Kaindra Batara
21+ ⛔️
Keesokan harinya, saat sarapan di meja makan, kembali hanya hening yang tercipta. Senja kembali membentangkan jarak. Bahkan tembok pembatas sudah di bangun kembali. Entah kenapa dia terlihat jauh lebih dingin dari pertemuan kita di cafe saat perjodohan.
Sepertinya disini cuma gue doang yang terlalu antusias. Bangun lebih pagi dari biasanya dan bergegas ke area dapur lalu memasak makanan untuk dia. Ingin sekali memberikan hal yang terbaik. Dari apa yang dia tinggali, apa yang dia pakai bahkan apa yang dia makan. Gue ingin memberikan segalanya.
Tidak ada obrolan di meja makan bahkan saat dia membalik sendok garpu, menandakan bahwa dia selesai meski menyisakan banyak di atas piring. Lama gue tatap matanya, mencari sisa kehangatan semalam dan rasa ketertarikan yang dapat gue tangkap dari sorot matanya. Tapi yang ada hanyalah sebuah kekosongan meski yakin dia menyembunyikan semua itu di dalam dirinya, entah dimana.
Wanita ini benar-benar membuat gue memutar otak untuk menyusun kalimat-kalimat pembahasan tentang kejadian semalam. Baru kali ini gue benar-benar kalut meminta kejelasan tentang perasaan yang sudah gue beri. Sialnya ingatan terlintas kembali mengabsen beberapa wanita yang meminta kejelasan hubungan setelah mereka mengakui perasaannya. Dan tidak pernah menyangka akan ada hari dimana gue merasakan hal tersebut.
Senja meneguk air minum dalam gelas, lalu gerakan tangannya yang mengusap sudut bibir dengan ibu jari lagi-lagi begitu mempengaruhi gue. Saat tiba-tiba saja dia mendongak, gue tersentak tatapan kami kembali bertemu setelah dia berusaha menghindar. Lama dia tatap dan membuat gue berpikir dia juga sama sedang menyusun kalimat penjelasan tentang semalam. Tapi semua salah.
Matanya bergerak perlahan menuntun untuk mengikuti arah tatapannya ke piring di depan gue yang isinya belum terjamah sama sekali. Gue baru sadar, sejak tadi hanya menatapnya tanpa makan. Tapi anehnya perut gue mendadak kenyang dan tidak butuh asupan apapun lagi selain dia. Bahkan gue mau jika dia meminta meninggalkan pekerjaan hanya untuk seharian bersamanya.
"Kamu nggak makan?" akhirnya dia mulai bersuara.
"Aku sudah kenyang."
"Lagi sakit?"
"Hm, sedikit." Gue beralasan hanya untuk menarik perhatiannya.
"Yah, sayang sekali." Tunggu, kenapa suaranya terdengar begitu kecewa?
"Kenapa?"
"Tadinya aku mau minta kamu temenin ke acara birthday party salah satu production house yang ngurus naskah aku tapi kamu sakit. Jadi yaudah aku---"
"Aku bisa nemenin kamu," gue langsung saja memotong kata-katanya.
"Tapi tadi katanya kamu sakit?"
"Iya sakit... tapi itu tadi. Sekarang udah nggak."
Senja tersenyum. Menutupi mulutnya dengan punggung tangan. Tapi gue dapat menangkap keindahan itu. Dalam sekejap membuat kehangatan melembur dalam ruangan yang tadinya dingin dan sunyi.
"Kalau kamu udah nggak sakit, sekarang habisin makanan kamu."
"Iya, bu bos." Menurut layaknya anak kecil, gue bergegas menyendok makanan. Memasukannya ke dalam mulut lalu buru-buru mengunyah.
Sepanjang jalan menuju kantor gue hanya senyum-senyum seperti remaja yang baru saja jatuh cinta. Masih penasaran kenapa orang yang sedang kasmaran selalu bersemangat setiap harinya. Bagi mereka waktu sehari tidak cukup untuk dihabiskan bersama orang terkasih. Itulah yang sedang gue rasakan sekarang. Baru beberapa saat lalu bertemu dengan Senja, rasanya kenapa tidak puas?

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Last Sunset
Romance"A sunset paints the sky as if there were no tomorrow" -Anthony T. Hincks-