Chapter 24

164 21 8
                                    

Kaindra Batara

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaindra Batara

Senja dan gue memutuskan untuk pulang ke apartemen. Mengabaikan permintaan tante Ajeng untuk menginap. Di perjalanan dia hanya diam saja, menatap luar jendela mobil dengan segala pemikirannya sendiri. Tidak ada yang bersuara di antara kami. Hanya sesekali bisingnya kendaraan yang menyalip terdengar karena kaca jendela yang di biarkan terbuka.

Gue memutuskan untuk berbelok ke arah kiri. Berlawanan dengan jalur semestinya menuju apartemen.

"Kita mau kemana?" Senja bertanya. Gue pikir dia tidak sadar akan jalanan di depannya.

"Jalan-jalan sebentar. Sayang sekali kalau malam minggu begini kita harus langsung pulang."

Dia hanya diam kembali melamun. Gue tidak memaksanya untuk bersikap biasa. Kesedihan masih jelas terlihat dari raut wajah Senja. Setidaknya dia tidak menangis lagi itu sudah cukup.

Gue memarkirkan mobil di bahu jalan berderet dengan beberapa kendaraan lainnya. Setelah melepaskan sabuk pengaman, gue menoleh pada Senja. Dia tengah melongok keluar, menatap beberapa gerobak pedagang kaki lima dan orang-orang yang berlalu-lalang.

"Kita ngapain disini, Kai?"

"Jalan-jalan, makan, apapun kita lakukan biar suasana hati kamu lebih baik. Ayo...!"

Setelah sama-sama keluar dari mobil, gue menggandeng tangan Senja untuk menyebrang jalanan. Dia sedikit terkejut ketika tanpa permisi tangannya gue ambil alih.

Beberapa kali gue melambai pada pengendara untuk memelankan laju kendaraan mereka selagi kita berdua menyebrang.

Gue merasa puas saat mendapati rasa takjub dari ekspresi wajah Senja saat sampai di sebuah taman. Tautan tangan kita sengaja gue lepas untuk membiarkannya lebih leluasa mengexplore tempat yang sepertinya baru pertama kali dia jajaki.

"Kenapa jam segini masih banyak orang?" Dia bertanya dengan matanya yang menyala menangkap beberapa pasang orang yang tengah berkerumun.

"Ini bahkan belum lewat tengah malam, Senja. Apalagi suasana malam minggu kaya gini. Udah pasti banyak pasangan atau keluarga yang menghabiskan waktu bersama. Ayo..!"

Baru dua langkah berjalan, sebuah tarikan dari belakang membuat gue berhenti. Menoleh dan mendapati Senja tengah memegangi ujung jas yang gue pakai. Wajahnya terlihat ragu. Bibirnya terbuka lalu menutup kembali. Mengurungkan kata-kata untuk di ucapkan.

"Kenapa?"

"Bisa nggak kamu jangan jalan duluan? Bisa nggak tangan aku di gandeng? Aku takut nyasar."

Sudut bibir gue berkedut kecil. Menahan senyum yang ingin mendobrak keluar. Menunduk sebentar untuk menyembunyikan ekspresi wajah konyol itu.

Gue berdehem, "tadi kamu ngomong apa? Aku nggak dengar?"

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang