Chapter 34

86 11 8
                                    

Lembayung Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung Senja

Setelah pulang dari Bali rasanya hari berjalan dengan sangat cepat. Mungkin karena banyak urusan yang harus dikerjakan sehingga waktu terasa mengejar-ngejar. Aku mengejar deadiline agar buku selesai sebelum akhir tahun. Sehingga akhir-akhir ini lebih banyak begadang. Sesekali Kaindra menemaniku di ruang kerja meskipun dia mengerjakan urusannya sendiri begitu juga aku. Kita menjadi jarang keluar untuk sekadar makan bersama atau kencan. Biasanya waktu intim berdua terjadi saat kita akan tidur. Menyempatkan mengobrol dan bercerita tentang hari yang kita lewati. Kaindra yang lebih banyak mengalah mengusahakan waktunya untuk menemuiku di tengah kesibukan. Hal ini berlangsung selama satu bulan lebih.

Hari ini aku duduk di ruang tunggu rumah sakit untuk menunggu Kaindra. Dia memaksa menemaniku kontrol menemui dokter Irwan. Seharusnya sudah sepuluh menit berlalu dari jadwal yang diberikan, tapi aku masih menunggu Kaindra karena dia bilang akan sedikit telat karena macet setelah bertemu dengan klien. Aku bisa memaklumi hal itu karena waktu sudah sore dan jalanan akan ramai oleh orang-orang yang pulang bekerja.

Senyumku mengembang saat dari kejauhan terlihat Kaindra sedang melambai ke arahku. Ya Tuhan aku sangat berterimakasih di masa sulit seperti ini ada dia yang mau menemaniku. Bagaimana jika aku harus menjalani ini semua sendiri dan bersembunyi dari orang-orang? Aku berdiri dan dia langsung menyambar tubuhku untuk dipeluk. Mengecup singkat pipi dan meminta maaf karena sudah terlambat.

Kita berdua menaiki lift. Di dalam aku menatap penampilan Kaindra yang terlihat lebih berantakan dari biasanya. Karena hanya ada kami berdua, aku mendekat ke arahnya. Dia menatapku dengan satu alis terangkat lalu aku berdiri tepat disampingnya. Tanganku merayap naik menyentuh kerah kemeja Kaindra lalu membenarkan letak dasi yang dikenakan.

"Kamu sibuk banget apa? Tumben berantakan seperti ini."

Dia mendekap tubuhku selagi aku merapikannya. Mengecup cukup lama kening lalu menyandarkan dagu di atas kepalaku. Aneh. Meski dia selalu bermanja-manja, tapi rasanya ada yang tidak biasa atau ini hanya perasaanku saja.

Saat pintu lift terbuka Kaindra menguraikan dekapannya, berganti dengan menggandengku keluar berjalan bersama.

"Pak, Kaindra."

Kita serempak untuk berhenti ketika seorang dokter menyapa. Kaindra terlihat terkejut namun dia langsung memasang senyum.

"Wah sehari ini kita ketemu sampai dua kali ya, Pak. Lagi-lagi di rumah sakit, yang berbeda pula." Dokter itu terkekeh sendiri dan hanya di balas oleh senyuman enggan dari Kaindra.

Aku memperhatikan interaksi keduanya. Melihat betapa canggungnya Kaindra sekarang. Hal yang menjadi pusat perhatianku adalah nama rumah sakit yang tertera di jas dokter itu bukan merupakan rumah sakit ini. Lalu dimana mereka berdua bertemu hari ini?

"Kebetulan saya sedang mengantar istri untuk kontrol."

Dokter itu mengangguk-angguk sembari menatapku lalu aku hanya membalasnya dengan senyuman. Tidak lama setelah itu kita lebih dulu berpamitan pergi meninggalkannya karena takut jam praktik dokter Irwan habis. Saat aku tidak sengaja menoleh ke belakang, dokter tersebut masih di tempatnya menatapku dan Kaindra menjauh.

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang