41

18 6 1
                                    

Dia kembali lagi seakan di sana adalah tempat paling nyaman untuk bunuh diri.-

Baru juga bel istirahat pertama. Yang niatnya ingin menyendiri malah bertemu dan menatap dari belakang, satu tangannya di masukkan ke dalam saku celana melihat cewek itu duduk di atas pagaran dinding tembok rooftop.

Dengan helaan nafas sembari mengeluarkan lengan dari saku celana ia menghampiri, menaiki tembok, duduk di sampingan cewek itu.

Kaki mereka menjuntai di dinding tembok. Yang kalau di lihat ke bawah cukup ekstrem. Sampingan kanan Rooftop itu menghadap kearah lapangan basket, terlihat anak-anak lain tengah bermain dan kalaupun bunuh diri dan mati jatuh. Mungkin akan membuat beberapa orang mengalami trauma ke-syokkan. Yang pasalnya belum ada yang bunuh diri tempat ini, kecuali selain toilet dan ruang kelas lainnya. 

Menatap kilas ia berucap sebelum mengembalikan tatapan lurus ke depan "Mikirin apa ?"

Tak ada respon dari Sesie. Si cewek itu- dengan pandangan kosongnya. Yang beberapa saat terdengar oleh Fian, suara lirih Sesie. Cewek itu berbicara tak beraturan.

"Gue pengen teriak,"

"Setiap masuk ke rumah. Rasanya gue gak bisa mikir positif selain kebencian dan pelampiasan rasa kesal dari luar yang selalu gue bawa pulang ke rumah."

"Gue selalu berpikir ingin pergi dari lingkungan sendiri."

"Citra diri gue rusak di sana." Sesie tertawa merenyah. "Ngapain juga gue ngomong yang gak di pahami manusia normal ?"

Fian menoleh dengan tatapan lekat. Ia jadi was-was. Cewek ini seperti kambuh dari penyakitnya.

"Gue.. Gue pengen teriak! Dengan umpatan serapah yang selalu penuh di kepala gue!" ekspresi layu juga datar itu, lagi-lagi berubah cepat dengan tawa dengan iringan seperti ingin menangis.

"Tapi sadar yang ada gue bakal di kira gila." humornya lalu tak lama itu Sesie bergerak yang membuat Fian sigap mencekal lengan Sesie.

Sesie menatapi tajam yang layu, berdeham sesaat Fian melepas. Walau was-wasnya terhadap watak Sesie begitu gemas Fian menghela nafas lega cewek itu berdiri bukan ingin melompat ke-luar bunuh diri tapi melompat ke dalam. Rooftop, yang langsung tersimpuh di lantai. Setelah melompat. Terdengar ringisan dengan tangisnya.

"Walaupun nyatanya gue udah gila dan aneh duluan."

"Tapi kenapa gue gak bisa akrab sama keluarga sendiri —?" Sesie menggantung ucapan di sela tangis bersimpuh. Dan berucap lirih yang masih terdengar oleh Fian, "Sakit."

Menatapi Sesie di hadapannya. Fian duduk di kursi. "Makanya jangan banyak tingkah!" ingin ia berkata kasar seperti itu takut-takut akan membuat jiwa negatifnya merespon cepat ingin mati tanpa berpikir. Yang namanya cewek pasti punya rasa sensitif.

Karena lebih baik Fian diamkan saja dulu.

Masih dengan isakan tangis. Sesie berucap lagi lirih. "Gue emang chill parents. tapi gue penderita borderline, gue bermental ilness juga dan introvert."

Paket lengkap yang menyedihkan!

Harusnya happy -kan kapan lagi gajian langsung checkup shopee dan unboxing barang. Astgaa ini perasaan bukan barang༎ຶ‿༎ຶ

"Introvert paling parah. Dan introvert buat gue seakan merasa gagal dalam segala hal."

"Tes psikologi intj."

"Gue manusia yang gak berfungsi dengan baik."

"Gue gagal membanggakan orang tua. Hidup gue aib.."

Fian gesit menangkap lengan Sesie. Membuat sang empu memberontak yang sudah berdiri lagi di sisi lengah Fian.

living with mentalillnessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang