Bab 47 Malaikat Kecil ✨️

978 55 15
                                    

Delfano mengangguk lalu mengangkat tubuh Anisha kemudian membawanya menuju mobilnya. Agnes mengikutinya dari belakang untuk mengemudikan mobil yang akan membawa mereka ke rumah sakit.

Melihat Anisha kesakitan membuatnya semakin panik tak karuan. "Sayang kamu yang kuat, ya."

"Hei, jangan panik gitu. Tenangkan dirimu, Fan."

"Bagaimana aku bisa tenang melihatmu mengerang kesakitan yang justru membuatku panik." Balasnya.

Anisha tertawa kecil mendengarnya kemudian meraih kedua pipi Delfano seraya berkata, "Tetap di sampingku, ya. Ku mohon..."

"Aku tidak akan pergi jauh darimu, Anisha." Jawabnya.

Seketika Kontraksi itu terasa kembali membuatnya menggenggam erat tangan Delfano sambil terus beristighfar.

"Fan... Tolong kabari orang tuaku dan Elisa. Aku ingin mereka hadir di sana." Pintanya.

"Baiklah."

Atas permintaa istrinya itu, Delfano langsung mengabari kondisi Anisha pada orang tua Anisha dan sahabatnya. Jelas rasa syok dicampur bahagia teraduk menjadi satu.

Bunda Aida dan suaminya pun bergegas menyiapkan barang dan langsung pergi ke rumah sakit yang dituju anaknya.

***

Notifikasi pesan masuk ke ponsel laki-laki bersorban putih itu. Di tempat yang jauh dari tanah kelahirannya, Fathan mendapatkan pesan singkat yang mengabarkan...

"Anisha mau melahirkan."

"MashaAllah alhamdulillah ya Allah, aku harus kabari Umi dan Abi." Ucap Fathan.

Begitu pun dengan Elisa yang langsung tancap gas mendapat kabar sahabatnya masuk rumah sakit. Walaupun terjebak macet akhirnya Elisa sampai di rumah sakit tepat pukul sepuluh malam.

Tampak ramai oleh orang dikenalnya ya siapa lagi kalau bukan keluarganya Anisha. Teman-teman dekat Delfano juga dikabari dan ikut datang ke rumah sakit.

"Huh astaga capek banget gue lari-lari. Eh lo pada di sini juga? Gimana sahabat gue hah?" Elisa yang baru tiba langsung mendekat ke arah mereka.

"Ada di dalem udah tenang aja." Balas Theo.

Di dalam ruangan, Anisha terus menggenggam erat tangan kiri Delfano dan berusaha untuk tetap sadar.

Melihat sekeliling tampak berbeda, gadis itu membatin. "Aku tidak mengerti tiba-tiba banyak sekali alat medis terpasang padaku. Apa sebenarnya semua ini? Ah aku tidak peduli, aku hanya ingin cepat berakhir dan bisa melahirkan anakku."

"Tolong jangan mengejan dulu, ya. Nanti ikut arahan saya." Pesan dokter itu.

"Iya, dokter."

Melihat Anisha yang kesakitan, lelaki itu mendekat mengelus-elus kepala Anisha.

Dalam hatinya ia berdoa sangat harap. "Ya Allah lancarkanlah proses persalinannya. Ku mohon selamatkan bayi dan Ibunya, aku ingin melihat mereka bahagia."

Beberapa jam kemudian. Keluarga Fathan baru tiba di rumah sakit tersebut. Baru saja akan menyusul ke ruang observasi, mereka berpapasan dengan keluarga Anisha tampak terburu-buru.

"Aida, kalian mau ke mana? Di mana Anisha?" tanya Umi menghentikan adiknya.

"Kak, Nisha dibawa ke ruang persalinan." Jawab Bunda.

Mereka pun menyusul menuju ruangan tersebut dan menunggu di depannya. Rasa cemas, takut, bahagia bercampur menjadi satu. Hanya bisa membantu dengan doa berharap keduanya selamat dan bayinya sehat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 26 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang