk Vania untuk berbicara. Namun selalu tak ada respon dari sang empu.

Vania sendiri sebenarnya tak ingin seperti ini hanya saja cewek itu selalu terbayang di benaknya. Dan membuat Vania kesal.

"Lo nganggap Sesie itu apa ?" tanya Rara sembari membenarkan wajahnya dari make up dengan cermin mini di genggamannya.

Dino tak ada niatan menjawab namun karena Vania yang jadi menatapnya lekat tiba-tiba membuat Dino menjawab saja. "Temen."

"Temen apa demen ?" respon Adis terlontar.

"Van, kan udah lo tau kalau gue sama Sesie ada kaitan keluarga." jelas Dino berusaha untuk Vania tak menyalapahamkan lontaran Adis.

"Kaitan keluarga ya kaitan sih No. Tapi jauh, dan karena jauh itu ikatan ya tentu aja lo bisa bebas sama Sesie." sahut Adis lagi. Gregetan.

"Hubungan gelap misalnya. Sepupu nikah sama sepupu, di keluarga gue ada loh."

Vania berdecak. Melenggang dari kursinya duduk.

"Apaan sih lo Dis. Bicara lo sembarangan! Kan kasian Vania jadi mikir macam-macam loh gila!" Rara terikut kesal atas bicara Adis. Adis yang tahu tak tahu hanya menatap lempeng.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang