Chapter 8

175 28 14
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung Senja

Pintu kamar terbuka secara paksa, membuat konsentrasiku menulis seketika buyar begitu saja. Aku menoleh kesal ke sumber suara dengan langkah tergesa dari belakangku.

Pram menempatkan diri disamping meja kerja dengan satu tangan lain berada di atas pundakku.

"Mbak, kamu beneran mau nikah sama anak keluarga Batara? Siapa itu namanya? Kaindra? Mbak, tolong berpikir ulang untuk yang satu itu!"

Aku memutar bola mataku malas, menyingkirkan dengan paksa tangan Pram yang berada di pundakku.

"Kalau masuk ke kamar orang tuh ketuk pintu dulu. Di ajarin sopan santun nggak sih sama Mama kamu?" ketusku mencoba kembali fokus pada layar laptop.

Namun lagi-lagi nada dingin yang kukeluarkan untuk Pram tidak pernah mempengaruhi pria itu. Pram justru berjalan ke arah ranjang dan duduk di pinggiran sana.

"Mbak, kamu layak dapat yang lebih baik dari dia. Bukan pria yang dingin dan kejam sama wanita."

Aku mencoba tidak mengindahkan kata-kata Pram. Namun tidak dipungkiri fokusku pada layar sudah benar-benar hilang. Aku hanya berpura-pura menulis asal sembari otakku berpikir keras. Kenapa Pram bilang jika Kaindra itu orang yang dingin? Padahal dia terlalu banyak bicara bagiku, tidak ada bedanya dengan Pram. Memusingkan.

"Mbak!"

"Kamu kan cuma tahu dari gosip dan katanya, Pram. Sudah nggak usah ikut campur urusanku, mending kamu sekarang pergi dari sini!" Aku memutar tubuhku menghadap Pram sambil melayangkan tatapan sengit, berharap adik tiriku yang tidak tahu diri itu segera enyah dari kamarku.

"Iya memang sih itu gosip dan kata orang-orang, tapi ini benar-benar dari sumber terpercaya. Infonya saja dari karyawan-karyawan yang kerja di perusahaan Batara."

"Kok kamu tahu?"

"Mbak kan tahu sendiri, kafe favorit kita itu sudah seperti markas tongkrongan karyawan perusahaan Batara dan para staf rumah sakit."

"Jadi kamu nguping disana selagi para karyawan ghibahin bosnya?"

"Bukan begitu, Mbak. Pokoknya jangan menikah sama dia. Kamu bisa dapat pria yang lebih baik, yang---"

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang