Bab 1 Putri Pesantren ✨️

5.1K 119 7
                                    

Konnichiwa ⚘️
come back nih Yesha bawa cerita baru. Semoga suka ya. Jangan lupa bintangnya dan komen yuk bagi keseruan kamu baca cerita ini🤩

HAPPY READING❤️

.
.

"Jangan biarkan keraguan dalam hatimu menguasaimu, bila kau mencintainya kejar dan dapatkan lah."
- Anisha Sayeeda Misha -

•••


Di sudut kamar Anisha termenung menatap foto kecilnya bersama ayahnya. Terputar sejuta kenangan yang mungkin tidak akan pernah terulang. Bola matanya teralihkan ketika suara pintu dibuka memperlihatkan sosok gadis berkerudung panjang yang kini sedang menghampirinya.

Diraihnnya kedua tangan Anisha oleh gadis itu sembari berkata, "Kenapa? Ada yang membuatmu tidak nyaman?"

Wajah khawatir Habibah terlihat jelas. Dengan senyuman tipis Anisha menggeleng membuat rasa khawatir itu perlahan memudar.

"Aku hanya rindu dengan keluargaku. Bulan ramadhan kemarin, aku tidak pulang. Entahlah kapan aku bisa pulang dari pesantren ini." Anisha mulai bercerita.

"Setiap melihat foto ini, aku langsung merindukan kehadiran ayahku." Tambahnya.

Habibah menerima foto yang diperlihatkan sahabatnya itu. Dengan teliti Habibah memperhatikan foto tersebut. Ada sebuah quotes mengatakan "Cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya."

Mungkin sudah tidak asing lagi, di mana ayah adalah laki-laki pertama yang memberikan cinta dan kasih sayang yang tulus pada anak perempuannya.

"Apa pun akan ayah lakukan demi kebahagiaanmu, Nak."

Anisha masih ingat betul kalimat yang diucapkan ayahnya itu.

Tanpa sadar bulir air jatuh ke pipinya. Perasaan sedih dan haru mulai menyelimutinya. Ada rasa sesak dihati mendengar kalimat itu terucap dari sahabatnya.

"Kamu beruntung banget, ya. Masih punya Ayah." Celetuk Habibah tersenyum tipis. Gadis itu mengelap sisa air mata di pipinya ketika melihat foto kebersamaan Anisha dengan ayahnya.

"Bibah, semangat dong! Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu sedih." ucap Anisha memegang kedua tangan sahabatnya.

"Tidak apa-apa. Eh iya kita langsung ke masjid, yuk! Pasti sudah ditunggu sama Umi." Ajak Habibah.

Bergegas keduanya berlari menuju masjid untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari di pesantren yaitu mengaji. Santri mana sih yang tidak mau telat? Kalau telat alamat dihukum sama kakak senior.

Anisha salah satunya. Santriwati yang dikenal paling tepat waktu dan menjadi sosok teladan di pesantren tersebut. Kesabaran hatinya dan kemurahan senyumnya menjadikan gadis itu disukai banyak orang.

Gadis bermata cokelat terang lengkap dengan gamis yang dikenakannya itu berjalan cepat menuju sebuah bangunan suci yang biasanya dipakai untuk beribadah. Kedua santriwati itu segera menyusul santri-santri lain untuk tadarus bersama di masjid. Kedatangan Anisha di sambut hangat dengan senyuman santriwati di sana. Anisha juga masih satu keluarga dengan pemilik pondok pesantren tersebut.

Tanpa menunggu lama dimulai lah kegiatan mereka. Mengaji bersama dengan Ustazah Bella sebagai guru mereka.

Di tengah kegiatan itu, Habibah menepuk pundak Anisha sembari berbisik, "Nis, jangan tinggalin aku lagi besok."

Anisha yang paham lantas menjawab, "Makanya kamu bangun jam tiga kalau tidak mau aku tinggal ke kampus."

"Kepagian itu mah, masih ngantuk tau." Balas Habibah memasang wajah kesal.

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang