Bab 10 Tentang Delfano ✨️

918 69 3
                                    

“Te-terima kasih.” Melihat wajah Delfano yang penuh keyakinan, Anisha pun menerimanya dan meminum air itu.

“Aku tidak bisa lama-lama di sini. Kau pasti tidak suka kan dengan keberadaanku?” Belum sempat Anisha menjawabnya lelaki itu sudah pergi dari sisinya.

“Dia sangat aneh, apa tujuannya mengkhawatirkan ku? Apa dia punya rencana?” Gumamnya.

Beberapa menit berlalu perawat itu masuk dan memberikan obat pada Anisha.

“Kamu beneran kuat masuk kelas?” Elisa memastikan.

I’m okay  tenang saja.” Jawabnya.

Dengan kondisinya yang kurang vit tak membuat semangatnya sirna. Ia tetap mengikuti pembelajaran dengan baik.

“Jaga kesehatan kalian karena saya dengar minggu depannya lagi pembagian kelompok untuk kegiatan KKN kalian.” ucap Pak Dosen.

Seketika ruangan heboh mendengar itu, “Gila gak sabar aku.” Kata Elisa.

“Kamu semangat banget, ya?” ucap Anisha.

“Oh tentu.”

Langit biru kini berubah Oranye. Tepat jam tiga sore mahasiswa yang sudah tidak ada kelas, berhamburan keluar untuk pulang.

“Kamu beneran bisa pulang sendiri?” Elisa masih khawatir.

“Tenang saja, Lis. Aku bisa kok.” Mendengar itu sedikit membuat Elisa tenang kemudian pamit pulang.

Sesaat sebelum pulang, dari kejauhan tampak laki-laki yang ditemuinya tadi di ruang kesehatan masuk ke mobil jemputannya. Melihat itu ia membatin, “Terkadang hatiku goyah ketika dia baik padaku. Apakah itu tulus? Atau ada maksud lain? Tapi saat itu juga rasa kesal hadir mengingat tindakan yang telah dilakukannya.”


***


Wajah masam dan tangan yang sedari tadi gemetar jelas menandakan lelaki itu tegang dan takut. Bagaimana tidak? Kedua orang tuanya memanggilnya setelah pulang dari Eropa. Melihat suasana diluar sudah hampir memasuki kawasan rumahnya lelaki itu membatin, “Apa yang ingin mereka bicarakan denganku? Jangan-jangan mereka sudah tau kejadian malam itu”

Tepukan di pundak menyadarkannya. “Tuan muda, kita sudah sampai. Tuan ditunggu di ruang kerja tuan besar.”

“Baiklah.” jawabnya pada sopirnya.

Kakinya melangkah menuju lantai tiga untuk menemui kedua orang tuanya. Anak pertama dari tiga bersaudara dialah Delfano Arsyanendra pewaris pertama dan anak kebanggaan keluarga Arsyanendra. Keluarganya sangat dihormati dan sudah banyak cabang perusahaannya di berbagai daerah.

Sejak kecil ia di didik begitu keras agar menjadi anak yang bertalenta dan merebut kebebasannya dalam bergaul dengan teman-temannya. Karena itu lah kejadian malam itu disebabkan Delfano kabur dari rumah dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya lalu pulang dalam keadaan mabuk berat.

Kakinya terhenti tepat di depan pintu ruang kerja Ayahnya. Delfano membuang napas panjang berusaha tetap tenang kemudian ia pun masuk ke ruangan tersebut.

“Ada perlu apa kalian memanggilku?” tanyanya menunduk.

“Angkat wajahmu.” ucap Ayahnya. “Kamu pikir kami tidak mengetahui yang sebenarnya?” Lanjut laki-laki tua itu.

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang