Chapter 36

105 12 7
                                    

21+

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

21+

Lembayung Senja

"Selamat tahun baru, Kai. Aku ingin melewati tahun-tahun berikutnya sama kamu."

Kaindra menaruh cake dari tangannya ke atas meja lalu beringsut memperpendek jarak untuk meraup wajahku sepenuhnya. Wajahnya maju untuk memberikan kecupan di bibir, lalu ke pipi, merangkak ke atas kening, berjalan kesamping mengecup daun telinga dengan gigitan kecil menggelitik yang sukses membuatku berjengit tapi tangan Kaindra sudah terlebih dahulu menahan di belakang punggungku.

Saat bibirnya kembali menyapa bibirku dia kembali mencium lembut, dengan tempo perlahan aku mengimbanginya.

"Kai, kita makan cakenya terlebih dahulu." Bisikku di tengah ciuman yang masih berlangsung.

Dia bergumam, "kita bisa makan setelah ini."

Lalu tempo ciumannya semakin meningkat. Melumat bibirku untuk kesekian kali, membiarkan tangannya meraba berada di sisi leherku. Saat tanganku yang berada di bahunya bergerak untuk melingkar di leher Kaindra, dia membawa satu tangannya membelai, meraba setiap jengkal wajahku. Tidak membutuhkan waktu lama bagi Kaindra untuk merangsangku, dia adalah penakluk yang hebat. Setiap sentuhannya selalu tepat, lembut tidak terburu-buru dan membuatku selalu mendamba.

Aku membalas ciumannya, memeluk tubuhnya dengan kehangatan. Membiarkan lidah kita saling melilit satu sama lain dan dingin yang semula terasa menguap menjadi hawa panas yang luar biasa.

Perlahan Kaindra melepaskan bibirnya. Menarik wajah tapi tangannya masih berada di sisi pingganggku, memaku tubuhku agar tetap di tempat. Dia menatap tampak memuja, sorot matanya terlihat mengagumi dan hal itu sukses kembali menimbulkan perasan yang menggebu di dalam dada. Aku tersipu malu akan sorot matanya yang mendamba, memuja dan menginginkanku.

Saat aku menipiskan senyuman, Kaindra tahu bahwa aku mengizinkannya. Kembali tubuh kami saling merapat satu sama lain. Satu telapak tangan Kaindra berada dibalik punggungku, memeluk, mendekap penuh hangat. Sementara bibir kita kembali saling bertaut dengan gairah bertempo lebih panas. Kaindra benar-benar handal dalam hal ini bahkan aku kewalahan untuk mengimbanginya. Dia mengisap, sesekali melumat, memberikan gigitan-gigitan kecil penuh sensasi gila yang nyaris membuatku melayang meninggalkan kewarasaan yang ada. Lidahnya melesat masuk melilitkan lidahku beberapa kali dan bermain di dalam sana hingga aku terengah.

Tangan Kaindra yang semula memeluk kini mencari, meraba, mengusap turun dari atas punggung hingga meremas pelan bokongku lalu menyingkap gaun malam yang kukenakan. Meraba pahaku perlahan naik turun. Jejak sentuhannya selalu meninggalkan panas yang membakar.

Setelah meninggalkan jejak percikan api yang sukses membuatku gelisah dibawah sana, Kaindra menarik tangannya kembali ke atas untuk menemukan dadaku tanpa bra. Dia menyentuhnya, menggenggam, meremas.

Sementara itu, ciumanku semakin menjadi, mengisap, menekan, mengigit saat tangan itu mulai bermain-main disana. Desahan tertahan saat ciuman lebih dalam terlepas olehku yang benar-benar sudah berada di angan. Kudorong tubuhku kedepan saat sebuah cubitan di dada terasa. Rasanya sedikit nyeri tapi menyenangkan dan Kaindra tahu hal itu karena sekarang dia sudah meninggalkan wajahku, turun ke lekuk leher lalu memberikan banyak kecupan disana. Turun lagi, dia hirup pundakku lama. Bernafas, menghirup, mencium disana dan meberikan gigitan-gigitan nakal.

Our Last SunsetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang