Bab 46 Kompetisi Musik ✨️

715 51 20
                                    

Dua bulan telah berlalu sejak hari datangnya undangan itu. Setelah semua persiapan yang dilakukan Delfano, akhirnya akan diperlihatkannya malam nanti dalam final kompetisi musik.

Kandungannya pun semakin membesar, hanya tinggal menghitung hari saja untuk bisa berjumpa dengan malaikat kecilnya.

Kini di dalam kamar berlatar abu-abu muda, seorang gadis berbusana muslim termenung menatap pantulan dirinya di cermin.

“Kok gendut banget, ya, aku? Padahal sering olahraga dan makan-makanan sehat.” Gumamnya.

Lelaki itu tak sengaja mendengar lalu menyahutnya. “Itu wajar sayang. Kamu kan sedang hamil.”

“Tapi, dulu pipiku tirus dan kulitku cerah. Sekarang lihat... Betisku melar, berat badan ku bertambah, gendut, tembem. Aku jelek, ya?” tanya Anisha membalik diri berhadapan dengan suaminya.

“Ya, itu membuatmu semakin imut.” Jawab Delfano.

“Aku gendut, semua baju tidak ada yang pas.” Anisha murung perkara tubuhnya yang berubah dan Delfano tak suka itu.

“Gak. Kamu tambah imut dan lucu.” Jawab Delfano mencubit lembut pipi istrinya.

“Ih Fan! Nanti pipiku tambah chubby kayak bakpao.” Anisha merajuk.

“Ya sampai aku ingin menggigitnya.” Balas Laki-laki itu memeluk dan mencium pipinya.

Masih dalam pelukannya, Delfano memberitahu Anisha tentang postingan yang di kirimnya di akun sosialnya. Di mana lelaki itu berencana untuk menyebarkan statusnya saat ini.

Mendengar hal itu Anisha sedikit mendorong Delfano kemudian membuka ponselnya mencari postingan yang dimaksud.

“Beneran gak apa-apa? Jangan dulu, Fan. Aku takut.”

“Tenang saja. Wajahmu tidak terlihat di situ.” ucap Delfano, menenangkan Anisha.


***


Tak lama postingan itu di upload dalam media sosial Delfano, banyak sekali yang menyukai foto tersebut dan komentarnya di penuhi rasa kagum, suka dan bahagia.

Anisha sempat berpikir dibukanya hubungan mereka ke publik menimbulkan kebencian padanya. Apa yang dipikirkannya itu salah, para fans-nya Delfano justru menyukai dan mendoakan hubungannya.

“Bener ya orang baik pasti ketemu dengan orang baik lagi. MashaAllah cantik banget kak Anisha...”

“Mereka serasi banget!”

“Kaget loh tiba-tiba, cantik banget Kak Anisha! Semoga langgeng terus, ya.”

Itulah beberapa komentar yang tertulis di akun sosialnya. Melihat sedari tadi istrinya tersenyum, Delfano pun mendekat lalu mengusap pipi kanan Anisha.

“Lihat, kan? Kamu tidak usah takut sayang.”

“Alhamdulillah. Iya Fan terima kasih.”

Saat Anisha menggulir beranda sosial medianya, ia melihat sebuah poster kompetisi musik tahunan beserta para finalis yang akan datang. Melihat nama lima finalis dalam poster itu, terbesit satu pertanyaan di benaknya.

“Delfano, keluargamu selalu menang setiap tahunnya dalam acara seperti ini. Apakah kamu pernah berpikir ada seseorang yang iri dan ingin berbuat jahat padamu?” Tanya Anisha penasaran.

“Kalau di tanya iri mungkin saja ada. Tapi untuk berbuat jahat ... sejauh ini sih tidak ada. Ya, aku harap tidak ada yang seperti itu. Namanya juga perlombaan sudah seharusnya ada yang menang dan kalah.” Jawab Delfano.

“Kamu bahagia gak sayang?” tanya laki-laki itu.

“Bahagia lah.” Jawab Anisha menatap laki-laki itu.

“Beneran?”

“Kamu kenapa sih takut banget aku gak Bahagia?” Anisha sedikit tertawa mendengar ucapan itu.

“Kebahagiaanmu adalah yang terpenting bagiku.” ungkapnya.

Anisha menyimpulkan senyumnya lalu menarik tangan Delfano seraya berkata, “Ayo bersiap, acaranya sebentar lagi kan?”


***


Tepat pukul delapan malam, mereka sekeluarga pergi menuju gedung acaranya. Ada perasaan takut dihatinya mungkin itulah yang disebut nervous.

A

nisha yang terlanjur melihatnya kemudian menggenggam tangan Delfano untuk menenangkannya.

“Bermainlah menggunakan hati, itu lebih mudah tersampaikan.”

“Tentu, Anisha.” Jawab Delfano diselipi senyuman.


***


Saat tiba di tempat acara. Anisha dan Delfano berjalan bersama, tangan mereka saling berpegangan ketika mereka memasuki gedung itu. Ketiga adiknya mengikuti dari belakang tentunya bersama kedua orang tuanya.

Hawa dingin mulai menusuk kulit kakinya hingga merambat ke tubuh lainnya. Cahaya lampu yang terpancar dari setiap sudut ruangan, menciptakan suasana yang hangat dan menyambut. Tamu-tamu yang lain mulai berdatangan bersama dengan para finalis lainnya.

Langkahnya terhenti saat seorang laki-laki bersama keluarganya mendekat kemudian menyapanya.

“Kita bertemu di final ya Delfano Arsyanendra.” ucap Van tersenyum sinis.

“Sudah lama ya tidak seperti ini, Van Hendra.” Jawab Delfano akrab dengan laki-laki itu.

Anisha yang belum mengenal siapa yang menyapanya hanya terdiam  memperlihatkan senyuman saja. Kemudian lelaki itu menjelaskan bahwa dirinya adalah teman SMA Delfano yang selalu bersaing dalam dunia musik.

Keduanya selalu berlomba-lomba merebutkan juara pertama dalam bidang musik. Walaupun begitu hubungan keluarganya sangat baik karena sama-sama dari keluarga yang mewarisi bakat piano.

“Kau boleh saja enam tahun berturut-turut menang dalam kompetisi musik tahunan. Tapi tahun ini, aku yang akan menang.” ucap Van dengan penuh percaya diri.

“Kita lihat saja.” Balas Delfano. Kemudian melanjutkan langkahnya.

Tak jauh dari tempat tadi, mereka berpisah di mana Delfano akan bersiap di ruang tunggu ditemani Anisha tentunya. Sedangkan yang lain langsung memasuki ruangan di mana acara itu ditampilkan.

Di ruang istirahat, Anisha masih terpikirkan ucapan laki-laki tadi. Gadis itu pun mendekati Delfano menarik lengan jasnya. Lelaki itu melirik mendapati wajah khawatir istrinya.

“Fan, kenapa perasaanku gak enak ya? Van itu bukan orang jahat kan? Dia tidak akan melukaimu kan?”

Mendengarnya Delfano tersenyum lalu menuntunnya duduk. “Sayang, kamu tidak usah khawatir. Dia memang seperti itu sikapnya.”

Gadis itu tersenyum membalasnya kemudian menarik tangan Delfano dan meletakkannya di atas perut buncitnya.

“Rasakan deh, ada yang gerak-gerak.” Kata gadis itu.

Apa yang dikatakan Anisha benar adanya. Ia merasakan sesuatu yang bergerak di dalam perut buncit itu. Ya siapa lagi kalau bukan anaknya. Tampak raut bahagia terpancar di wajah laki-laki itu.

“Sayang... Kamu yang sehat ya. Yang anteng di dalam, kami tidak sabar untuk bertemu denganmu.” Ucapnya mencium perut buncit tersebut.

“Iya Ayah.” Balas Anisha tertawa.


***


Tak terasa sudah setengah jam terlewati. Anisha menyusul keluarganya yang sudah duduk di kursi penonton karena sebentar lagi adalah penampilan Delfano.

Anisha beserta keluarganya mengambil tempat di barisan tengah, merasakan detak jantungnya yang semakin kencang. Dia bisa mendengar suara penonton yang bersemangat untuk acara yang akan datang.

“Aku pasti bisa, tenanglah. Aku tidak mau mengecewakan Mamah yang sudah mengajariku.” Delfano mengambil napas dalam-dalam, merasakan adrenalin yang mulai mengalir melalui darahnya.

Malam ini adalah kompetisi musik tahunan, dan Delfano sangat menantikan momen ini selama berbulan-bulan. Ia telah berlatih tanpa henti, mengasah keterampilan musiknya hingga dia merasa yakin dan siap untuk tampil.

Suara musik yang lembut dan menenangkan mengisi ruangan, menciptakan suasana yang tenang dan damai. Semua mata terpana dengan penampilan Delfano yang lihai menekan tuts piano itu. Bu Fiona yang sedari tadi memerhatikan putranya dibuat kagum atas hasil dari latihannya selama ini.

“Aku harap kau tidak mengecewakanku Delfano. Tahun ini kau harus menang.” Batin mamahnya.

Melodi yang dihasilkan dari piano itu membuat Anisha merasakan kegembiraan dan kepuasan dari musik. Ketika Delfano selesai, gemuruh penonton bersorak sembari memberikan tepuk tangan.

Setelah penampilannya selesai, Anisha bersama keluarganya pergi menuju Delfano di ruang tunggu tadi. Mereka semua tampak bahagia dengan penampilan yang sukses dan sempurna. Terutama Bu Fiona yang langsung memeluk putranya, bukan menamparnya seperti dulu.

Di tengah kebahagiaan itu tetiba sesuatu yang aneh dirasakan Anisha dalam perutnya. Gadis menekan perutnya yang terasa sakit.

Tiba-tiba, Anisha merasakan dorongan intens dan tidak bisa menahan diri untuk tidak berseru. Delfano yang melihatnya dibuat panik begitu juga yang lainnya.

“Sayang kamu kenapa? Di mana yang sakit?” Delfano mendekat meraih tangan Anisha.

“Fan, sepertinya aku... Akhh sakit!” Anisha terus memegangi perutnya.

“Fano, jangan-jangan Anisha mau melahirkan.” Ucap Mamah menebak.

“Cepat bawa ke rumah sakit!” ucap Pak Edric suaranya gemetar dengan panik.

“Bagaimana dengan kompetisinya?” tanya Delfano mengingat acara itu belum selesai sampai pengumuman.

“Kalian pergi saja, kami akan menyusul nanti.” ucap Mamah nadanya berubah serius.

Dalam Dekapan Luka Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang