Chapter 40

145 18 14
                                    

Lembayung Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung Senja

Rumah itu bergaya lama seperti bangunan Belanda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Rumah itu bergaya lama seperti bangunan Belanda. Namun suasana yang terasa begitu asri membuat aku selalu ingin datang berkali-kali. Tidak jarang aku merindukan tempat ini. Menghabiskan banyak waktu untuk melamun dengan sesekali menyeruput cokelat panas buatan Bu Risa, salah satu penjaga panti.

"Benar yang ini? Kenapa nggak ada papan nama panti jomponya?" Kaindra bertanya begitu mobil sampai tepat di depan sebuah pagar berwarna biru langit yang di beberapa sisinya berkarat dengan cat yang mengelupas.

"Iya," aku bergegas membawa barang-barangku dari mobil. "Karena memang awalnya nggak di buat khusus sebagai panti jompo. Ayo turun!"

"Terus kata kamu ada beberapa orang tua yang di rawat disini?" Kaindra menutup pintu dengan kembali bertanya.

"Sayang, minta tolong barang-barang di bagasi," pintaku memutari mobil ke arah bagasi dan Kaindra membukanya.

"Dulu rumah ini milik Eyang Uti sama Eyang Kakung Issa, terus pas mereka berdua meninggal rumahnya di warisin ke Issa. Tapi karena dia jarang ada di Bandung bahkan di Indonesia, rumah ini dikelola sama Bulik Ratih, adeknya Mama Issa. Totalnya ada tujuh orang tua yang di titipin kesini, mereka benar-benar dari kalangan orang yang nggak mampu. Kita nggak ngambil uang sepeserpun dari mereka. Kita cuma kasih rumah untuk tinggal di hari senja biar mereka nggak kepikiran repotin anak-anak yang sudah pada berumah tangga."

Aku meminta satu kantung dari tangan Kaindra karena melihatnya kerepotan membawa barang. Satu kardus kecil dia pinggul dan dua kantong kresek di jinjingnya. Tapi Kaindra menolak untuk aku membantu.

Aku membuka slot kunci pagar yang tingginya sedada orang dewasa. Menimbulkan bunyi derit besi yang membuat penghuni panti keluar. Bu Rissa berdiri di teras dengan senyum mengembang saat melihatku. Aku mendorong gerbang lalu berlarian kecil di atas paving block yang sengaja di taruh memanjang ke arah rumah untuk berjalan. Di tengah hijaunya halaman berumput.

Aku melambai pada Kaindra yang masih berdiri di tengah halaman begitu selesai memeluk Bu Rissa. Saat Kaindra sampai seorang perempuan muda yang wajahnya baru kulihat datang bergabung dari arah dalam rumah. Kaindra menaruh kardus di lantai sementara dua kantung yang dia bawa di pindah alihkan ke tangan perempuan muda tadi.

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang