Chapter 18

127 22 7
                                    

Lembayung Senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lembayung Senja

Aku membuka mata, menemukan pemandangan segar dari tanaman hijau didepanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku membuka mata, menemukan pemandangan segar dari tanaman hijau didepanku. Bangun dan duduk lantas beringsut menyenderkan tubuh di kepala ranjang, mataku tak terlepas sedikitpun dari mengagumi indahnya dedaunan yang bergerak selaras mengikuti arah angin.

Ketika sedang menikmati lamunan aku baru tersadar akan kejadian kemarin malam. Aku melipat bibir bawahku kedalam, menggigitnya kecil dan mengingat bagaimana benda kenyal itu saling bersentuhan. Ada lilitan aneh dalam perut yang terasa ketika aku mencoba mengulang kembali kejadian tersebut.

Cara Kaindra menyentuhku benar-benar menimbulkan sensasi yang luar biasa. Membangunkan sesuatu yang terkubur dalam diriku sebagai seorang perempuan. Saat aku benar-benar terbuai dan hendak membuka bibir agar ciuman itu semakin dalam, ketukan dari luar jendela mobil terdengar dan membuat Kaindra mengerang kesal. Mengecup singkat bibirku tanpa meminta maaf seolah apa yang dilakukannya adalah hal wajar dan bukan sebuah kesalahan, Kaindra menurunkan kaca jendela. Mendapati seorang pria berumur kisaran empat puluh tahun yang ternyata penjaga villa milik keluarga Batara.

Mobil Kaindra diurus oleh penjaga villa dan satu pria lain yang datang dengannya. Sementara aku dan Kaindra berjalan menuju villa dengan mobil lain. Tidak ada yang bicara diantara kami. Aku sibuk dengan isi kepalaku yang mengumpat sumpah serapah pada diri sendiri karena mau saja dicium. Namun sebagian diriku menyesalkan karena tidak membuat segalanya lebih mudah dengan menerima ciuman tersebut. Apa arti sebuah ciuman ketika kita sudah sama-sama dewasa dan dihadapkan dengan situasi yang mendukung seperti semalam. Mungkin saja aku akan ditertawakan oleh Kaindra ketika memprotes hal yang sepele baginya. Iya, ciuman pasti tidak berarti apa-apa bagi pria seperti dia.

"Ada tiga kamar di villa ini," kata Kaindra begitu kami sampai. "Kamu mau tidur bareng aku atau pilih kamar sendiri?"

Tidak memerlukan waktu lama bagiku untuk berkata memilih kamar sendiri dan Kaindra terkekeh, mencubit gemas pipiku sembari menjinjing tas berisi barang-barang yang kubawa.

"Ayo aku ajak kamu ke kamar!"

Aku mengikutinya dengan langkah gamang. Mencari-cari jawaban apa yang akan kukatakan nanti jika dia membahas ciuman tadi. Namun sesampainya didalam kamar dan hanya ada kita berdua, Kaindra sama sekali tidak membahas apapun. Sikapnya seperti biasa. Dan itu semakin meyakinkanku bahwa sebuah ciuman tidak ada arti baginya.

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang