Chapter 3

186 27 7
                                    

Lembayung Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung Senja

"Hei.. Kita bertemu lagi?"

Suara seorang pria yang beberapa hari ini sering terdengar sehingga tidak asing lagi ditelingaku. Aku tidak membalas sapaannya melainkan mengamati pakaian yang dia kenakan. Sedang apa pria ini berada di sebuah mall dengan stelan jas resmi?

"Kamu sendirian disini?"

Dia bertanya kembali, sangat seperti dirinya yang selalu berisik. Aku hanya mengangguk malas.

"Aku juga sendirian. Kamu mau nonton apa? Bareng aja gimana?"

Aku melirik sinis dan dia hanya memamerkan giginya yang rapi tanpa rasa bersalah sedikitpun sudah menggangguku. Kupikir kita tidak punya cukup kedekatan hingga dapat menontom film bersama. Kenapa dia dengan percaya dirinya bersikap seolah-olah kita saling mengenal.

Tapi kali ini aku rasa ingin sedikit memberinya pelajaran. Dia pikir aku wanita gampangan yang mudah di rayu begitu saja? Aku selalu mencari tahu seseorang yang Papa jodohkan denganku, latar belakang keluarganya, bahkan hal-hal sepele yang dapat kutemukan dari internet. Untungnya semua informasi tentang Kaindra Batara dapat di akses dengan mudah karena dia merupakan cucu semata wayang dari keluarga Batara. Mempunyai seorang ayah yang merupakan pengusaha sukses dengan seorang ibu yang berkarir sebagai artis senior di dunia hiburan. Masa depan pria di depanku ini sudah pasti terjamin. Dia lulusan terbaik universitasnya yang berada di Australia. Pria yang cukup cerdas menurutku tapi sayang attitudenya cukup buruk dari beberapa berita yang kubaca. Selalu berganti-ganti pasangan di setiap acara yang dihadirinya.

Ada sebuah laman berita yang memuat tentang wawancara kesehariannya, hal-hal yang dia sukai, serta aktivitasnya di luar perusahaan. Dan dari situlah aku tahu, pria banyak tingkah ini tidak menyukai sesuatu yang berbau horor.

Aku melempar umpan begitu saja, "aku ingin nonton film horor. Kamu mau gabung?"

Seketika aku melihat keterkejutan di wajahnya. Aku merasa puas untuk satu hal itu dan berharap jika dia mengurungkan niat untuk menemaniku menonton.

"Oke, siapa takut."

Aku mulai diserang kepanikan, siapa sangka jawaban itu keluar dari mulut pria ini dengan kepercayaan diri yang menyebalkan. Beberapa kali alisnya berkedut ke atas seolah mengejek karena rencana yang kubuat sudah gagal. Aku membanting stir, berbelok arah, menyudahi permainan tarik ulur ini.

"Aku sudah nggak berminat. Kamu nonton sendirian aja!" kularikan kakiku cepat-cepat dari tempat itu namun langkah seseorang mengejar dan pergelangan tanganku berhasil di tarik.

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang